Aku terlambat bereaksi. "Ha-halo," balasku gugup.
"Sebelumnya, perkenalkan namaku Abby, temannya Lian. Boleh ikut denganku sebentar tidak?" Dia memperkenalkan diri dan bertanya.
Aku mengernyit. Lian? Siapa itu?
Belum sempat aku merespons, gadis itu tahu-tahu menggenggam kedua tanganku. Dalam sekejap, aku merasakan sesuatu seperti menghantam kepalaku, membuatku refleks memejam. Namun, begitu aku membuka kelopak mata, aku sudah enggak berada di halaman sekolah lagi, melainkan di ... sebuah ruangan?
Ada sofa merah di sisi kiriku. Dindingnya bercat putih dengan emblem emas. Lantainya porselen, warna putih bersih. Sementara langit-langitnya berwarna krem, dengan hiasan lampu chandelier yang mewah.
Kami-maksudku, aku dan Abby-enggak sendiri. Ada dua orang laki-laki yang tengah bersandar di dinding. Salah satunya orang yang kukenal: Xi.
Abby melangkah di depanku, lalu berbalik. Matanya menyipit saat dia tersenyum.
"Maaf ya, aku jadi harus menyeretmu ke sini," ucapnya. Aku bisa merasakan rasa bersalah pada suaranya.
Aku diam, masih mencoba mencerna apa yang terjadi. Beberapa detik lalu, aku masih berada di sekolah dan sekarang, aku sudah berada di tempat lain, di sebuah ruangan.
"Aku ... enggak mengerti."
Xi mengembuskan napas. "Abby, kamu membuatnya kaget."
"Ah, enggak itu-" Aku hendak melangkah, tapi tubuhku langsung terhuyung. Beruntung Abby sigap menangkap tubuhku.
"Pusing, ya? Aduh, maaf, ya. Efek pertama kali berteleportasi memang begitu," ucapnya lagi.
Jadi benar tebakanku.
Abby lalu membantuku duduk di sofa. Setelah itu-dengan posisi berdiri-dia berkacak pinggang. "Ada yang harus kami bicarakan denganmu."
Xi mengangguk, lalu berjalan menghampiri kami. "Kamu melihat kejadian tadi, kan? Saat Abby membawaku berteleportasi."
Aku mengangguk singkat.
"Maaf, tadi genting sekali. Aku jadi harus menggunakan kekuatanku." Xi mengusap kepalanya. "Kamu satu-satunya saksi. Jadi, kami enggak bisa membiarkanmu-ehm, namamu siapa?"
"Zaline. Zaline Syah."
"Baiklah, Zaline. Namaku Xi Arelian. Kamu bisa memanggilku apa saja, tapi aku lebih suka dipanggil Lian."
Ah, jadi itu nama lengkapnya. Aku jadi sedikit senang. Seenggaknya, aku tahu sedikit lebih banyak tentang Xi daripada Aerika, walau cuma nama lengkapnya, sih.
"Lian."
"Ya?"
Aku menggeleng. "Hanya memanggil."
Namun, Lian tidak terlihat kesal. Dia lalu menoleh pada Abby, membicarakan sesuatu, berbisik-bisik, sementara aku diam mengamati.
Di sudut ruangan, laki-laki satunya juga hanya mengamati kami. Dia terlihat lebih muda, mungkin SMP?
Mengejutkannya lagi, dia juga punya benang biru seperti Lian dan Abby di jari telunjuk kirinya, membuatku memekik tertahan.
"Oh, namanya Luxien."
Xi yang sepertinya sudah selesai berbicara dengan Abby dan menyadari aku yang melihat laki-laki itu tergelak kecil.
"Lux, kemarilah," panggil Xi pada laki-laki itu. Dia menurut, lalu mendekat.
Xi menepuk bahunya. "Dia memang agak pendiam, tapi anaknya baik kok!"
"Ehem." Abby berdeham, membuat kami minus Abby mengalihkan atensi padanya. "Oke, Zaline. Aku sudah dengar tentangmu dari Lian."
Apa soal kejadian di stasiun?
"Katanya, dia bertemu denganmu di stasiun."
Oh, benar.
"Dan kamu satu-satunya orang yang enggak terpengaruh kekuatannya. Juga, saat di sekolah tadi."
"Benar. Tapi, aku enggak tahu kenapa."
Abby mengangguk singkat. "Aku mengerti. Lalu, katanya kamu juga melihat benang biru di jarinya."
Aku mengangguk. "Di telunjuk kiri, tepatnya."
Abby terdiam, membuat ruangan ini lengang sejenak sebelum kembali melanjutkan, "Apa di jariku juga ada benang biru?"
Aku mengangguk lagi. "Iya, ada. Di jarinya juga ada," kataku sambil menunjuk Luxien.
Mereka bertiga saling tatap.
"Zal, apa kamu tahu ... Abby bisa menghilang, sedangkan Lux bisa berkomunikasi dengan hewan," ujar Lian.
Itu lebih dari cukup untuk membuatku terkejut dan heran. Mereka bertiga punya benang biru di jari telunjuk dan memiliki kekuatan aneh. Xi dapat menghentikan waktu; Abby berteleportasi; dan Lux berbicara dengan hewan.
"Zaline ...," panggil Abby, "sebenarnya ... kamu itu siapa?"
***
Hayooo, Zaline itu sebenernya siapa ya? :"
-Zu
ВЫ ЧИТАЕТЕ
Blue String - END (Terbit)
ФэнтезиSetiap orang memiliki benang merah takdir di jari kelingking yang menghubungkan seseorang dengan jodoh masing-masing. Benang merah itu tak dapat dilihat, kecuali bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melihatnya. Itulah yang diceritakan mama Zal...
3 • gadis yang dapat menghilang.
Начните с самого начала
