Chapter 2

15.3K 1.8K 28
                                    

Bagaimana bisa aku mengalami segala kenyataan mengerikan ini hanya dalam satu malam?

Aku bahkan belum bisa menerima kenyataan 'diriku' yang berpindah raga, dan sialnya lagi, raga itu adalah raga yang akan menghadapi takdir kematian dalam 9 bulan mendatang.

Dalam novel berjudulkan 'Libeia dan Pangeran Bayangan' diceritakan bahwa penyebab kematian Ivanna adalah karena kekuatan sihir Libeia yang begitu kuat bahkan saat ia masih berada dalam kandungan, karena kekuatan sihir yang besar itulah Ivanna mengalami beberapa kendala sulit semasa kehamilan, yang terparah adalah saat melahirkan, kekuatan sihir Libeia yang besar membuat wanita malang itu meregang nyawa.

Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin membunuh janin dalam kandunganku hanya untuk bertahan hidup, belum lagi janin itu adalah 'Libeia Reglin' yang merupakan pemeran utama dalam dunia novel ini. Bahkan jika bukan Libeia, pembunuhan terhadap janin tidak bersalah setidaknya akan mendapat hukuman dicambuk hingga mati.

Itu mengerikan. Dan aku tidak sekejam itu untuk membunuh janin yang baru tumbuh.

Seharusnya wanita hamil tidak boleh mengalami stress yang berlebih, tetapi kondisiku saat ini lebih parah dibandingkan stress, depresi, frustasi dan sebagainya! Sama sekali tidak ada solusi mengenai masalah yang kuhadapi sekarang, bahkan Duke yang dalam novel dikatakan 'sangat mencintai' Ivanna itu tidak membantu.

Duke dalam novel dengan Duke nyata yang kuhadapi sekarang sangat berbeda, mana ada seseorang yang mencintai istrinya selalu berujar datar dan datar pada istrinya sendiri? Duke saat ini lebih terlihat seperti tengah menelantarkan istrinya, meski dalam keadaan hamil sekalipun.

Klang.

"Aku sudah selesai." Usai menjatuhkan garpu serta pisau perak dalam genggamanku pada piring sehingga menimbulkan suara dentingan yang cukup nyaring, aku beranjak berdiri dan ingin melangkah pergi. Tidak ada waktu untukku makan malam ria bersama keluarga Duke saat ini, entah ada atau tidak, aku harus memikirkan rencana serta solusi untuk menghindari takdir kematian.

Dan jika memungkinkan, kembali ke tubuhku, ke duniaku.

"Duduk." Sebelum sempat melangkah lebih jauh, suara Duke yang dingin membuat kakiku membeku dan tidak bisa digerakkan, lantas memutar tubuh 90° dan membalas Duke dengan jengah.

"Aku sudah selesai." Ujarku mengulangi perkataanku lagi.

"Habiskan makananmu, Ivanna." Duke menekankan kalimatnya lebih tajam, sama sekali tidak mendongak maupun melirik kearahku.

Aku menghela nafas lelah, "Duke, saya benar-benar tidak berselera." Sekarang aku berbicara bukan sebagai Ivanna, melainkan sebagai diriku sendiri. Bagaimana kau bisa berselera makan setelah mengalami situasi yang aneh serta konyol, yang sama sekali tidak masuk akal? Jika tidak dalam kondisi hamil sekalipun, aku seharusnya mengurung diri dalam kamar dan memikirkan semua solusi yang melintas dalam benak.

Tak. Brakk.

"Jangan egois dan makanlah demi anakku!" Duke nampaknya bukanlah orang yang dapat menahan emosinya dengan baik, buktinya dia berseru nyaring dihadapan anaknya yang masih kecil.

"Hueeee!"

Aron menangis mendengar bentakan ayahnya, pengasuhnya datang dan membawanya pergi menghindari pertengkaran antara kedua orangtua nya. Ya, benar, bagaimana aku bisa melupakan si Duke kejam yang menjadi karakter populer dalam novel ini?

Duke Cassius Reglin terkenal karena sifat penyayangnya pada Libeia, namun sifat lainnya yang menjengkelkan adalah sifat emosionalnya. Duke tidak akan segan-segan mengangkat pedang dan mengayunkannya hingga setidaknya dapat memutus kepala seseorang jika ada yang berani mengganggu putri kesayangannya.

One Day, I Became Heroine's MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang