"A...apa yang kamu lakukan?" Tanyanya terdengar gagap.

"Maaf, aku hanya ingin memastikan sesuatu, dan aku tahu jawabannya sekarang." Balas Harvy. Entah apa yang ia pastikan dari ciuman itu.

"Gila kamu yah!" Umpat Devan. Ia serasa tak tahu apa lagi yang harus diucapkan. Ia kehilangan kata-kata dengan kelancangan Harvy tadi, belum lagi degupan jantungnya yang masih menderu cepat.

Keduanya kemudian diam, larut dalam pikiran mereka masing-masing. Meski mereka telah sampai di tujuan, tak satupun dari mereka yang keluar dari mobil itu.

"Maaf Van...." Ucap Harvy terdengar lirih, Devan tak menjawab, ia masih terlalu syok.

"Aku pikir....kamu....." Ucapnya kembali, ada kata yang ingin ia ucapkan namun enggan, ia tak ingin membuat Devan marah apalagi membuatnya kecewa.

Devan menatap Harvy, tak ada kata yang terucap dari mulutnya. Namun dari tatapan itu, sangat jelas ia ingin tahu, Harvy memikirkan dia seperti apa.

"Maaf." Ucap Harvy kembali kemudian tertunduk. Yang tadi memang kesalahan dia, namun ia bisa salah karena Devan sendiri yang membuatnya.

Bunyi ponsel Devan kemudian memecahkan momen canggung, sebuah panggilan dari seseorang yang telah menunggunya di dalam restoran itu.

"Ayo turun." Pintahnya setelah menutup sambungan telepon. Suaranya terdengar lembut, mungkin ia tak marah lagi.

Harvy tak berkata apa-apa, ia cukup mematuhi apa yang diinginkan Devan. Ia berjalan di belakang Devan dengan seribu rasa bersalahnya, apalagi saat tahu, orang yang mereka temui di restoran itu adalah pacar Devan, seorang wanita.

Harvy benar-benar telah salah mengira Devan. Ia pikir, Devan punya maksud lain dari kebaikan yang ia lakukan kepadanya. Harvy telah bertemu dengan banyak pria muda seperti Devan, mereka yang pada akhirnya berharap bercumbu dengannya.

Harvy bukanlah seorang gay, tapi bukan berarti juga ia adalah pria straight. Kehidupan seksual yang ia jalani selama ini, siapapun yang bisa memberinya kepuasan, ia tak pernah memikirkan gender dari lawan seksualnya. Tak sedikit juga dari orang yang menyewanya sebagai bodyguard yang akhirnya menginginkan tidur dengannya, tak peduli itu wanita ataupun pria.

Harvy belum pernah selancang tadi ketika mencium Devan. Ia tidak sedang jatuh cinta, ia hanya kehilangan cara bagaimana ia membalas kebaikan Devan,  dan cara itu akhirnya ia pilih seperti kebanyakan orang yang menginginkan tubuhnya.

Di restoran itu, seorang wanita yang terlihat anggun, rambut panjang terurai, wajah putih dengan riasan tidak berlebihan dan cara dia duduk terlihat sangat beretika.

Devan menyapa wanita itu, memberikan ciuman di pipi kiri dan kanannya. Sedang Harvy hanya berdiri melongo di belakang Devan. Bahkan ketika Devan telah duduk, ia enggan duduk sebelum di persilahkan.

"Ngapain berdiri? Duduk!" Pintah Devan memaksanya duduk. Harvy akhirnya duduk di samping Devan.

"Jadi, dia Harvy?" Yakin wanita di depannya itu menunjuki dirinya nampaknya ia sudah dengar tentang Harvy dari Devan.

"Mmm." Jawab Devan mengiyakan.

"Hai, Hannah." Wanita itu memperkenalkan dirinya, melambaikan tangan kearah Harvy, senyumnya terkembang lebar. Harvy hanya membalasnya dengan satu tarikan garis senyum singkat.

