13 Juli 2021
"Berhenti melompat, kau seperti Babi di peternakan Haknyeon"seru Woojin kepada Jihoon yang berjalan sambil melompat kecil
"Yak!"sahut Jihoon sambil mendelik kearah sang kakak.
"Anak-anak! Ayo cepat, ayah sudah menunggu"panggil seorang wanita dari sebuah mobil kearah mereka berdua
"Tunggu Eomma!"seru Jihoon
Plak
"Yak!"teriak Woojin saat Jihoon baru saja memukul kepalanya dan kini mulai melarikan diri
"Cepat bodoh! Wleee"ejek Jihoon.
Saat ini mereka berada di rest area yang berada di tol, karena mereka sedang dalam perjalanan menuju pantai.
Bruk
Jihoon terjatuh saat ia baru saja menubruk seseorang
"Huahahaha lihat dirimu bodoh hahaha!"ejek Woojin yang menghampiri Jihoon.
Sambil mengelus dahinya, Jihoon mengeluh sakit
"YAK! berhenti mengejekku! Kau-"
"Mari ku bantu"
Oh,Jihoon lupa kalau ia baru saja menabrak seseorang.
Ia mendongak saat melihat uluran tangan di depan wajahnya.
Dari bawah sini ia dapat melihat pemuda itu sedang menatap kearahnya
"Ah terima kasih"ucap Jihoon sambil meraih uluran tangan itu.
"Kau tidak apa?"tanya pemuda itu lagi kepada Jihoon
"Aku tidak apa, aku baik-baik saja"sahut Jihoon sambil menepuk-nepuk bagian belakang nya yang kotor.
"Anak-anak! Ayo, apa yang kalian tunggu?cepat"suara panggilan itu kembali terdengar, membuat Jihoon tersadar.
"Ah iya Eomma!"sahut Woojin yang kini berlari ke mobil mereka lebih dulu.
Sedangkan Jihoon masih berdiri dihadapan pemuda tadi
"Kau tak menyusul?"tanya pemuda itu kepada Jihoon yang terkesiap
"I-itu, aku minta maaf karena tidak berhati-hati"ucap Jihoon kemudian membungkuk meminta maaf.
Membuat pemuda itu tersenyum,
Dan saat itu pula dapat Jihoon lihat mata itu melengkung bagai bulan sabit.
"Tak apa"sahut pemuda itu
"K-kalau begitu aku pergi dulu"ucap Jihoon kemudian pergi dari hadapan pemuda itu yang kini memperhatikan langkah Jihoon menuju mobil.
"Oi! Daniel! Kau juga cepatlah"seruan itu mengalihkan atensi Daniel, kemudian pemuda itu pun menuju mobil nya.
.
"JIHOON! BERTAHANLAH PUTRAKU! JIHOON EOMMA MOHON BERTAHANLAH!"
Dengan samar dapat Jihoon dengar suara itu menggema di indera pendengarannya.
"Eomma mohon bertahanlah Jihoon"
Lagi dan lagi, tapi ia hanya bisa mendengar dengan samar.
Dari netranya pun, ia hanya bisa melihat wajah yang memanggil dengan tatapan yang tak jelas,
Karena semuanya tampak abu-abu sekarang.
Yang ia tahu pasti bahwa ia sekarang sedang diatas sesuatu yang bergerak,
Karena langit-langit ruangan itu terasa bergerak karena melewati beberapa lampu yang terang.
"Bawa keruang ICU cepat! Sekarang! Kita tidak punya waktu!"ucap salah seorang dokter disitu.
"Jihoon,Eomma mohon bertahanlah putraku"
"Nyonya, anda harus menunggu diluar"ucap salah seorang suster menghentikan langkah nyonya Park kemudian menutup pintu itu.
Nyonya Park menangis dengan sesenggukan atas apa yang terjadi, dalam hatinya ia merutuki dirinya sendiri karena rasa bersalah.
"Nyonya, luka anda harus di obati"ucap salah seorang suster mencoba membujuk nyonya Park yang terduduk di lantai rumah sakit.
"Tidak! Aku ingin melihat putraku!"jawab Nyonya frustasi.
