BAB DELAPAN BELAS

Start from the beginning
                                    

"Jadi ... beneran besok kita jalan-jalan?!" tanya Raiden dengan antusias, melihat sang ibu memberi anggukan sebagai jawaban, senyuman lebar langsung terbit di wajah Raiden.

"Asyiikkk!! Raiden sayang Mommy!" Raiden berseru senang, seraya memeluk sang ibu.

Tertawa, Dera mengacak gemas rambut putra bungsunya. "Seneng banget, hm?"

Mendongak dengan senyum manis, Raiden mengangguk-angguk.

"Daddy mau?" tanya Jean beralih menatap eksistensi Jayden yang masih berada di tempatnya, diikuti Dera, Raiden, dan Jansen yang sama-sama menanti jawaban dari sang empu.

Mengalihkan atensinya, Jayden menyahut, "Mau apa?" tanyanya balik.

"Emangnya Daddy nggak denger daritadi kita ngomongin apa?" seru Raiden, melepaskan pelukannya pada Dera, berganti menatap sang ayah dengan wajah masam.

"Maaf, memangnya tadi kalian sedang membicarakan apa?" tanya Jayden lagi. Ia memang sempat menguping tadi, namun tak mendengarkan semua, karena fokusnya sempat terbagi pada orang yang tengah berbalasan pesan dengannya.

Membuang napas pelan, Jansen ikut bersuara, "Jalan-jalan."

Kedua sudut bibir Raiden kembali tertarik ke atas ketika melihat ayahnya mengangguk-angguk, namun ternyata ia salah duga, karena Jayden bukan memberi jawaban persetujuan.

"Nanti, kalau Daddy tidak sibuk," jawab Jayden, membuat Jansen dan Jean membuang muka sesaat.

Sudah mereka duga.

"Nggak asik! Daddy sibuk terus, kapan punya waktu buat kita?!" Raiden bersidekap kesal.

"Emangnya besok Daddy sibuk? Bukannya besok hari libur?" tanya Jean kembali menatap sang ayah.

"Iya, Daddy sibuk. Sabtu depan saja," jawab pria itu.

"Kita maunya Sabtu besok!" seru Raiden, kekeuh.

"Daddy nggak bisa."

"Emangnya Daddy mau kemana besok? Mommy juga sibuk kok, tapi tetep bisa ajak kita jalan-jalan, luangin waktu buat kita, nggak kayak Daddy, kerja mulu, kita dilupain!" sungut Raiden mengutarakan kekesalannya, membuat Jayden mengerutkan dahi, merasa tersinggung dengan ucapan anaknya.

Sadar jika atmosfir di antara mereka mulai terasa tidak nyaman, Dera segera menengahi, terlebih melihat ekspresi Jayden yang tak biasa.

"Sayang, nggak boleh ngomong gitu, Daddy 'kan kerja buat penuhin kebutuhan kita juga. Lain kali aja ya, kita jalan-jalannya? Mau sabar sampai Sabtu depan 'kan?" bujuk Dera, mengusap pundak Raiden.

Mengerucutkan bibir, Raiden membuang muka, kembali memeluk sang ibu. "Hng!" rajuknya.

"Daddy jahat. Besok kita nggak usah ajak Daddy aja ya, Mommy?" ujar Raiden, menatap Dera dengan kedua bola matanya yang berkaca-kaca.

Menghela napas, Jayden meletakkan iPad-nya di atas meja. "Besok kita ada acara lain. Sabtu depan saja jalan-jalannya, Daddy janji akan ikut."

"Acara apa?" tanya Jansen.

"Undangan pernikahan kolega Daddy," jawab Jayden, membuat Jansen membuang napas dan mengangguk.

"Nggak bisa. Kita sibuk. Daddy datang sendiri aja," tolak Raiden, dengan wajah dongkol menoleh pada ayahnya, lalu setelah itu ia bangkit dan pergi ke kamarnya sendiri.

Membuat mereka yang ada di sana terkejut akibat ucapan sarkas bocah laki-laki tersebut.

"Raiden," panggil Dera, beranjak dan menyusul Raiden yang sudah berlalu pergi dengan langkah kesalnya.

AffectionWhere stories live. Discover now