2 - Siapa Sih Bapaknya?

104 18 0
                                    

"Morning miss Gisa."

"Morning Satria."

"Haiii miss Gisa."

"Haiii Nadira."

"Hello miss Gisa."

"Hello princess Keana."

"Morning my beauty Miss Gigi."

Gisa mendadak menghentikan langkahnya di depan kelas nursery 2, dimana bocah lelaki yang memanggilnya berdiri menyambut kedatangannya.

"Morning little Gigi." balas Gisa seraya berjongkok menyamakan tinggi badannya dengan bocah kecil berambut ikal di depannya. Si bocah yang didekati Gisa justru menggoyang-goyangkan tubuhnya ke kanan dan kiri dengan gerakan menggemaskan.

"Gigi tumben nih dateng lebih pagi?" tanya Gisa pada pemilik pipi bulat bernama Narendra Giri tersebut.

"Yes Miss, soalnya pak Damar sakit jadi gak bisa anterin go to school."

Gisa mengangguk pelan. Damar yang disebutkan Giri tadi adalah pria paruh baya yang beberapa hari lalu selalu mengantarkan Giri ke sekolah. Supir pribadi Giri tersebut biasa terlihat di depan pagar sampai Giri benar-benar masuk kelas tanpa drama tantrum dan sebagainya.

"Terus tadi diantar siapa?"

"Diantar papaku dong, abis drop kakak di sekolahnya terus antar Giri ke sini." jawabnya sambil melebarkan kelopak matanya dan berkedip-kedip ceria.

"Iiih... Ini tumben banget masih belepotan susu gini mulutnya." refleks Gisa yang masih berjongkok mengambil tissue basah dari dalam sakunya dan membersihkan tepian mulut balita itu.

"Ini matanya juga masih ada beleknya sayang." lanjut perempuan itu lagi setelah menghembus napas kasar. "Tumbenan banget deh Gigi."

Tak menjawab, si bocah balitabyang ditanya justru mengangkat bahunya tak tahu menahu. "I don't know miss, tanya papa aja." serunya sambil mengerucutkan bibir.

"Emang mbak susternya nggak rapihin dulu?"

"Mbak Narti?" tanya Giri langsung diangguki Gisa.

"Mbak Narti gak dateng, bolos lagi.. maybe?"

Bolos?
Ckkk... Anak ini, bukannya bolos. Bisa jadi si susternya yang kali ini bernama Narti Narti itu sudah hengkang lantaran tak sanggup dengan tingkah luar biasa anak majikannya.

Terkekeh kecil, Gisa lantas membuang tissue basah yang sudah ia gunakan, lalu berpamitan pada si kecil Giri. "Okay udah cakep lagi, sekarang miss Gisa ke ruang guru sebentar ya." pamit Gisa lantas berdiri. Namun baru selangkah ia pergi, ujung blousenya ditahan oleh tangan kecil bocah yang usianya belum genap empat tahun itu.

"Itutt Miss." gumam Giri lagi-lagi menarik ujung blouse yang dikenakan Gisa.

"Hmm? Kenapa sayang?" Gisa menoleh dan mengusap samar punggung tangan Giri.

"Itut Miss Gisa." cicit Giri dengan memasang puppy eyes yang menggemaskan. "Boleh dong. Iya dong Miss." lanjutnya kini mengerucutkan bibir.

Tak langsung menjawab, Gisa malah berpikir cepat. Padahal ia berniat menghabiskan sarapan nasi uduknya dengan tenang pagi ini, tapi jika Giri terus membuntutinya seperti kemarin... mungkin gadis itu harus menahan lapar lagi hingga istirahat siang jam sebelas nanti.

"Boleh kan Miss?" rengek Giri tak sabar menunggu anggukan kepala Miss kesayangannya.

"Tapi janji.." Gisa mengangkat telunjuknya. "Duduk anteng, pinter, gak lari-larian di dalem ruangan. Deal?" lanjutnya kini mengulurkan kelingking kecilnya.

Gisa masih ingat benar di hari kedua masa trial Giri di Eleven preschool ini, bocah itu tak henti-hentinya membuntutinya dengan berlarian ke sana kemari. Hingga kemarin berhasil membuat meja kerjanya di ruang guru banjir lokal karena Giri menumpahkan botol air berukuran besar milik Gisa.

