Part 03

232 63 3
                                    

A/N : Mulai bab ini adalah kisah yang diceritakan pendeta Zishu pada Wen Kexing.

Oke Wenzhou Lover's
❤ Happy Reading ❤

Dulu di sebuah desa nelayan hidup seorang pemuda bernama Ah Xu. Dia merupakan putera seorang nelayan berusia dua puluh lima. Ah Xu menghabiskan waktunya siang dan malam untuk merawat sang ayah yang sakit keras.

Tiga koin tembaga...

Ah Xu merenung.

Aku tidak bisa membeli obat untuk ayah.

Pemuda tampan itu berdiri termangu di depan sebuah toko kerajinan sederhana di desanya. Dia telah berhasil merangkai beberapa perhiasan dari kulit kerang untuk dijual pada si pemilik toko. Tetapi uang yang dihasilkan sama sekali jauh dari cukup.

"Tuan, bisakah kau tambah tiga koin lagi?" mata indah dan kulit wajah sehalus giok memasang ekspresi memelas pada pria tua pemilik toko.

"Kau dan ayahmu harusnya bersyukur masih diperbolehkan tinggal di desa ini," pria pemilik toko berkata acuh tak acuh walau pun tidak sampai hati mengusir pemuda berparas elok tersebut, tetapi sikapnya seolah tidak peduli.

Ah Xu menunduk dalam. Matanya letih menekuri kerikil dan rerumputan di jalanan desa. Dia memilih kembali pulang ke rumah untuk menghindarkan pembahasan lebih lanjut dan menyakitkan.

Hampir semua warga desa menyimpan kebencian pada Ah Xu dan ayahnya.
Karena apa?

Beberapa tahun lalu ayah Ah Xu tanpa sengaja menangkap puteri duyung. Mereka percaya mahluk yang mengerikan itu akan membawa bencana. Sore hari yang sudah ditakdirkan, dua orang nelayan termasuk ayah Ah Xu mengikat puteri duyung tersebut ke sebuah perahu.

"Astaga, puteri duyung. Ini sial. Mahluk mengerikan. Bencana apa yang akan menimpa desa ini kelak. Badai atau perang?"

"Besok kita bunuh dan bangkainya kita buang. Sementara kita harus memberitahu kepala desa, ikat puteri duyung ini lebih dulu agar tidak bisa kabur."

Kepercayaan warga desa, jika ada puteri duyung tertangkap maka harus dibunuh. Bangkainya harus dibuang ke sebuah penjara di tanjung, dikunci agar tidak bisa kembali ke laut.

Kejadian itu sebulan sebelum ayah Ah Xu jatuh sakit. Senja itu Ah Xu bersembunyi di balik sebuah perahu, memandangi puteri duyung itu dari kejauhan. Larut dalam pemikiran yang rumit dan penuh pertanyaan.

Tidak ada orang yang ingin cepat mati. Siapa pun. Bahkan ada yang tidak ingin mati. Tapi kenapa tidak ada yang mau memakan daging puteri duyung? Bukankah katanya kalau memakan daging puteri duyung orang itu akan hidup abadi?

Pertanyaan itu tertinggal tanpa jawaban. Ah Xu memutuskan meninggalkan puteri duyung sendirian terikat pada satu kapal nelayan. Tidak disangka, ayah Ah Xu, walaupun seorang nelayan tangguh tetapi berhati lembut, diam-diam kembali ke pantai pada malam hari untuk melepaskan puteri duyung yang ia tangkap. Ah Xu memergokinya, dan ketika ia bertanya pada sang ayah kenapa ia menolong puteri duyung itu, ayahnya menjawab dengan gaya yang sederhana.

"Karena sisik puteri duyung ini berkilauan saat terkena cahaya, terlihat sangat indah."

Saat itu, Ah Xu tidak mengerti perasaan ayahnya. Tetapi ia banga memiliki seorang ayah yang berhati mulia

Namun, apakah kutukan puteri duyung itu benar-benar nyata?
Sebagian percaya, sebagian mungkin ragu. Tetapi saat seseorang percaya pada satu hal, fokusnya akan tertuju pada apa yang ia yakini, dan mengira bahwa semua yang terjadi adalah sesuai dengan keyakinannya. Benarkah puteri duyung itu pembawa bencana?

𝐄𝐭𝐞𝐫𝐧𝐚𝐥 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐖𝐞𝐧𝐳𝐡𝐨𝐮) Where stories live. Discover now