Bel istirahat sudah berbunyi dari beberapa menit yang lalu, ketiganya kini tengah berada di kantin, mangkok-mangkok yang sebelumnya berisi bakso juga telah ludes menyisakan mangkok milik Vanya yang belum habis. Gadis yang serba sempurna itu memandangi Savita dan rea bergantian, menyimak percakapan mereka sambil menghabiskan baksonya.

"Cerita apaan sih?" Rea menjawab dengan tatapan bingungnya  saat tidak menemukan hal apa yang belum ia ceritakan kepada Savita sambil meminum kembali es jeruknya.

"Lo ada apa sama Bara?" 

"Uhukkk!"

Rea buru-buru menghentikan acara minumnya saat air bercampur perasaan jeruk itu berhenti di tenggorokan. "Uhuk uhuk," gadis itu masih terus batuk sambil memukul-mukul dadanya pelan.

Vanya yang menyadari bahwa Rea tersedak, buru-buru menyodorkan es tehnya mendekat ke arah Rea. Disaat yang bersamaan juga Savita langsung mengusap-usap punggung Rea sambil berucap, "Gue mau nawarin minum, tapi lo kesedak air."

Vanya yang mendengar ucapan Savita menghentikkan sodorannya, Savita dan Rea yang menyadari pergerakkan Vanya juga langsung menoleh ke arah gadis itu. Rea melirik tangan Vanya yang menyodorkan es teh dan wajah gadis itu bergantian.

"Eh? Iya juga ya?" ucap Vanya dengan wajah cengo-nya dan diakhiri dengan cengiran menggemaskan gadis itu. Setelahnya, es teh yang semula hendak ditawarkan untuk Rea ia minum sendiri.

Rea yang melihat tingkah polos dan menggemaskan Vanya ikutan tertawa, begitu juga Savita yang terkekeh pelan. 

Interaksi ketiganya─terutama Vanya dan Rea─tak lepas dari perhatian Agam yang tengah duduk di meja kantin langganannya bersama teman seperkumpulannya. Satunya adalah gadis yang mampu menarik perhatiannya secara alami, dan satunya adalah gadis yang selalu menarik perhatiannya meski sebenarnya ia tidak peduli.

Gadis itu memang cantik dengan kulitnya yang putih, selalu menonjol apabila di keramaian, bahkan apapun yang ia lakukan selalu terlihat indah meskipun hanya sekedar bernafas. Tapi entah kenapa, semua itu tidak bisa menarik perhatiannya secara alami, seolah-olah dari dalam kepalanya ia dituntun dan dipaksa agar selalu merasa tertarik dengannya.

Berbeda dengan gadis satunya. Perilaku-perilakunya yang berubah drastis, perkatannya yang terdengar ketus, bahkan sikap berani yang dipaksakannya itu menimbulkan rasa tertarik yang berbeda dari yang ia rasakan sebelumnya. Berkali-kali keinginan untuk menarik perhatian gadis itu memenuhi kepalanya. Tapi dalam sesaat, pikiran itu terus digantikan dengan yang sebaliknya.

Entah ia yang memiliki masalah dengan fungsi otak atau bagaimana, tapi sejujurnya perasaan dan pikirannya yang seolah-olah telah di-setting itu terasa menyiksa.

Agam mendesah pelan, mengalihkan pandangannya yang semula ke arah meja yang berjarak cukup jauh darinya menjadi lurus ke depan sambil menghembuskan nafas frustasi. 

"Lo kemarin jalan sama Rea, Bar?" Gilang yang sebelumnya asyik dengan handphone-nya mendongak menatap Bara sambil melontarkan pertanyaan. Bara yang mendengar pertanyaan untuknya ikutan mendongak menatap si penanya sebentar sebelum mengangguk.

"Buset, ada apaan lo sama dia?" tanya Galang dengan senyuman jahil. Bara yang mendengar perkataan mengejek yang sebenarnya penuh dengan rasa penasaran dari mulut kembaran Gilang hanya tersenyum tipis sebelum kembali memainkan handphone-nya.

"Yee, gak mau jawab!" Galang yang tidak mendapat jawaban itu melempar kulit kacang yang berada di depannya ke arah Bara. Cowok itu hanya melirik sekilas dan tertawa pelan saat lemparan kulit kacang itu meleset.

Agam yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri sedari tadi ikut menyimak. Dirinya sendiri juga sebenarnya penasaran dengan hubungan Bara dan Rea yang terlihat semakin dekat, apalagi keduanya kemarin terlihat jalan berdua entah kemana. 

Am I Antagonist? Where stories live. Discover now