"Deal Miss Gigi." senyum Giri melebar sempurna tatkala Gisa menyetujui pintanya.

Mengambil napas panjang, akhirnya Gisa memutuskan untuk menggandeng balita itu guna mengikuti langkahnya menuju ruang guru yang tinggal beberapa meter lagi.

"Kayaknya jadi nih Giri sekolah disini.." ucap Amira ketika lagi-lagi melihat Gisa sudah menggandeng murid barunya untuk masuk ke ruangan.

"Harus jadi dong, tuh udah nempel banget sama Miss Gisa." jawab Ana sambil terkekeh geli.

"Sstt... dilarang ghibah pagi-pagi, gue laper." saut Gisa saat mendengar kasak kusuk dari teman-teman seprofesinya.

"Apa hubungannya ghibah sama laper?" bisik Amira mencondongkan tubuhnya mendekati meja. Gisa.

"Kalau gue laper gak bisa bales mulut laknat kalian yang ngumpanin gue buat jadi nanny nya Giri." Gisa ikut berbisik karena tak ingin muridnya mendengar sang guru yang lancar bergosip pagi dengan bahasa non formal elo-gue nya.

"Ehh by the way Gis, kemaren Lo jadi ketemu bokapnya Giri kan?" tanya Ana lagi.
Gisa mengangguk pelan sambil sibuk mengeluarkan bungkusan nasi uduk yang ia beli ketika perjalanan menuju sekolah tadi.

"Terus?" ganti Amira yang penasaran.

"Terusin aja sendiri." jawab Gisa acuh tak acuh.

"Ckk... Serius gue Gis, Giri jadi kan sekolah disini setelah trial dua minggu?"

"Gak ada obrolan apa-apa lagi sih, abis gue serahin Giri ke gendongan bapaknya gue langsung ngibrit pulang. Pegel tau berjam-jam pangku di iting Gigi itu." desis Gisa seraya melirik Giri yang sibuk merapikan spidol warna warni di meja kerjanya. Memastikan sekali lagi agar bocah itu tak mendengar percakapan yang membicarakan tentang  dirinya.

"Kalo Giri jadi masuk sini kan setidaknya bonus performance lo bisa nambah dodol, iih gimana sih?"

"Iya juga sih, kemren tuh gue keburu capek mbak An, makanya gue langsung cabut begitu Giri diambil alih bokapnya." jawab Gisa dengan mulut penuh makanan. Perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu memang tak sempat memikirkan untuk bertanya mengenai keputusan orang tua Giri terkait kelanjutan sekolah putranya.

"Elo mah Gis, kesempatan tau."

"Kalo udah cocok juga pasti akan daftar mbak."
bela Gisa. "Nanti juga bokapnya kesini, nanti gue tanyain deh." lanjut Gisa masih dengan mulut penuh makanan.

"Pak Ervan nanti kesini?" tanya Amira antusias.

"Seinget gue emang namanya Ervan, Ervano Bhalendra."

"Serius Gis?" gantian Ana yang terbeliak hingga berdiri dari kursinya.

"Kenapa dah?"

"Ckkk... Lo kudet amat dah sampe gak tau Ervano Bhalendra itu siapa?" ledek Amira.

"Bapaknya Giri kan?" jawab Gisa dengan santainya.

"Astaga naga Gisa... repot amat ngobrol sama manusia jaman batu yang jauh dari sosmed macem Lo." Ana menepuk keningnya tak habis pikir.

Kenapa sih?
Emang Ervano Bhalendra siapa sih?
Penting gitu?
Gisa masih diam menatap bergantian pada kedua rekan kerjanya itu.

"Tanya sendiri sono sama anaknya." pekik Ana mengendikkan dagu ke arah Giri yang masih duduk tenang di meja kerja Gisa.

▪️
Tbc

Btw gaesss cerita ini juga ada di FB grup salah satu penerbit, aku pindah kesini juga biar gampang nyarinya... Love you all 😘😘😘😘

Jika Nanti Jatuh Cinta LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang