Ayahnya menggeleng takjub. "Kamu nggak mau belain ayah ta, kak?"

"Enggak, soalnya aku juga pingin ketemu sama pacarnya ayah,"

"Ayah lho nggak punya pacar. Nguawur ae,"

"Ish, ish bohong," ucap Lucia lagi. "Aku liat lho waktu itu ayah makan di ayam bakar sama cewek,"

Ayahnya terdiam dan mencoba mengingat perempuan mana yang dimaksud anaknya. "Kamu nggak salah liat itu?"

"YA MASA AKU NGGAK NGENALIN AYAH???" seru Lucia heboh. "Cantik. Kayaknya masih muda,"

"Oooh, mesti maksudmu Vera," ucap ayahnya setelah berhasil mengingat. "Itu anak buahnya ayah di kantor,"

Lucia menyipitkan matanya tidak percaya.

Ayahnya tertawa. "Bener ini ayah nggak bohong. Vera memang anaknya ayah di kantor, tapi dia mau ngenalin tantenya ke ayah,"

Seketika ruang makan ramai dengan sorakan.

"Heh, sek ta," ucap ayah karena anaknya kelewat heboh. "Ayah belum kenalan yang gimana-gimana. Tunggu persetujuan kalian dulu,"

"Pokoknya asal ayah cocok, orangnya baik, aku setuju," ujar Lucia.

"Aku juga," ucap Baskara. "Kan ayah yang bakal menjalani, jadi selama ayah merasa itu baik, jalan terus aja,"

Audi menyetujui ucapan adik-adiknya. "Tapi pelan-pelan aja yah. Kita nggak maksa kok. Kalau ayah memang nggak mau ya udah, nggak masalah,"

Baskara dan Lucia mengangguk membenarkan. "Sekalipun kita pingin ayah punya temen di hari tua besok, kalau ayah bener-bener nggak mau nikah lagi ya we respect that,"

Ayahnya tersenyum. "Nanti ayah pikir-pikir lagi. Sekarang kita siap-siap ke tempat bunda terus jalan-jalan sebelum Mas Aska pulang ke kos,"

"Wait! Mas Aska juga jangan lupa cari pacar. Aku aja punya, masa kamu enggak?" ujar Lucia. "Besok wisuda mau gandeng siapa?"

Aska tertawa. "Hadeh, kena juga gue,"

**

"Kamu nggak pergi, mbak?" tanya mama yang membuat Helga mendongak dari ponselnya.

Gadis itu menggeleng. "Kenapa?"

"Nggak apa-apa. Nggak main sama temen-temenmu?"

Helga terekekeh. Mamanya selalu seperti ini, bingung kalau anaknya terlalu sering di rumah. "Kan udah, ma, kemarin staycation tiga hari itu,"

"Nggak mau pergi-pergi lagi? Ke Bali, mau? Mama abis dapet arisan, buat kamu jalan-jalan aja,"

Kali ini Helga terbahak. "Kenapa, sih, ma? Aku betah kok di rumah,"

"Beneran betah? Nggak bosen di rumah?"

"Beneran. Lagi pula temen-temenku juga punya agenda, ma. Nggak mungkin libur dua bulan main sama aku terus," jawab Helga.

Mamanya mengangguk. "Ya udah, kalau emang betah di rumah. Kamu, tuh, apa-apa nggak pernah cerita. Mama takut kamu sedih tapi dipendem sendiri,"

Helga mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa tiba-tiba mikir gitu? Aku baik kok, ma. Nggak lagi sedih, nggak ada masalah yang berat..." ucapnya yang tidak seratus persen jujur, tapi tidak seratus persen bohong juga.

"Nggak tau, feeling aja. Kamu kayaknya jadi lebih diem, jarang main keluar, uang jajan dari papa juga nggak dipakai," ujar mamanya lagi.

"Ih, aku pakai ma. Dari kemarin aku jajan-jajan terus," jawab Helga. "Papa, tuh, yang kirimnya kebanyakan,"

Mamanya tertawa. "Semester kemarin dapet beasiswa lagi?"

Helga mengangguk. "Makannya uang dari papa masih ada banyak karena include uang kuliah," ujar gadis itu. "Padahal aku udah bilang kirim uang jajan aja,"

"Kamu beasiswa, Aldio beasiswa juga, kasian lho papa udah kerja capek-capek tapi anaknya nggak ada yang bayar kuliah,"

Helga tertawa.

"Tapi kamu beneran seneng, kan, kuliah?"

"Seneng dong, Ma. Buktinya nilaiku bagus, aku aktif organisasi," jawab Helga dengan tersenyum. "Mama nggak usah khawatir, aku baik-baik aja kok. Mungkin temenku nggak sebanyak dulu, but I'm happy dengan lingkar pertemanan yang lebih kecil ini,"

"Kalau pacar, ada nggak? Kayaknya selama kuliah mama nggak pernah denger kamu punya pacar,"

Helga meringis. "Emang nggak ada. Nggak nyari juga, sih,"

"Kenapa? Jelek-jelek ya temenmu?"

"Enggak, lah. Bukan itu," ucapnya dengan tertawa. "Belum merasa ada yang cocok buat jadi pacar,"

Ibunya mengangguk paham. "Ya udah, mama nggak ngejar-ngejar juga. Tapi jangan semuanya ditolak ya, mbak. Mama tau kamu banyak pertimbangan, tapi sesekali nekat juga nggak apa-apa kok. Kalau patah hati, kan masih ada mama di sini. Masih ada papa sama Aldio juga,"

Helga mengangguk. "Iya, mama,"

"Kamu masuk kuliah kapan, sih? Bareng Aldio?"

"Enggak, aku besok senin. Aldio masih senin depannya lagi," jawab Helga. "Dia ke mana, sih? Kayak nggak denger suaranya dari tadi,"

"Baru mandi," jawab ibunya. "Katanya capek kemarin abis nyetir bolak-balik,"

Helga menatap jam di ponsel. Sudah pukul sebelas siang. "Makan di luar yuk, ma? Nggak masak, kan?"

"Enggak, bingung mama mau masak apa lagi,"

"Ya udah, nanti abis Aldio beres mandi, kita langsung pergi aja,"

Ibunya mengangguk setuju. "Oke, mama siap-siap kalau gitu,"

Berselang lima belas menit, Helga mendapati adiknya bersandar di pintu. Masih dengan wajah mengantuk, rambut yang belum kering, dan baju yang belum dipakai.

"Apa, nih? Pamer hasil work out?" celetuk Helga yang sedang menggulung kabel catokan.

Adiknya terkekeh. "Cakep kan gue," ujar Aldio lalu melangkah masuk dan berdiri di belakang kakaknya. "Mau makan apa, Mbak?"

"Sushi, yuk? Mau nggak?"

Aldio mengangguk. "Lo nyetir ya, gue ngantuk banget," ucapnya sambil merebahkan diri di kasur milik kakaknya.

"Dio! Nanti spreinya basah terus bau," omel Helga yang direspon tawa oleh adiknya. Lelaki itu bangkit kemudian memeluk kakaknya. "Ngantuk mbaaak,"

Helga mendecak namun membalas pelukan adiknya serta mengusap punggungnya. "Gaya banget, sih, lo pacarannya ke luar kota. Tepar, kan, sekarang,"

"Ya gimana, dia yang minta," jawab Aldio lesu. "Tapi kayaknya ini terakhir, deh,"

"Eh? Kenapa gitu?" tanya Helga sambil memberi jarak diantara mereka.

"Capek. Dia banyak mau tapi nggak pernah ngertiin gue," ujar Aldio.

Helga terkekeh. "Akhirnya, sadar juga,"

Aldio ikut tertawa. "Sial, lo pasti selama ini ngetawain gue, ya?"

"Iya. Lagian bego banget, mau-maunya diperbudak. Emang dapet apa, sih?"

"IH GITU BANGET," seru Aldio. "Dapet seneng, lah,"

Helga mendecak. "Apaan, tiap abis pacaran muka lu sepet gitu. Nutup pintu mobil dibanting, kalau naik motor ya ntar helm dibanting,"

Aldio terkekeh. "Cie, lu perhatian ya ternyata,"

"Ya menurut lo?" ucap Helga dengan menyentil dahi adiknya.  "Buruan siap-siap. Sepuluh menit belum sampai teras gue tinggal," ujar gadis itu yang membuat adiknya segera melesat dari kamarnya untuk berganti pakaian.

***

[31/12/2021]

Final AssignmentWhere stories live. Discover now