DELAPAN

155 21 4
                                    

***

Divo memainkan handphonenya seraya menunggu Aya di depan toilet wanita sebuah restoran tempat dia dan Aya sedang makan malam tadi. Divo mengabaikan tatapan-tatapan bertanya dan bisikan-bisikan dari pengunjung lain yang kebetulan melintas dari tempat dia menunggu tadi.

"Mas Vo, udah," ujar Aya yang baru keluar dari toilet.

Divo mengangkat wajahnya lalu tersenyum kecil dan mengangguk.

"Yuk," ajak Divo sambil menggengam tangan Aya.

Namun lagi-lagi Aya menghentikan langkahnya sehingga menahan Divo.

"Kenapa lagi?" tanya Divo dengan lembut melihat Aya yang menundukkan kepalanya yang terlihat ragu entah karena apa.

"Mmm..."

"Ngg..., rok Aya belum kering mas," jawab Aya pelan.

Divo tidak mengatakan apapun tapi dia mencoba melihat kondisi rok Aya, Aya kembali merasa bersalah. Setelah merusak makan malam diluar yang sudah disiapkan oleh Divo dengan datang bulan tiba-tiba sampai tembus. Sekarang dia tidak tau harus menutupi bekas darah yang baru dibersihkannya itu.

Divo tampak berpikir sejenak. Sebelum akhirnya dia memutuskan untuk membuka jaket jeans hitam miliknya, lalu mengikatkannya pada pinggang Aya.

"Aku rasa, jaket ini bisa membantu menutupinya untuk sementara, " ucap Divo sambil tersenyum kecil.

Aya semakin menundukkan kepalanya, dia akui dia memang gadis yang sangat ceroboh tapi baru kali ini dia benar-benar merasa malu menjadi gadis yang ceroboh.

"Maaf mas," ucap Aya lagi dengan nada yang lebih lirih karena merasa bersalah.

Divo diam tidak bereaksi namun dia tetap berdiri dihadapan Aya. Aya berpikir, mungkin saat ini Divo tengah kesal dan marah akan kebiasaan cerobohnya ini. Lama tak ada suara dari Divo namun Divo tetap berdiri mematung bersamanya ditempat itu. Merasa tidak ada reaksi dari Divo, akhirnya Aya memutuskan untuk mengangkat kepalanya untuk melihat ekspresi Divo. Saat Aya mengangkat kepalanya yang Aya dapatkan adalah senyuman dari Divo.

"Kamu tidak perlu merasa bersalah dan malu dengan hal-hal seperti ini. Selain sebagai manusia yang pasti ada banyak kekurangannya. Aku juga adalah suami kamu, udah kewajiban aku buat membenarkan kalau kamu salah dan membantu kamu kalau kamu butuh bantuan." Divo berkata sedikt berjeda.

"Lagian sekarang, malu kamu itu malu aku juga. Jadi aku tidak akan membiarkan kamu malu sendiri," kata Divo sambil mengacak rambut Aya kemudian tersenyum. Setelah itu Divo merangkul Aya dan membawanya jalan dari sana.

Aya mendesah lega meski masih merasa bersalah. Seandainya dia tidak ceroboh, maka tidak akan ada acara tembus ditengah dinner dia bersama Divo. Tidak akan ada kepanikan mencari pembalut dan tidak akan ada cerita Divo harus mencarikan celana dalam dan pembalut intuk Aya. Meski Divo terlihat biasa saja dan bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa tetap saja Aya merasa bodoh, sial dan memalukan.

Tidak ada pembicaraan yang tercipta diantara mereka sejak di restoran tadi. Rasa malu dan segan benar-benar membungkam mulut Aya sekarang. Sedangkan Divo, dia lebih memilih untuk konsentrasi pada mobil yang dikemudikannya.

"Kamu masih lapar nggak Ya?" tanya Divo karena teringat gadis yang didekatnya ini masih memakan sedikit makan di dinner mereka tadi karena sitamu bulanan yang datang tiba-tiba.

"Nggak usah mas, entar makan dirumah aja." Tolak Aya.

Divo tau kalau Aya akan menolak tawarannya ini, bagaimanapun Divo cukup sadar kalau Aya masih sedikit menjaga imagenya dihadapan Divo. Padahal Divo sendiri sudah menunjukkan dirinya hampir seluruhnya pada Aya. Divo berharap Aya bisa beradaptasi dengan dia dengan segera, itulah juga alasan Divo meminta Aya supaya bersikap lepas dengannya beberapa hari lalu. Divo ingin tau Aya yang sebenarnya agar Divo bisa menyesuaikan dirinya. Sehingga mereka bisa saling menerima secara keseluruhan.

Menurut Divo ini juga adalah salah satu syarat yang mutlak untuk memulai belajar saling mencintai. Tapi Divo tidak pernah memaksa Aya biar bisa bertindak lepas langsung dihadapannya. Makanya Divo hanya meminta gadis itu untuk perlahan-lahan mulai membuka dirinya untuk Divo.

"Tidak, aku akan membelinya buat mu. Sudah terlalu larut kalau kamu harus memasak dulu baru makan," kata Divo seraya menepikan mobilnya dan turun memasuki sebuah restoran.

Setelah beberapa saat Divo kembali memasuki mobil dengan sebuah bungkusan plastik ditangannya, kemudian menyodorkannya pada Aya.

"Kamu suka udang dan cumi kan?, aku bawakan nasi goreng seafood buat kamu," kata Divo sambil tersenyum.

"Mas tau aku suka seafood?" tanya Aya pelan.

Divo memutarkan kepalanya untuk melihat lalu tersenyum jecil sambil menjawab.

"Kesukaan, ketidaksukaan, kekurangan dan kelemahan kamu adalah hal yang harus dan wajib aku ketahui sekarang. Dengan menerima kamu yang apa adanya dan menyesuaikan diri dengan kamu adalah salah satu bentuk aku belajar mencintai kamu sekarang," jawab Divo yang membuat jantung Aya berdetak sangat cepat.

'Itu artinya Divo sedang belajar mencintainya bukan. Itu berarti persaan dia tidak akan bertepuk sebelah tangan kan?' tanya Aya dalam hatinya.

'Adakah yang namanya jatuh cinta berkali-kali?' tanya Aya lagi dalam hatinya.

DIVOWhere stories live. Discover now