"Lady Maurier." Aku menyapanya dengan senyuman anggun, membuat Rebecca menoleh dan nampak kikuk saat aku mendatanginya

"Ah...! Duchess Reglin, senang bertemu dengan Anda."

Rebecca membungkuk anggun sebagaimana salam kepada wanita bangsawan yang gelarnya lebih tinggi, dia tersenyum kaku begitu kembali ke posisi awalnya. Sementara aku hanya tersenyum tipis, bingung untuk memulai pembicaraan. Dia terlalu cantik sampai aku hampir saja kehilangan fokus.

"Mengapa Anda memilih untuk tidak berbaur dipesta meriah ini?" Aku mengutarakan pertanyaan pada akhirnya.

"Oh, itu... seperti yang Anda dengar tentang saya, tidak ada seorangpun yang ingin berbaur dengan saya. Anda adalah orang pertama, Duchess."

Aku terkekeh kecil begitu dia menyanjung, "Saya merasa terhormat."

Tidak ada satupun bagian dari Rebecca yang menurun pada Darius, rambut abu-abu serta mata biru, sementara dalam deskripsi novel Darius memiliki rambut pirang emas dan manik mata hijau zambrud. Itu berarti wajahnya diturunkan dari kaisar dengan sempurna. Sangat tidak adil, padahal wajah Rebecca secantik ini sehingga terus membuatku kehilangan fokus dan ingin terus menatap lamat wajahnya itu.

Sekarang setelah aku memikirkannya, Libeia pun tidak memiliki satupun ciri khas wajah dari ibunya yaitu Ivanna. Rambut perak dan mata lembayung seperti bongkahan kristal, hanya itu dalam deskripsi novel, yang berarti Libeia sepenuhnya memiliki wajah Cassius. Bahkan Aron pun begitu.

Ugh, mengapa penulis begitu kejam dan tidak adil? Para ibu yang melahirkan pemeran utama, tetapi kami bahkan tidak bisa menemukan satupun kemiripan mereka dari kami.

"Mama..."

Aku tersadar dari lamunan begitu Aron memanggil, aku tersenyum tipis dan membawa Aron dalam gendongan. Beruntung meski usia nya 4 tahun, Aron memiliki tubuh yang kecil dan ringan, yah aku tidak perlu mengkhawatirkannya karena begitu dia dewasa nanti dia akan tumbuh lebih besar dari ayahnya sendiri.

"Aron, beri salam pada bibi."

"Halo, bibi."

Rebecca tersenyum antusias begitu dihadapkan dengan Aron yang nampaj malu-malu, "Halo, Tuan Muda. Senang bertemu Anda."

"Tidak perlu terlalu formal, Lady. Anda bisa memanggilnya Aron."

Cukup lama aku berbincang dengan Rebecca, aku senang karena dia berbicara dengan bebas padaku. Sebelumnya aku sempat berpikir mungkin dia akan menolak keberadaanku dan pergi menjauh karena dia sama sekali tidak pernah membaur, namun perkiraanku sepenuhnya salah. Rebecca adalah orang yang hangat, dia tidak pelit memamerkan senyuman. Bahkan meski tamu-tamu pesta memperhatikan kami berdua, kami hanya fokus pada obrolan, larut dalam pembicaraan yang menyenangkan.

"Ivanna."

Seketika kepalaku membalik kebelakang saat mendengar suara berat Cassius, aku melebarkan senyuman, ingin membalas sapaannya tetapi terurung begitu dia merebut Aron yang berada dalam gendonganku.

"Sudah kubilang untuk jangan menjauh dariku, bukan?" Baru datang pria ini sudah menyemprotkan omelannya.

"Lalu, aku melarangmu untuk menggendong Aron, itu akan berpengaruh pada kandunganmu." Ujarnya lagi menambahkan, melirik Aron yang kini beralih dalam gendongannya. Aron mengerucutkan bibir, dan tak lama dia merengek.

"Uhuueeee! Mama!!"

Aku berdecak keras melihat itu, menatap Cassius tajam. Lantas aku segera merebut kembali Aron dalam gendongannya dan menepuk-nepuk punggung kecilnya berusaha menenangkan. Apa dia tidak memiliki pengalaman sebagai seorang ayah setelah 4 tahun memiliki anak? Bagaimana bisa dia merebut Aron begitu saja tanpa aba-aba? Lihatlah akibat perbuatannya sekarang, Aron-ku menangis!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Day, I Became Heroine's MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang