"UAS terakhir kapan?"

"Tanggal 20 nanti, persis hari Jumat."

Bayu mengangguk sambil menguap lebar lantas mengusap wajahnya.

"Lo juga ada pameran tanggal segitu bukan sih?"

"Iya." sahut Bayu pendek lantas dia menelungkupkan kepalanya di atas meja.

Mereka ada di kedai makan gak jauh dari kampus. Tadinya mereka berencana mau langsung pulang setelah beli makan di luar, tapi di tengah jalan, hujan lebat turun duluan sebelum keduanya sampai di kosan masing-masing. Yah, namanya akhir tahun memang biasa masuknya musim hujan. Jadilah mereka mampir ke kedai makan terdekat, sekalian meneduh menunggu hujan sedikit mereda dan mengisi perut kosong.

Bayu gak masalah dengan hujan, tapi masalahnya dia ngaaaanntuuukk banget banget banget. Karena apa? Tentu saja begadang demi menyelesaikan tugas besar akhir semester untuk pameran nanti.

Dibilang begadang kayaknya juga gak layak, soalnya Bayu cuman tidur kurang dari 7 jam dalam dua hari. Dan itu telah terjadi dalam kurun waktu seminggu terakhir.

Mulanya Sandi mau mengajak ngobrol Bayu, soalnya mereka sama-sama lagi chaos dan gak punya banyak waktu buat bareng lama-lama semenjak ulang tahun Sandi tempo waktu lalu. Tapi lihat Bayu sekarang berpangku kepala beralaskan lipatan tangannya sendiri di atas meja—dengan mata terpejam dan deru napas pelan—bikin Sandi gak tega menginterupsi. Sandi gak yakin apakah Bayu betul-betul tertidur atau cuman merem-merem gemes soalnya mereka bahkan belum makan sama sekali karena makanan pesanan mereka belum jadi, tapi Bayu gak ada tanda-tanda pergerakan sama sekali.

Jadinya Sandi cuman perhatikan Bayu sambil bertopang dagu. Mulanya cuman mengecek sebentar saja terus lanjut main ponsel atau apa gitu, tapi malah tanpa sadar jadi pandangi lebih lama wajah si kecil kesayangannya. Dari rambutnya yang sudah semakin panjang, bulu mata panjangnya, alis tebalnya, letak titik jerawat kecil-kecil karena sudah lama gak keurus wajahnya, kantung hitam di bawah mata, sampai bibir kusam yang sedikit pucat.

Atas itu semua, Bayu telah jadi presensi yang betah ditatapi sampai Sandi melupakan hiruk pikuk di sekitarnya.

"Bucin tatap terus!!"

Sandi langsung terantuk kaget sampai kepalanya lepas dari sanggahan, Bayu juga sampai melek dan mengerjap.

Sandi menoleh galak, sementara Karam si oknum yang berseru malah tersenyum—yang kelihatan ngeselin.

"Pelan-pelan ngelihatinnya, entar matanya copot loh." ledeknya.

Sandi mendelik galak. "Berisik!"

Bayu menggosok matanya dan menoleh, "Eh, ada Karam."

"Eh, ada Bayu."

Sandi mengibaskan tangannya. "Pergi lo!"

"Enak aja, gue juga mau makan kali." begitu saja Karam duduk di sebelah Sandi, disusul dua temannya. "Gak boleh ngusir-ngusir orang kayak gitu Sandi, itu sama aja lo ngehalangi rezeki tempat makan ini."

Sandi gak menyahut dan melengos, beruntung makanannya diantar datang.

"Enak keknya hujan-hujan gini nyoto." teman Karam yang duduk di sebelah Bayu nyeletuk melihat makanan punya Bayu.

"Heh, ulah naksir sama kepunyaan orang, pamali!"

"Aing kan cuman naksir sama makanannya, bukan orangnya, eleuh." tapi gak lama kemudian dia menoleh menatap Bayu. "Tapi kalau dilihat-lihat, mukanya emang tipe aing banget sih."

Uhuukkk

Sandi langsung tersedak, padahal dia cuman minum. Beda sama Karam di sebelahnya langsung pecah tawanya.

"Ehhh tapi tapi tapi, jangan salah paham ya! Aing cuman suka mukanya aja, lagian maneh cowok, aing suka masih suka cewek. Tenang aja." pundak Bayu ditepuk-tepuk pelan.

"Geus cicing sia, tong loba tingkah. Buruan erek pesen naon?" (udah diem lu, jangan banyak bertingkah. Cepetan mau pesen apa?)

