☁️22(A) : Di Balik Ulang Tahunnya☁️

Start from the beginning
                                    

Seperti yang mungkin sudah kalian simpulkan. Genap seminggu pula aku tanpa Awan. Tanpa melihatnya, tanpa keberadaannya dan tanpa kabarnya. Aku memang akan pergi menyusul Angkasa sebelum jadwal pertandingan final, tapi sahabatku itu memboyongku lebih cepat dari rencana. Tidak membiarkanku tetap berangkat bersama orang yang menurutnya bertanggung jawab atas kondisiku.

Aku memilih menuruti kemauan Angkasa karena aku sendiri tidak tahu apa yang lebih benar untuk dilakukan. Waktu itu aku kembali ke rumah dengan keadaan yang serupa orang kehilangan akal. Tapi hebatnya Awan justru enggan peduli. Ia mengambil alih mobilnya lalu melesat kencang seolah sudah menyerah terhadapku. Dengan perkataan Bintang yang masih bergaung jelas di dalam kepala, aku kesulitan mendengar diriku sendiri. Sementara itu, ego Angkasa menjadi satu-satunya suara yang cukup keras sehingga aku terpengaruh dan ikut melimpahkan semua kekacauan ini pada Awan. Aku marah karena tidak menemukan sangkalan untuk Bintang.

Kenyataannya Awan telah mengorbankan semua yang baik-baik saja di antara kami demi satu orang.

Aku tidak tahu pasti apa Awan mencoba menghubungiku di hari berikutnya. Angkasa hafal seberapa mudah aku goyah jadi ia sengaja memblokir kontak Awan beserta akun-akun sosial media cowok itu. Sekali lagi aku tidak membantah sebab aku paham niat Angkasa baik. Rasanya agak keterlaluan jika aku sampai membuat Angkasa berpikir kepeduliannya tidak begitu penting buatku.

Tapi dalam hitungan tujuh hari aku akhirnya gagal menahan diri. Aku sungguh ingin bilang maaf pada Angkasa karena semalam aku sudah membuka semua blokirnya diam-diam. Sekarang adalah tanggal ulang tahun Awan. Aku tidak bisa lagi mencegah keinginanku untuk menemukannya. Paling tidak lewat sebuah pesan-yang tidak tahunya juga bukan perkara gampang. Aku bingung harus mengawali dari mana. Ucapan selamat yang coba kurangkai juga tidak ada yang terdengar tepat.

"Kak, nggak apa-apa?" Meida meletakkan telapak tangan pada bahuku. Aku terkekeh singkat ketika menengok wajahnya. Kupikir aku mungkin terlalu sering menunjukkan perubahan emosi di depan Meida sampai-sampai melihatku termenung saja ia langsung se-khawatir itu.

Aku bangkit dari kursi agar bisa langsung memakai belt rantai berkilau yang Meida tulurkan. "Pucet nggak Mei make up-nya?" tanyaku mengalihkan topik.

Meida melirikku penuh arti. Ternyata ia tahu kalau aku cuma memoleskan pewarna bibir dan melentikkan bulu mata dengan mascara. Tapi syukurlah Meida mau memaklumi riasanku yang keterlaluan natural karena look-nya sesuai dengan warna dress.

"Kayaknya Mas Angkasa udah di depan tuh, Kak." Sekali lagi Meida mengecek tatanan rambutku yang sebetulnya tidak berbeda dengan tampilan sehari-hari. Aku sekadar menguncir rambut rendah ke samping sebab itu memang satu-satunya cara agar daerah kulit kepalaku yang terbuka dapat tertutupi sempurna. Supaya tidak sepolos biasanya, aku membuat kepangan kecil dari sejumput rambut di sela telinga kananku yang kemudian kutarik melingkar ke arah telinga kiri sehingga tampak seperti sebuah bando.

"Oh ya?" beoku menanggapi infonya.

"Tadi nggak denger bunyi klakson?"

Aku menggeleng. Diam-diam berguman dalam hati. Ya mana dengar, orang habis ngelamun...

Meida ikut mengantarku ke teras. Benar saja, mobil Angkasa sudah terparkir manis di depan halaman. Kaca mobil Angkasa terbuka dan ia segera membuka pintu saat menemukanku. Tapi aku melarangnya turun sebab jam yang kulirik sudah menunjukkan pukul tujuh lewat dan itu berarti kami perlu bergegas jika ingin sampai ke hotel sebelum acara dimulai.

Angkasa tidak pernah lugas menyampaikan pujian. Tapi caranya menatapku sambil berurai senyum lebih dari cukup untuk membuatku merasa tersanjung. Aku menyerongkan badan untuk membetulkan kerah kemejanya yang kurang rapih. Kapan ya terakhir aku melihat Angkasa memakai setelan formal? Seingatku sudah lama sekali sejak wisuda SMA kami. Jujur aku pangling sendiri dengan penampilannya sekarang. Agaknya orang-orang tidak berlebihan tentang apa yang mereka bicarakan. Angkasa memang sosok yang benar-benar menawan.

Di Balik AwanWhere stories live. Discover now