Harvy rasanya tak nyaman berada diantara sepasang kekasih ini, serasa ia orang ketiga apalagi mengingat apa yang ia lakukan ke Devan tadi. Sungguh, ia masih tak enak hati dengan Devan, belum lagi, sikap Devan yang tiba-tiba berubah menjadi dingin. Selain itu, ada satu hal lagi yang membuatnya tak nyaman. Sedari tadi, Hannah terus memandanginya yang entah, ia tak suka dari cara wanita itu memandangnya, Ia seperti sedang merendahkan dirinya. Dari apa yang terlihat oleh wanita itu, Harvy tidak lebihnya seorang gangster yang walau didandani apapun tak akan berubah sama sekali.

"Aku tunggu di mobil aja yah." Ia kemudian ingin mengasingkan dirinya sari situasi yang tak nyaman ini, namun tangan Devan mencegahnya.

"Mau kemana? Duduk!"

Mau tak mau, Harvy duduk kembali, menikmati santap siangnya walau harus menjadi orang ketiga dari sepasang kekasih itu.

Akhirnya mereka selesai makan siang. Sepasang kekasih itu kemudian berpisah, kembali ke tempat kerja mereka masing-masing . Hannah seorang dokter spesialis bedah plastik dan sekarang ia punya klinik sendiri, ia juga punya brand produk kecantikan yang lumayan sukses di pasaran.

Devan tak kembali lagi ke rumah sakit, sebenarnya hari ini ia libur. Selepas dari restoran ini, Devan mengajak Harvy ke supermarket membeli kebutuhan dapur yang sudah tak banyak persediaan lagi di apartemen mereka. Namun sebelumnya, mereka berbelanja kebutuhan Harvy terlebih dahulu. Devan mengajak Harvy untuk membeli kebutuhan sandang lelaki itu.

"Tak usah Van." Tolak Harvy saat Devan menyuruhnya memilih pakaian yang ia inginkan. Sebenarnya ia sangat butuh, tapi melihat dari harga pakaian itu, sepertinya terlalu berlebihan untuknya.

Devan sama sekali tak peduli dengan penolakan Harvy, ia tetap membeli pakaian yang sekiranya cocok untuk Harvy. Tak lupa juga, ia membelikan celana dalam untuk Harvy dalam satuan yang banyak sehingga tak ada lagi pinjam-meminjam celana dalam.

"Van, gak usah." Tolak Harvy saat Devan ingin membelikannya sepatu. Harga sepatu itu terlalu fantastis baginya.

"Ck, udah coba aja." Ucap Devan memaksa Harvy memakai sepatu itu, mencocokkan ukuran sepatu itu di kakinya.

"Kamu butuh apa lagi?" Tanya Devan setelah keluar dari toko sepatu itu. Ia membeli 3 pasang sepatu untuk Harvy.

"Cukup." Jawab Harvy yang semakin merasa tak enak hati dengan setumbuk belanjaan yang dibelikan Devan untuknya.

"Kita kesana yuk." Ajak Devan mengarah sebuah departemen store di mall itu.

"Cukup Van." Tolak Harvy kembali menarik tangan Devan. "Aku cium lagi kamu nanti." Ancamnya yang akhirnya menjadikan ciuman itu sebagai senjata.

"Cih...." Cibir Devan kemudian tertawa.

"Sorry yah, aku tadi udah lancang." Harvy kembali meminta maaf atas kelancangannya tadi. keduanya terlihat lebih santai sekarang.

"Gak usah dipikirin lagi." Ucap Devan. Mungkin memang ia telah melupakan ciuman tadi, tapi jauh di lubuk hatinya, ciuman Harvy tadi, berbekas di dalam hatinya yang mungkin saja belum ia sadari.

 ______________

Untuk chapter selanjutnya, bisa dibaca di akun karyakarsanya author✌️✌️✌️

Link karyakarsa, lihat di profil author

Fall In Love by AccidentWhere stories live. Discover now