4. Peluang atau Jebakan?

907 15 4
                                    

Arya memandang dirinya di depan cermin. Sudah rapi. Dengan kemeja lengan pendek bermotif kotak-kotak dan celana jin, penampilannya tampak kasual. Begitulah penampilannya saat pergi ke kantor. Atasannya tidak pernah keberatan dengan penampilannya.

Arya membalikkan tubuhnya. Dicangkingnya tas kerjanya ke ruang tengah, lalu dia menuju ruang makan untuk sarapan. Setiap pagi, Arya biasa pergi kerja pukul tujuh pagi sementara Vina biasanya berangkat lebih telat karena jam kantornya memang sedikit lebih siang.

Seperti biasa, Vina menyiapkan sarapan pagi buat Arya, lalu menemaninya sarapan pagi. Setelah Arya berangkat kerja, barulah Vina berganti pakaian dan bersiap pergi ke kantornya. Mereka berdua sudah biasa seperti itu. Berangkat kerja masing-masing dengan mobil masing-masing.

Setelah Arya berangkat, Vina bersiap untuk mandi. Tanpa sadar, dia memikirkan apa yang bakal terjadi antara suaminya dan sahabatnya pagi ini. Dia bertanya-tanya apakah Vera bisa menggoda Arya. Apakah mereka berdua akan bermesraan seperti yang dia rencanakan? Vina sangat penasaran akan apa yang bakal terjadi pagi ini.

* * * * *

Sementara itu, Arya sudah sampai di rumah Vera. Vera baru saja turun dari mobilnya ketika Arya menepikan mobilnya di depan rumah Vera. Dia mengarahkan Arya untuk memarkirkan mobilnya di samping mobilnya.

Garasi Vera memang muat dua mobil secara berdampingan. Halaman depan rumahnya cukup luas. Arya menaksir lebar tanahnya kira-kira dua puluh meter. Tanpa mengucapkan apa pun, dia menuruti arahan Vera. Diparkirkannya mobilnya di samping mobil Vera.

Sahabat istrinya itu tampak cantik pagi ini dengan blus biru muda dipadu dengan rok agak mini rimpel-rimpel warna krem. Arya terpesona dengan pandangan matanya. Vera sama manisnya dengan Vina dengan daya tarik mereka masing-masing. Keduanya sama-sama menarik dan menggairahkan. Dada montok Vera menyembul dari balik blusnya yang berbahan lembut. Tonjolan itu tampak cukup jelas.

"Pagi, Kak!" sapa Vera ketika Arya menghampirinya.

"Pagi," jawab Arya sambil tersenyum.

"Kita ke belakang dulu!" ajak Vera. Tangannya menarik sejenak tangan Arya untuk mengikutinya menuju garasi rumahnya. Garasi itu tidak memiliki dinding belakang. Bagian belakang itu terbuka ke arah lahan cukup luas di belakangnya.

Di sana, terlihat empat orang tukang yang sedang mempersiapkan peralatannya untuk mulai bekerja. Dari ujung garasi, tampak bangunan baru yang belum selesai dikerjakan. Dinding bangunan itu belum lagi berdiri. Baru tampak pondasinya di sekeliling bangunan baru itu.

"Rumah kami lagi renovasi, jadi aku mau minta masukan dari Kak Arya," ujar Vera di tengah pikiran Arya menerka-nerka renovasi rumah itu. "Kami membangun dapur dan tempat makan di belakang rumah. Di dalam, ada ruang makan, tapi tempat makan di luar itu untuk tempat makan kalau lagi pengin makan di udara terbuka," lanjut Vera.

Arya mulai memahami arah rencana Vera. Dari pintu belakang rumah, tampak jalan menuju dapur yang baru dibangun dan tempat makan itu.

"Itu tempat makannya dibiarkan terbuka?" tanya Arya.

"Aku maunya begitu," jawab Vera.

Arya diam sejenak. "Menurutku, sebaiknya diberi atap meskipun itu dibiarkan terbuka. Kalau mau terang, beri atap yang transparan. Dengan begitu, meja makannya gak basah kalau kehujanan." Arya mulai memberikan pendapatnya sambil mengamati lahan belakang rumah Vera yang berukuran kira-kira sepuluh kali dua puluh meter persegi itu.

Arya agak kaget ketika dada Vera menekan lengan kanannya. Vera yang berdiri di sisi kanannnya menunjuk ke arah belakang garasi dengan tangan kanannya sementara dada kirinya menekan lengan kanan Arya.

"Di sana, akan dibuat tempat jemuran," ujar Vera sambil menunjuk ke arah belakang garasi. "Tempat cuci akan dibuat sejajar dengan dapur tadi di sisi belakang garasi. Sisa tanah yang ada akan ditanami rumput dan diberi pot-pot bunga biar agak segar."

