iii /‎❀/ a soft place to fall

1.5K 361 22
                                    

"Sumpah gue lupa itu nomer si Wonu!"

"Kok bisa sampe adeknya Ten sih, anjrit."

"Goblok banget temen lu, Doy."

Setelah puas mengeroyok Youngjae karena kebodohannya, teman-teman Jeon Wonwoo akhirnya menoleh pada si subjek yang sejak tadi menjadi tokoh utama dalam topik perbincangan mereka. Masih kalem, cuma diam sambil menyeruput kopinya.

Jun merangkulnya. "Respect. Hampir dijotos Ten Lee masih bisa kuliah pagi ini."

"Wonu gitu."

"Tsah. Jagoan gua."

Wonwoo memutar mata. Bertentangan dengan ekspresi datar yang biasa ditampilkan di wajahnya, Wonwoo sebenarnya cukup terkejut. Sore-sore selepas kelas, ditengah-tengah waktu pulangnya, tiba-tiba pihak medis dari ambulans meneleponnya.

"Kami dari pihak rumah sakit, Nn. Lalisa Lee ditemukan pingsan di depan asramanya. Nomor terakhir yang dia hubungi adalah Anda. Nomor darurat pertama."

Lalisa Lee.

Wonwoo mengenal nama itu. Suara Youngjae beberapa pekan lalu berputar di kepalanya. "Lo inget cewek yang dulu mau dideketin Daniel? Iya jir yang sampe digitarin depan ruang BEM itu. Adeknya si Ten."

Seperti biasa saat itu Wonwoo hanya mengiyakan permainan konyol teman-temannya. Dare mengikuti taruhan milik Daniel? Siapa peduli. Jeon Wonwoo bukan tipikal playboy cassanova yang memiliki popularitas luar biasa di Universitas K. Dia hanya perlu memuaskan rasa iseng kawan-kawannya, setelah itu pulang, tidur, dan bangun lagi untuk kuliah pagi.

Namun nyatanya, dunia memiliki cara yang lucu untuk mempertemukan Wonwoo dan Lalisa.

"Lo kenal gue?"

Gadis berponi itu tampak kebingungan. Dia masih terus berbicara, matanya bulat, sedikit tertutup poninya. Tangannya bergerak untuk memperbaiki selang infus yang sedikit tergeser. Lalisa melakukannya dengan begitu natural. Seakan-akan bangun di rawat inap dengan sosok tidak dikenal di sampingnya adalah hal yang biasa.

Perempuan aneh.

"Oi," Doyoung menjentikkan jari di depan wajah Wonwoo. Membuat kesadaran Wonwoo kembali. "Malah ngelamun. Lo dijampi-jampi sama si Ten? Dari tadi gak fokus."

"Biarinlah, Doy. Masih aftershock dia abis melalui insiden hidup-mati gini."

"Eh, tapi salut lho. Dia langsung sigap gitu ngisi data-data buat si Lisa." Jennie meletakkan dagunya di tangan. "Langsung lo urus juga 'kan itu administrasinya. Cash. Makanya Ten batal nonjok pas liat lu di kamarnya."

"Iya, dah. Gua heran." Youngjae menyandarkan punggungnya. "Lo langsung lari gitu abis nerima teleponnya. Gak ngecek dulu itu penipuan atau telepon iseng. Kalo aja itu prank, lo udah gue jadiin banyolan sampai tiga tahun kedepan."

"Urusin dulu otak banyol lo yang bego itu." Mata Wonwoo memincing. "Kenapa nomor gue bisa sampe dia?" Dan sejak kapan Youngjae sedekat itu dengan Lalisa?

"Hehe, sorry sorry. Gue kemarin ketemu dia di lobby. Kebetulan tuh dia tanya nomor baru abangnya." Youngjae mengangkat bahu.

"Lah lu dapet nomer si Ten dari mana?"

"Kemarin BEM ada perlu. Bambam yang kasih gue."

"Lo deket sama Lisa?" Kali ini Wonwoo angkat bicara. Semua mata menoleh ke arahnya. Dia jadi sebal sendiri. Memang dia jarang angkat suara. Tapi tidak perlu seberlebihan ini. "Apa?"

"Hmmm," Wajah sok Youngjae membuat Wonwoo gatal melemparkan buku menu ke arahnya. "Deket sih. Nggak deket-deket amat. Cuma dia sama Bambam adek kelas gue waktu SMA."

Jun membulatkan mata. "Serius?"

