Dan, perbedaan yang paling signifikan diantara mereka adalah; Akbar masih sering bertemu papanya, sedangkan Rere sama sekali tidak.

Terlepas dari kisah keluarga mereka, perasaan Rere terhadap Akbar semakin dalam ketika Rere sadar bahwa ia tidak akan pernah menemukan seseorang yang seperti Akbar lagi.

Rere mengagumi banyak hal yang ada di diri Akbar.

Terlebih, Akbar selalu menemaninnya dikala susah maupun senang. Meskipun banyak yang meragukan hubungan jarak jauhnya dengan Akbar, Rere tak ambil pusing. Karena saat jauh maupun dekat, Akbar tetap memperlakukannya dengan baik, ia selalu sabar menghadapi Rere.

Bagi Rere, semua yang ia butuhi dari sosok laki-laki ada di diri Akbar.

Suara notifikasi menyadarkan Rere, meski berasal dari grup chat kelas. Perempuan itu mengutuk dirinya yang lupa membalas pesan Akbar. Segera ia membuka kolom obrolan itu dan membalas.

Realita Kusuma: okhaii!

Rere mengernyit, mendapati pesannya tak terkirim.

Lah? Kok ceklis satu?

"Yah? Hpnya mati dong?"

Rere berguling ke kiri, memikirkan kondisi Akbar sekarang. Pasalnya, hari ini mereka tidak bertemu sama sekali. Lantaran, Rere yang memaksa Akbar untuk istirahat total sehingga laki-laki itu tidak diperbolehkan menjemputnya.

Mana dia lagi sakit, di rumah sendirian... udah makan belom ya?

Tak ingin berlama dirundung rasa khawatir, Rere mencari satu nama di kontak, sebelum akhirnya menelepon sosok itu.

"Halo?" Sapa laki-laki di seberang.

"Halo, Azka?"

"Nape, broh?"

"Gue boleh minta tolong nggak?"

"Apa tuh?"

Dari suaranya, Rere bisa mendengar dengan jelas kalau mood laki-laki yang sedang berbicara dengannya tidak begitu baik.

"Anterin gue dong ke rumah Akbar," Rere melembutkan intonasinya, berusaha meluluhkan mood sahabatnya. 

"Lah? Lo yakin? Ini udah jam 10, cuy."

"Emang kenapa?"

"Komplek Akbar emang tutup jam berapa?"

"Sampe tengah malem, lagian pada kenal kok sama gue." Tak mendapat sahutan dari Azka, Rere langsung mengubah suaranya dengan nada memelas. "Ka? Nggak bisa ya? Sori deh kalo—"

"Yaudah buruan siap-siap, sepuluh menit lagi gue sampe," sela Azka cepat.

Senyum Rere langsung mengembang lebar. "Tapi, nitip bubur sekalian ya?"

"Si anjir, mana ada gini hari?"

"Yaudah bubur kacang ijo aja, dua bungkus ya."

Terdengar helaan napas lelah dari seberang.
"Ada lagi gak nih non?"

"Umm... sisanya nanti mampir ke Indomaret atau Alfa bentar ya?"

"Oh shit."

Dan, Rere tahu apa yang dapat menaikkan mood sahabatnya. "Rokok lo masih yang sama kan?"

/r e a l t a l k/

SEBELUM Rere menekan bel untuk yang ke-empat kalinya, pintu besar berwarna hitam dihadapannya keburu dibuka, menampilkan sosok Akbar. Lampu teras menyala disaat laki-laki itu memegangi lehernya.

Real TalkWhere stories live. Discover now