Dilema Rasa

9 3 1
                                    

Sejak kepergian ibu tak begitu banyak yang berubah dari diriku, aku tetap melaksanakan kewajiban ku sebagai perawat juga sebagai anak kesayangan ayah yang harus menyiapkan makanan sebagaimana yang selalu dilakukan ibu kala hidup. Tidak ada yang salah ketika sesekali kesedihan datang menghampiri. Kesedihan normal seorang anak ketika merindukan sosok ibunya. Namun aku selalu yakin hanya dengan mengelus dadaku aku tau ibu selalu bersamaku.

"Assalamu'alaikum Kay" sapa seorang laki-laki yang baru saja menghampiriku. Dia adalah laki-laki yang mengajakku bertemu di taman wisata tidak jauh dari rumah sakit tempat aku bekerja.

"Wa'alaikum salam Bay." Jawabku sedikit tersenyum.

"Kamu ingatkan chat terakhir aku ke kamu. Aku bilang nanti kalau aku balik ke Indonesia kita harus ketemu." Ucapnya sambil menatapku sangat dalam "Hari pertama bertemu aku sudah ingin mengungkapkannya pada mu hanya saja waktunya benar-benar tidak cocok. Dan hari ini adalah hari ke-7 kepergian almrh.ibumu dan aku melihat kamu sudah agak mendingan, jadi ku pikir aku akan mulai berbicara sekarang." Sambungnya dengan nada bicara yang sedikit gugup.

"Apa maksudmu Bay?" tanya ku sedikit bingung

"Yah kamu tau Kay, aku sudah dikontrak oleh salah satu perusahaan di Jepang dan aku hanya diberikan beberapa hari cuti untuk ke Indonesia. Artinya aku ga lama di sini Kay dan bentar lagi aku bakal balik ke Jepang." Jelasnya

"Owalah, semangat yah Bay. Emang gimana kehidupan di sana? Suka dukanya gitu? Hehe" tanyaku sedikit mencairkan suasana.

"Hemm.. Kamu tau Kay, di sana muslim adalah minoritas, cukup sulit untuk mencari waktu untuk sholat. Aku ditempatkan cukup jauh dipusat kota yaitu di daerah Shizuoka. Aku sendirian Kay." Jelasnya sedikit tersenyum melihat ke arah langit. "Oh iya Kay, kamu ingat nggak waktu kita bergelut mendirikan organisasi, kita semua benar-benar berjuang dari nol hingga akhirnya sekarang kita berhasil melampaui majlis ilmu yang lain. Kamu ingat ga waktu kita semua mau sholat dhuhur berjamaah pertama kalinya kemudian ga ada satu pun yang mau menjadi imam. Sampai Erik mendorongku dari belakang dan menyuruhku memimpin sholat."

Aku yang mendengarkannya mendadak ikut tersenyum. Aku membayangkan betapa bahagianya masa-masa itu. Sementara sekarang kita banyak bergelut dengan problematika kehidupan yang datang silih berganti.

Bayu kemudian melanjutkan lagi perkataannya...

"Itu adalah pengalaman pertamaku menjadi imam Kay, memimpin makmum tidak hanya laki-laki tapi juga perempuan. Dan dari pengalaman itu membuat aku semakin terbiasa. Waktu aku di Jepang khususnya waktu masih di Tokyo aku bertemu beberapa kawan Indonesia yang juga muslim dan ketika sholat mereka meminta aku juga untuk menjadi imam. Aku sangat senang Kay, bayangkan kalau kita berdoa ada makmum yang membantu mengaminkan doa kita. Tapi selama aku dipindahkan di daerah terpencil aku menjadi sendirian dan tidak ada lagi makmum." Kemudian Bayu melanjutkan ucapannya dan berbalik ke arahku dan menatap mataku sambil tersenyum "Maukah kamu menjadi makmum ku dan mengaminkan semua doa-doaku Kay??"

Kalimat apa yang baru saja dia ucapkan? Apakah itu semacam mantra lagi?. Aku mendadak tidak bisa berkata apa-apa.  Ada apa ini?? Aku terdiam.

"Kamu nggak usah jawab sekarang Kay. Kamu boleh kembali ke rumah sakit bekerja. Maaf udah ganggu waktu istirahatmu." Ucapnya mengakhiri percakapan hangat di taman itu.

..........

Sekarang aku kembali duduk dibangku kerja ku. Ada apa ini? Aku terngiang-ngiang dengan ucapan Bayu di taman tadi. Apa maksudnya?? Baru saja aku berniat untuk menanyainya tiba-tiba dia mengechat ku duluan.

"Maaf karena mendadak Kay, yaah kamu taulah ga lama lagi aku bakal kembali ke Jepang tapi kali ini aku ingin pergi bersamamu. Maukah kamu menjadi istriku Kay?"

RASA 2Where stories live. Discover now