Vera menerangkan rencananya lebih rinci sementara Arya manggut-manggut sambil membayangkan apa yang Vera terangkan. Sebagai seorang arsitek, Arya tentu bisa dengan mudah merancang apa yang Vera mau.

"Aku bisa bantu rancangkan kalau kamu mau. Beri aku dua hari. Sementara, nanti aku arahkan tukang tentang apa yang harus mereka kerjakan dalam dua hari ini."

Arya bicara sambil menatap mata Vera. Vera seakan tersihir dengan tatapan Arya yang seakan menusuk ke hatinya. Dia hanya mengangguk mengiyakan apa yang Arya usulkan.

"Gimana? Kamu setuju?" Pertanyaan Arya itu mengagetkan Vera yang pikirannya sempat terbang entah ke mana.

"Iya, aku setuju."

Arya melangkah menuju ke arah para tukang dan dengan sigap dia menjelaskan apa yang harus mereka kerjakan dalam dua hari ini sementara dia merancang apa yang diinginkan Vera.

Vera menarik tangan Arya sejenak mengarahkannya untuk mengikutinya masuk ke rumah dari pintu belakang ketika Arya kembali mendekatinya.

"Kita masuk, yok! Aku mau ngajak Kak Arya melihat renovasi yang sudah selesai di dalam rumah."

Arya mengikuti Vera dari belakang dan tatapan matanya memandang bokong Vera yang montok bergoyang ke kanan dan ke kiri mengikuti gerakan tubuhnya yang sedang berjalan. Setengah paha serta betis putih mulusnya tampak dari bagian bawah roknya. Sungguh pemandangan yang indah di mata Arya yang menggiring hasratnya kembali terusik. Dia membayangkan betapa indah tubuh itu jika tanpa busana. Pikiran itu membuatnya mulai terangsang.

Vera membawa Arya masuk ke rumah. Pintu belakang itu menuju ruang makan yang berukuran sedang. Cukup untuk menampung meja makan dengan enam kursi di sekelilingnya. Ruangan makan itu tertata rapi dan bersih.

Vera berbalik menghadap Arya. "Kak Arya sudah sarapan?"

"Sudah, tadi sebelum berangkat," jawab Arya singkat.

"Gimana kalo aku bikinin kopi? Kak Arya gak sedang buru-buru, 'kan?" Vera bertanya secara beruntun. Dia masih ingin Arya tinggal lebih lama.

"Boleh. Aku gak buru-buru kok."

"Silahkan duduk, Kak! Aku bikinin kopi dulu," kata Vera sambil menuju dapur yang terletak dekat ruang makan.

Arya menarik kursi makan. Dia duduk di sana sambil memandangi Vera yang dengan tangkas memanaskan air di teko, lalu menakar kopi dan gula ke cangkir yang sudah disiapkannya. Vera memiliki gerakan tubuh yang menarik di mata Arya. Perempuan itu tampak mengerjakan pekerjaannya dengan telaten. Tak lama kemudian, Vera sudah meletakkan secangkir kopi panas di hadapan Arya. Kopi itu tentu masih terlalu panas untuk langsung diminum.

"Aku hampir lupa," ujar Vera teringat sesuatu. "Aku mau nunjukkin renovasi yang sudah selesai. Ayo, Kak, aku tunjukin!" ajak Vera.

"Yang sudah direnovasi adalah kamar kami dan kamar Seno, anakku," ujar Vera. "Cuma renovasi ringan, ganti plafon, ganti keramik kamar mandi, juga ngecat."

Vera mengajak Arya ke kamarnya, lalu membuka pintu kamar mandi di dalam kamar itu. Dia menjelaskan apa yang dikatakannya tadi. Arya melihat-lihat sambil mendengarkan penjelasan Vera.

Suasana kamar itu tampak sejuk dan menenteramkan. Sebuah tempat tidur empuk dengan seprai warna krem tertata rapi. Lantai kamar ditutup karpet dengan warna senada. Di sisi lain kamar, ada lemari dan meja rias dengan beberapa kosmetik perempuan tertata rapi di atasnya. Ada dua jendela kaca besar yang ditutup vetrase warna krem membuat penerangan kamar cukup memadai dan terkesan romantis. Vera tampaknya pandai menata rumah.

Arya mengalihkan pandangannya ke arah Vera. Berada berdua di dalam kamar membuatnya merasa berbeda. Pikiran nakal kembali menggodanya. Perempuan yang seharian kemarin membuatnya tergerak, kini sedang berdua dengannya.


UPDATE:

Bagi yang mau mendapatkan update lebih sering, kalian bisa mengikuti cerita ini di Karyakarsa. Saat ini (25 September 2022), sudah ada 46 bab (total 47 bab) yang dipublikasikan di sana. Dukung aku di Karyakarsa! Terima kasih.

https://karyakarsa.com/FrankR/

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 25, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Terjerat HasratWhere stories live. Discover now