"Eomma, kumohon obati dulu dirimu"ucap Woojin yang baru saja datang dengan tubuh yang diperban dibeberapa bagian karena luka.
"Iya sayang, lakukanlah ini demi Jihoon"ucap sang suami yang juga baru saja diobati.
Nyonya Park mengusap wajahnya,
Mengusak jejak darah di dahinya
"Tapi putraku akan selamat bukan?"tanya Nyonya Park lirih kearah sang suami.
Dengan suara bergetar dan kaku, Tuan Park menjawab
"Tentu saja, karena Jihoon kita anak yang kuat"
.
"Dokter! Bagaimana putra saya dokter? Bagaimana?"pertanyaan itu diucapkan bertubi-tubi oleh nyonya Park.
Namun tak ada jawaban dari sang dokter.
"Apa anda ayahnya Park Jihoon?"tanya sang dokter kepada Tuan Park yang langsung mengiyakan
"Benar, saya Ayahnya"jawab Tuan Park
"Kalau begitu, mari kita bicara di ruangan saya"ucap sang Dokter kemudian berjalan lebih dulu.
Tuan Park menghampiri Woojin
"Jaga ibumu"ucap Tuan Park kemudian menyusul sang dokter.
Didalam ruangan itu terasa hampa,
Jemari tuan Park menjadi gelisah saat ia mendengar helaan nafas sang dokter
"Putra anda mengalami Koma"ucap sang dokter, membuat Tuan Park kini menatapnya tak percaya
"Kepala Putra anda terbentur sangat keras, membuat beberapa kerusakan yang agak fatal. Walaupun Koma, tetap saja itu adalah keberuntungan walau sementara. Karena terkadang ada yang meninggal akibat benturan sekeras ini"ucap sang dokter menjelaskan.
"Sementara?"Ucap Tuan Park dengan nada penuh tanda tanya
"Putra anda sekarang sedang koma, jadi kita hanya bisa menunggu keajaiban agar putra anda bangun. Tapi, resikonya putra anda bisa kritis atau lebih buruknya lagi meninggal dunia kapan saja"ucap sang dokter,
Membuat hati tuan Park mencelos mendengar penjelasan tersebut.
"Maafkan saya, tapi kita hanya bisa berdoa untuk kesembuhan putra anda sekarang"ucap dokter itu lagi.
Tuan Park dengan gemetar berdiri dari kursinya,
Membuat sang dokter mendongak untuk menatapnya
"S-saya keluar dulu kalau begitu"ucap Tuan Park terbata, kemudian berjalan keluar dari ruangan itu.
Dengan berjalan bertumpu dinding,
Ia menyusuri lorong itu menuju ruangan Jihoon dirawat.
Dari kaca pintu itu, dapat ia lihat sang istri sedang menggenggam jemari sang putra yang terbaring diatas kasur rumah sakit.
Tuan Park tak dapat lagi menahan dirinya,
Akhirnya pertahanannya runtuh,
Dan kini ia terduduk di lantai dingin itu,
Menangis sesenggukkan di lorong sepi itu menyesali atas apa yang telah terjadi.
Kejadian itu terlalu cepat,
Karena tiba-tiba saja saat diperjalanan,
Sebuah mobil yang oleng menabrak bagian samping mobil nya,
Membuat kemudinya juga tak terkendali,
Hingga sisi kanan mobilnya menghempas pembatas jalan dengan keras.
Yang mana itu adalah sisi Jihoon duduk,
Dan menjadi sisi yang paling hancur dari mobilnya.
Lagi dan lagi ia menyesal,
Putra nya yang masih berumur 16 tahun itu sekarang akan melewatkan masa remaja nya dengan berbaring di ranjang rumah sakit.
Tbc
Votement juseyo
Kisseu
ESTÁS LEYENDO
The Last (NIELWINK)
FanfictionSaat ia membuka matanya, Jihoon sadar bahwa dunia sekarang sudah berubah. Tidak ada seorang pun dan ia merasa sendirian. Namun, disaat ia berada pada titik lemahnya, Ternyata masih ada orang lain yang membantunya.
