1. Sebuah Keputusan

1.3K 95 2
                                    

Assalamualaikum semuanya 🗾

Ku Lupakan Kamu dengan Bismillah

A spiritual story by
Dwinda Darapati

.
.
.
.

Selamat Membaca

***

Suara tepuk tangan penonton begitu riuh saat dua orang di depan sana tengah membuka sebuah amplop. Amplop yang berisikan nama seorang aktris yang mana terpilih sebagai pemeran terbaik sepanjang tahun ini.

"Dan ... pemeran terbaik perempuan adalah...." Si perempuan dengan rambut diikat kuda menoleh pada temannya yang berada disebelahnya.

"Asyifa Winda!" ucapnya berdua.

Musik kemenangan dan lampu sorot langsung mengarah pada seorang gadis muda dengan gaun ungu. Dia bangkit dari duduknya kemudian melangkahkan kakinya menuju panggung dimana dia akan memberikan sepatah kata.

"Selamat Winda!" Teguh— lelaki yang tadi memanggil langsung memberikan ucapan selamat kepadanya.

Dengan senyum lebar dan dada berdebar Winda menjawab, "terima kasih kak Teguh!" Lalu menerima sebuah tropi penghargaan yang diserahkan oleh Nikita.

"Terima kasih untuk kesempatan yang luar biasa ini. Winda bisa berdiri dipanggung ini tentu berkat doa dan dukungan dari teman teman semua!" Satu persatu kalimat ia lontarkan dengan gemetaran.

Ini adalah pertama kalinya Winda mendapat penghargaan seperti ini. Dan sebagai artis muda, dia sangat bersyukur bisa berdiri didepan ini.

"Terima kasih buat Abah, Nayla Sabahat aku yang selalu support aku dalam semua hal. Dan yang paling istimewa buat semua teman-teman yang memberikan dukungan luar biasa buat aku." Dia melambaikan tangan untuk menyapa penggemarnya.

"Winda Winda, apa kamu ga ngucapinnya buat pacar kamu?" pancing Nikita.

Winda yang tengah sibuk melambaikan tangan spontan berhenti mendengar perkataan Nikita.

"Winda ga punya pacar, kak. Tapi kalau someone yang dicintai, ada," jawabnya yang tentu saja langsung menarik kehebohan dari para penonton.

"Waaaaw! Boleh beri tahu kami?" tanya Teguh.

"Dia bernama Rahmat, teman kecil yang Winda temui diumur sembilan tahun," jawab Winda dengan jujur.

Suasana di gelora bung Karno semakin riuh mendengar pernyataan Winda. Mendesak ingin tahu siapakah pria yang sedang ditaksir oleh gadis pujaan para lelaki itu.

Akan tetapi waktu untuk Winda berdiri disana sudah habis, dia harus meninggalkan panggung dan digantikan oleh orang lain yang selanjutnya akan membacakan nominasi nominasi berikutnya.

Sebuah senyum tipis terukir dari seorang penonton yang menyaksikan acara tersebut dari televisi. Tak lama senyuman itu sirna dan digantikan dengan gelengan kepala berkali-kali.

"Dia mendapat semuanya," komentarnya. Lelaki itu pun mematikan televisi lalu berlari ke dalam kamar.

Entah mengapa, melihat acara barusan membuatnya jadi tak enak hati. Seorang bintang ternama yang sedang naik daun, seorang wanita cantik dengan segudang prestasi itu mengisi kepalanya saat ini.

Sudah pukul sepuluh malam, lelaki itu memilih berbaring diatas tempat tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya. Namun pikirannya masih saja melayang pada seorang Asyifa Winda yang tadi dilihatnya di televisi.

"Bukankah kamu yang akan menyebut namaku dalam doamu?" lirihnya.

Bayangan masa lalu kembali terlintas di pikirannya. Seorang gadis sembilan tahun yang tengah bermain layangan di lapangan hijau. Menggunakan gamis ungu tak lupa sebuah selendang yang melilit di leher yang dia taruh keatas kepala.

Kala itu, ia memperhatikan gadis itu yang terlihat sangat menawan. Gadis yang sebelumnya pernah dengan lancang mengucapkan  bahwa dia akan menyebut nama Rahmat dalam doanya.

Gadis yang dahulunya terlihat agamis, namun ternyata disaat mendapatkan pekerjaan sebagai artis, menjadi terkenal dia melepas semuanya.

Tidak ada lagi gamis ataupun rok yang dahulu sering digunakan. Sekarang malah berganti dengan gaun besar menampakkan betis dan lengannya. Tak ada lagi kerudung atau selendang yang menutupi leher dan rambutnya. Kini rambut hitam panjang lurus mengkilap itu dipertontonkan pada semua orang. Dinikmati oleh siapapun yang bisa melihatnya.

Bulir bening jatuh dari sudut mata kirinya mengingat masa lalu. Lelaki bernama Rahmat itu akhirnya memilih memejamkan mata. Berusaha agar tak memikirkan tentang gadis itu dan bisa tertidur dengan nyenyak.

***

Baru saja semalam memenangkan sebuah penghargaan, hari ini Asyifa Winda dikabarkan akan beristirahat untuk sementara waktu dari dunia hiburan. Entah apa yang membuatnya memutuskan hal ini dengan begitu cepat seolah tanpa pertimbangan.

"Winda bisa tolong dijelaskan alasan kenapa ingin beristirahat?"

"Winda apa setelah beristirahat dalam waktu tertentu akan kembali lagi?"

"Winda benar menolak tawaran film Humaniora yang selama ini kamu impikan?"

"Winda bukannya peran sebagai agen mata-mata sangat kamu inginkan?"

Berbagai pertanyaan dari wartawan menumpuk saat mereka mengelilingi Winda sambil terus berjalan. Gadis itu hanya memberikan senyuman namun manager-nya menghalngi wartawan agar tak menganggu Winda.

"Udah, lah, Nay! Ga papa, biar gue jawab," bisik Winda pada Nayla, manager sekaligus sahabatnya.

"Lama, Win! Lo mau kita telat?" tanya Nayla.

"Sebentar aja, kok." Winda memastikan. Akhirnya Nayla mengizinkan wartawan untuk kembali bertanya.

"Winda ... berapa kamu akan beristirahat?" tanya salah satu wartawan.

"Untuk waktunya aku ga tahu," jawab Winda dengan singkat.

"Lalu bagaimana dengan film Humaniora yang kamu tolak? Bukannya sudah menandatangani kontrak? Apakah harus membayar ganti rugi?"

Winda mengangguk. "Tentu saja iya, tapi mengingat ada hal yang harus aku kerjakan, ga papa. Aku ikhlas jika harus ganti rugi," jawabnya dengan jelas.

"Lalu bagaimana dengan peran agen mata-mata yang kamu impikan?"

"Aku hanya memutuskan untuk beristirahat sementara, bukan selamanya."

"Apa penyebab Winda berisitirahat? Ingin menikah kah? Atau ingin mencari seseorang yang kamu temui pada umur sembilan tahun?"

***

Hai hai hai

Alhamdulillah cerita baru nih.
Pantengin terus, yaaa...
Insyaallah cerita ini ga kalah seru dari pada UHAM, Hello Dokter dan cerita Nda lainnya.

Klik bintangnya yaaa

Follow Ig @bukjorong_

Ku Lupakan Kamu dengan BismillahWhere stories live. Discover now