Part 05

279 59 8
                                    

Pendeta Zhou menunduk, memungut sehelai daun, memutar-mutarnya di antara jemari. Tatapannya jauh dan menyendiri. Dia melanjutkan ceritanya pada Wen Kexing yang masih setia mendengarkan.

"Awalnya semua baik-baik saja. Selama kira-kira tiga puluh tahun. Mereka hidup bahagia dan cinta keduanya tidak berubah. Tapi keadaan di sekitar mereka berubah. Orang tua Han Ying menua kemudian meninggal. Bukan hanya orang tua tapi juga saudara, dan teman-teman, semua menua lebih cepat dari mereka. Karena Ah Xu dan Han Ying tetap muda, orang-orang mulai curiga. Ada yang mengatakan mereka minum obat ajaib, ada yang bilang mereka bukan manusia."

Pendeta Zhou menjentikkan daun hingga terlepas dan terbang sebelum jatuh menyentuh rerumputan.

"Akhirnya, Han Ying dan Ah Xu harus meninggalkan desa agar orang tidak curiga. Pasangan ini pindah tempat setiap sepuluh atau dua puluh tahun sekali."

Wen Kexing merinding membayangkan perjalanan yang sulit itu. Sepasang matanya melebar nyaris tak berkedip, meneliti ekspresi muram pendeta Zhou yang kembali berkata lirih.

"Di dunia ini tidak ada tempat yang aman bagi mereka.."

Kilasan rasa simpati menyentuh hati Wen Kexing dengan cara yang muram, yang seketika itu ia alihkan pada dirinya sendiri. Jangan terlalu terbawa suasana, atau terhanyut arus cerita, ia menegur dalam hati. Bagaimana pun ia tidak mengenal pemuda yang diceritakan pendeta Zhou padanya. Jadi, untuk apa merasa buruk.

"Tapi, apakah tidak ada hal lain yang membuat mereka bahagia?" gumam Wen Kexing.

"Ada," tatapan pendeta Zhou kembali melingsir turun searah kelopak mengering dandelion yang kembali jatuh menyusul dedaunan musim gugur.

"Mereka mengadopsi beberapa orang anak. Membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Kemudian, seperti yang telah terjadi tahun-tahun sebelumnya, waktu terus berlalu dan anak-anak mereka menjadi lebih tua dari mereka sendiri, dan akhirnya meninggal. Tidak hanya anak mereka, cucu dan cicit mereka, semuanya menjadi lebih tua dari mereka. Menyaksikan kematian demi kematian, Han Ying akhirnya tidak tahan dengan keadaan."

Pria itu menangis, menyesali keputusannya.
"Seharusnya aku tidak memakan daging puteri duyung itu.."

Didekap putus asa yang nyaris membuatnya gila, akhirnya satu hari di musim hujan, di saat laut diamuk badai, Han Ying berdiri di ujung sebuah tebing, siap untuk menyambut maut, seandainya maut itu memang ada.

"Han Ying, apa yang kau lakukan? Kemana kau akan pergi?"

Ah Xu berlari mengejar, berupaya menjangkau pria nekad itu, mencoba mencegah tindakan mengerikan. Namun, di bawah derai hujan nan brutal dan kilat yang menyambar-nyambar, ia tidak bisa melakukan banyak hal.

Byurrr!!!

Han Ying terjun dari atas tebing curam, terseret arus, dihancurkan gulungan ombak.

"Han Yiiing..!!"

Ah Xu membeku, rasa tak percaya mengguncangnya. Wajahnya sepucat mayat, dicekam horor dan penderitaan.

Padahal...

Air mata Ah Xu mengalir deras. Dia terduduk lemas di atas tebing curam.

Padahal dia pasangan hidup yang abadi, yang tetap muda selamanya. Dia telah berjanji untuk selalu berada di sisi Ah Xu.

"Han Ying..."

Menyebut namanya terakhir kali, ia tertunduk, tenggelam dalam kepedihan. Ah Xu -- si pemuda cantik yang abadi, menangis di bawah hujan badai. Kala ia menelan air matanya, rasanya asin bagai air laut. Laut yang sama, yang menelan Han Ying.

𝐄𝐭𝐞𝐫𝐧𝐚𝐥 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐖𝐞𝐧𝐳𝐡𝐨𝐮) Where stories live. Discover now