half a heart part10

18.8K 661 89
                                    

"kamu milikku. Selamanya."  Ucapan pria itu tidak pernah bisa terlupakan. Ia hanya mengartikan Chanisa bagai barang. Ada luka yang Chanisa sembunyikan. Rintikkan hujan terjatuh secara perlahan. Chanisa mengangsurkan tangannya. Mencoba menangkap rintikkan air hujan. Rintikkan demi rintikkan terjatuh dan membasahi  tangan Chanisa. Seperti itukah hatinya. Meleleh bagai lilin yang terbagai api. Hancur secara perlahan.

Chanisa memejamkan matanya, mencoba menghilangkan rasa sakit dan sedih. Suara ketukan kembali terdengar dari pintu kamar flat Chanisa. Setelah malam itu, dengan diam-diam Chanisa pergi dari mansion Daniel. Ia memilih untuk pergi dan meninggalkan pria itu. Itu yang terbaik untuknya
"Chanisa, kita harus bicara. Aku mohon. Katakan dimana salahku?" Teriak Daniel dari luar. Chanisa seakan merasakan sedih dari nada pria itu. Tapi ia tidak ingin menjadi barang. Ia butuh kejelasan. Rasa sedih itu kembali menyusup. Chanisa tidak ingin bertemu dengannya lagi. Itu adalah pilihannya. Chanisa berjalan keranjanganny dan merebahkan tubuhnya. Suara itu sudah menghilang. Chanisa memejamkan matanya. Mencoba mengistirakan tubuhnya setelah seharian merapihkan pakaiannya.

Tiga koper sudah bertengger di pojok ruangan. Tinggal menunggu lima jam kepergiannya kembai keIndonesia. Melupakan semuanya, sebelum ia tejebak dalam sebuah ikatan tanpa nama. Chanisa tak bisa lagi menahan airmatanya. Buliran airmata terjatu dengan sendirinya. Chanisa tak bisa menahannya lagi dan memangis tersedu, perpisahannya dengan Ramond tidak menyesakkan seperti ini. Setidaknya ia masih bisa berdiri dengan angkuh. Tapi sekarang, ia terlihat menyedihkan dan tak bisa berhenti menangis. Perlahan tubuhnya terasa lelah dan tertidur.
€€€

Chanisa keluar kamar diam-diam. Ia sedikit takut Daniel masih ada didepan. Ia harus segera pergi tanpa diketahui Daniel. Chanisa memegang perutnya. Sepertinya lambungnya bermasalah. Ia tidak pernah ada masalah dengan lambung selama ini. Tapi mungkin, karena sejak kemarin ia mengurung diri dan tidak makan seharian penuh. Kini lambungnya sedikit bermasalah dan sepertinya perutnya terasa mual.

Jam masih menunjukkan pukul tiga dini hari. Chanisa mendorong kopernya menuju lift. Chanisa memencet tombol lift dan menunggunya terbuka. Lampu lift menandakan pini lift akan terbuka, Chanisa bersiap-siap masuk, namun langkahnya terhenti. Ia berniat untuk berbalik, namin tangan pria itu lebih cepat menangkapnya. Merengkuhnya tubuh Chanisa dengan erat.
"Apa salahku?" Ucapnya dengan nada yang terdengar frustasi." Apa aku hanya mainan dimatamu?" Chanisa mendongak kesal. Seharusnya ia yang berkata seperti itu, kapan ia akan pergi meninggalkanmya nanti. Chanisa mencoba melepaskan pelukannya, namun terasa erat. Hembusan nafas Daniel terasa ditengkuknya. Lorong yang kosong juga hanya hembusan angin dan sunyi yang semakin membuat keduanya mematung.
"Kamu yang bilang hanya ingin memilikiku. Tapi tidak ada hubungan apapun diantara kita. Dan dengan cepat atau lambat, kita akan berpisah." Chanisa tak bisa menghalangi airmatanya untuk terjatuh. Isakannya tak bisa tertahan. Daniel membalik tubuh Chanisa. Tangannya membelai rambut Chanisa dan jatuh dipipinya, dengan lembut ia membasuh pipi Chanisa, menghilangkan airmata yang membasahi pipinya.
"Aku mencintaimu, apalagi yang kamu inginkan?" Ucap Daniel, Chanida menepis tangan Daniel kesal.
"Aku bukan mainanmu! Setiap wanita butuh kepastian. Bukan hanya sekedar teman tidurmu!" Bentak Chanisa. Daniel mencoba mendekati Chanisa. Ia tersenyum kecil dan merangkul Chanisa.
"Apa kamu menginginkan sebuah pernikahan?" Tanya Daniel dengan suara lembut. Wajah Chanisa memerah karena mata Daniel yang menatapnya nakal. Daniel mengangkat dagu Chanisa dan melumat bibir Chanisa lembut. Chanisa mendorong tubuh Daniel membuat pria itu sedikit bingung. Dengan cepat ia memasuki toilet didekat lift dan menutupnya. Tidak ad aysng keluar, namun Chanisa merasa isi perutnya keluar semua.

Daniel menyusul ke toilet. Ia panik saat Chanisa mendorongnya. Mengira wanita itu masih marah padanya. Nanun melihatnya yang langsung berlari ke toilet membuatnya panik. Daniel melihat Chanisa yang terlihat lemah. Dengan cepat ia meraih punggung Chanisa agar tubuh kecil itu tidak terjatuh. Daniel mengambil saputangannya. Membasahkannya dengan air hangat dan membasuh bibir Chanisa.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Daniel.
"Sepertinya lambungku bermasalah." Ucap Chanisa. Ia bersandar dibahu Daniel. Tubuhnya seperti tak bertenaga. Daniel mengangkat tubuh Chanisa dan membawanya kembali kekamar. Ia menghubungi dokter terdekat tak memperdulikan matahari yang baru terbangun. Danil berjalan ke dapur dan mengambil air hangat untuk Chanisa.
"Minumlah, agar kamu sedikit lebih baik." Daniel membantu Chanisa untuk duduk. Daniel duduk di pinggiran kasur. Tangannyabkembali membelai rambut Chanisa dan jatuh di pipinya.
"Jangan pernah lari, katakan apa yang kamu inginkan." Ucapnya lembut. Apa kita akan terus melakukan kesalahan yang sama? Lari dari perasaan kita. Hanya karena sebuah kesalah pahaman." Tambahnya. Chanisa menunduk merasa bersalah. Rasa takut dan Sedihnya membuatnya hampir bertindak bodoh.

half a heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang