"Semuanya pasti bakalan baik-baik aja 'kan, nanti?" ujar Jansen, menoleh pada Jean.

Tanpa ragu, Jean mengangguk, sebagai bentuk penenang agar Jansen tak terlalu memikirkan hal-hal seperti ini. "Kita jalanin aja."

"KAKAK!"

Sontak, panggilan nyaring itu membuat atensi keduanya beralih, mendapati Raiden yang melambaikan tangannya tinggi-tinggi pada mereka.

"AYO KE SINI! KITA FOTO BARENG!" ajak pemuda itu, tersenyum lebar, tanpa menurunkan tangannya yang melambai-lambai, isyarat agar kedua kakaknya mendekat.

Jansen tersenyum tipis, sebelum pemuda itu ikut bangkit, berlari kecil menyusul Jean yang sudah menghampiri adik bungsu serta ibu sambung mereka.

***

Merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku dan pegal, wanita dengan rambut yang tergulung tinggi itu menghela napas panjang, menatap jam yang sudah menunjukkan waktu dini hari. Membereskan sisa pekerjaannya, wanita itu spontan menutup mulut kala rasa kantuk membuatnya menguap.

Selesai membereskan sedikit kekacauan pekerjan yang belum sepenuhnya selesai, Dera melangkah keluar dari ruang studio khusus di rumah yang menjadi tempatnya bekerja. Karena merasa haus, wanita itu mengurungkan niat menuju kamar, langkahnya menuju ke belakang, tepatnya ke dapur.

Membuka kulkas, Dera mengambil botol kecil berisi air mineral yang masih tersegel, lantas meneguknya beberapa kali. Selesai memenuhi rasa dahaganya, ia kembali mematikan lampu dapur, berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat, namun ketika melewati salah satu kamar, tak sengaja Dera melihat lampu yang masih menyala dengan pintu sedikit terbuka.

"Ini ... kamar Jansen, 'kan?" gumam wanita itu, melangkah mendekat, membuka pintu yang tak ditutup dengan benar itu, memastikan jika penghuninya ada di dalam.

Menyembulkan kepalanya, Dera mendapati Jansen yang tertidur di atas ranjang dengan stik playstation di tangannya. Pantas saja lampu masih menyala dan pintu kamar tidak tertutup rapat.

Melangkah masuk dengan pelan, tak ingin menimbulkan suara mengganggu, Dera mematikan playstation milik Jansen yang masih menyala, mengembalikan stik yang masih berada di tangan Jansen ke tempatnya, lalu beralih membenarkan posisi tidur pemuda itu, menaruh kepala Jansen di bantal dan menyelimutinya.

Merasa tidurnya diusik, Jansen melenguh pelan dengan kerutan yang timbul di dahinya. Melihat hal itu pun, tangan Dera segera bergerak untuk mengusap kepala Jansen, agar pemuda itu kembali tertidur. Perlahan kerutan halus di dahi pemuda itu memudar, berganti dengan dengkuran halus.

Tersenyum kecil, Dera memandangi wajah damai Jansen yang tengah tertidur. Ia memang tak bisa benar-benar merasakan apa yang anak-anaknya rasakan, namun Dera tahu, jika kepedulian mereka terhadap satu sama lain sangatlah besar. Pasti sangat berat bagi mereka menjalani hidup tanpa seorang ibu, sekali mempunyai ibu bukannya kasih sayang yang mereka dapat malah siksaan.

"Maaf ya, Mommy memang belum bisa jadi ibu yang baik, tapi Mommy akan terus berusaha jadi yang terbaik buat kalian," ujar Dera, tersenyum. Membungkukkan punggungnya, mengusap rambut Jansen dan mengecup singkat kening pemuda itu, sebelum mematikan lampu dan keluar.

Masuk ke kamarnya sendiri, Dera langsung mencuci tangan dan kaki, serta membersihkan wajahnya dan memakai rangkaian skincare malamnya. Selesai dengan itu, Dera menjatuhkan dirinya di atas kasur yang empuk, helaan napas lega terdengar saat rasa nyaman dan empuk kasur membuat tubuhnya sedikit rileks.

Barusaja kelopak matanya memejam, suara denting ponsel yang berada di nakas membuat fokus wanita itu beralih, mengambil benda pipih yang barusaja berbunyi itu. Siapa yang menghubunginya malam-malam begini?

AffectionWhere stories live. Discover now