"Serius." Youngjae menjawab dengan santai. Arah pandangannya lurus kepada Jeon Wonwoo.

"Gimana? Lo sekarang tertarik ikut taruhan Daniel?"

•••

"Gak, gak, gak! Ini pasti si Kak Wonwoo sengaja gak sih? Minta Kak Youngjae pura-pura salah kasih nomor. Biar apa? Nyolong start dari Kak Daniel?" Chaeyeon menggebu-gebu. "Bener, ya, cowok pendiam malah kadang lebih brengsek dari fuckboy yang bajingannya terang-terangan."

"Si brengsek itu nyelametin hidup gue kemarin, btw."

"Nonsense! Pasti dia ada kelabang di balik batu. Pasti dia ada maunya. Gak mungkin nemenin lo semaleman di rawat inap terus pergi gitu aja."

Lisa baru ingin mengoreksi kata 'kelabang' yang keliru pada pepatah Chaeyeon ketika kalimat terakhir dari gadis itu memenuhi kepalanya. Nemenin semaleman.

Hehe. Lucu.

"Malah cengengesan!" hardik Chaeyeon. "Tuh, kakak lo ke sini."

Lisa otomatis langsung menegakkan punggungnya. Memutar horor. Dan tentu saja, Ten beserta teman-teman dari geng kerennya muncul dari arah pintu. Mereka memang ditakuti karena wajah-wajah sangarnya, tapi atmosfer di kantin sekarang justru seperti seseorang tengah memutarkan lagu F4 di Boys Over Flowers.

"Gue udah minum obat secara teratur. Dan gak. Gue gak ngehindarin lo. Emang jadwal gue agak sibuk akhir-akhir ini, Kak," potong Lisa sebelum Ten mengatakan apa pun.

Ten merengut. "Apa sih, gue bukan mau ngomel-ngomel."

Kun tidak menoleh dari ponselnya. "Bohong, Lis. Tadi dari parkir dia udah misuh-misuh mau adu panco sama si Wonu-Wonu itu."

Ten melotot ke arah teman-temannya. Lisa mendesis. "Lo tau 'kan kalo kita yang justru berutang budi sama dia? Bayangin kalau dia gak angkat telepon gue, Kak!"

Ekspresi Ten menggelap. "Lo harusnya telepon gue, bukan dia."

"Kan udah gue bilang, gue gak tau itu bukan nomor lo."

Yuta menepuk bahu Ten. "Kata gua juga apa, salah target. Yang harusnya kita bantai itu Youngjae."

Lisa mendesis. "Nggak!"

Sebuah plastik diletakkan di meja. Membuat semua mata menoleh. Wonwoo berdiri dengan kalem. "Suplemen sama obat lo. Dr. Kyungho bilang kemarin kehabisan stock jadi harus tunggu dua hari. Gue lupa bilang."

Begitu. Laki-laki itu kemudian bersiap pergi. Seakan-akan hal yang dilakukannya hanyalah memungut bolpen Lisa dan menyerahkannya kembali. Bahkan Ten tidak repot-repot menutupi pandangan membunuhnya.

"Lo ngomong sama Dr. Kyungho tentang adek gue?"

Wajah stoic Wonwoo tidak berubah. "Gue yang kemarin nganter."

"Lo—"

"Baik banget! Makasih, Kak. Wah, tapi saya nggak enak nih udah ngerepotin terus. Besok kosong gak? Mau ke kafe bareng?" Lisa memotong.

Laki-laki itu diam sebentar. Lisa sudah yakin akan ditolak ketika Wonwoo menoleh ke arahnya, kedua pasang mata itu memandang dalam. "Oke."

"Oke!"

"Siang?"

"Boleh."

Di samping mereka, Ten sudah kehilangan sabarnya. Mereka sampai membutuhkan bantuan banyak anak untuk menahan amukan seorang Ten Lee, apalagi kedua temannya, Yuta dan Kun, hanya menahan tawa. Mata Ten memancarkan laser garang. "Woi! Brengsek! Siapa yang ngizinin lo—JEON WONWOO MUNDUR TIGA LANGKAH!"

Begitu, para mahasiswa Universitas K mendapatkan tontonan gratis mereka siang itu.

•••

selamaaat november! gak kerasa udah mau selesai 2021 ini!! aku lagi semangat update semoga bisa lebih rajin (AAAMIIIIINNNN #CAPEKNGEGHOSTING)

bet you wannaWhere stories live. Discover now