Karam menatap Sandi dengan sisa-sisa kekeh geli yang gak ditahan sama sekali, dan malah beralih pada Bayu. "Kocak banget dah, untung temen gue naksir sama makanannya doang, ya kan, Bay?"

Sandi berjengit menatap Karam galak banget ketika yang ditatap pura-pura gak peka dan beralih pada pesanan makananya sebelum memulai topik obrolan yang lain.

Beda sama Bayu yang makan sambil sesekali menimpali, karena dia merasa gak terlalu terusik, toh dia juga sadar kalau celetukannya cuman sekadar bercanda. Tapi beda lagi sama pacarnya yang lempeng makan saja dan gak akan nyahut kecuali kalau ditanya—tapi lebih banyak gak menyahut karena Karam yang sering nanya ke dia dan itu bikin Sandi dongkol banget.

Lewat seperempat jam kemudian, hujan mulai mereda menyisakan rintik gerimisnya yang kemudian berhenti turun gak lama setelahnya.

"San, udah reda, ayo balik."

Sandi menurut tanpa banyak protes, soalnya emang ini juga yang ditungguin dia daritadi. Akhirnya jauh dari Karam!

Catatan tambahan omong-omong, Sandi gak cemburu lagi sama Karam kok kalau dia dekat sama Bayu, cuman tingkahnya masih nyebelin dan lebih nyebelin lagi karena Sandi gak berani ngegaplok anak teknik kimia itu.

"Bro, pamit duluan ya," pamit Bayu.

"Iye, daaahh!"

Tapi Sandi juga turut berpamitan meski dari jauh yang diiyakan lainnya.

Tanpa berkata apa-apa, Sandi menarik pelan totebag yang dipakai Bayu—hendak membawakannya.

"Gak usah—"

"Biar sekalian." Sandi tetap mengambilalih, padahal Bayu gak mau merepotkan karena bawaan Sandi sendiri pasti sudah berat dengan seperangkap laptop di ranselnya.

Tepat sebelum keluar kedai makan, dengan totebag di tangan kanan, Sandi berputar untuk meraih tangan Bayu dalam gandengan di tangan kirinya.

Sengaja? Enggak juga sebetulnya, memang sudah kebiasaan Sandi untuk meraih tangan Bayu ketika apa pun, tapi kalau memang kebetulan perilakunya sempat tertangkap oleh Karam dan teman-temannya, apa boleh buat. Karam saja yang melihatnya juga cuman geleng-geleng kepala.

Jalanan jadi agak lengang sehabis hujan, sehingga perjalanan Sandi dan Bayu gak terhalang macet selain berada di titik tertentu seperti lampu merah—meski itu mah karena detik lampu merahnya lebih lama daripada lampu hijaunya. Tipikal bagian pusat kota di mana-mana.

Selama perjalanan, Bayu gak bicara sama sekali. Anteng saja memeluk pinggang Sandi dari belakang dengan kepala bersandar di pundak lebar Sandi. Kenyang habis makan, kondisi kurang tidur, lelah letih lunglai lemas lesu, disisir angin dingin sehabis hujan, beuh... semuanya tinggal merem.

Sandi tahu gelagat Bayu kalau begini, maka ditepuknya pelan tangan Bayu yang saling terikat di perutnya sebelum dipegangi selama sisa perjalanan sampai tiba di kosan kesayangannya.

"Habis ini mau tidur?" tanya Sandi sambil menyerahkan totebag yang digantung di cantelan motor.

Bayu menyahut dengan gumam pelan.

Rasanya mau buka mata lebar-lebar tapi kepayahan, tapi Bayu menyempatkan nyengir. "Dah, tiati di jalan. Nanti kalau dah bangun di-chat."

Sandi iyakan saja, soalnya paling juga Sandi yang chat duluan karena Bayu lupa atau seringnya gak ingat kalau daya ponselnya sudah habis jadi ponselnya mati. Sudah biasa—

"Mwah," Bayu melempar blow kiss, masih dengan mata setengah terpejam. "lagi sama-sama pakai helm, jadi kiss bye-nya lewat udara aja, hehehe." Bayu nyengir lagi seraya berjalan memasuki kosannya. "Dah, sayang!"

Sandi termangu cukup lama di tempatnya setelah kepergian Bayu.

Wajah bagian bawahnya diusap pelan sebelum loloskan erang pendek.

Gak ada sentuhan berarti, tapi dada kiri Sandi bukan main ributnya.

[13-11-2021]

Undercover ╏ SooGyu ✓Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin