BAB 2

8.7K 1.3K 258
                                    

"I'm sorry, Tia. Gue nggak tahu mau ngomong apa lagi." Duduk di kafetaria TC, Nova menundukkan kepala dalam-dalam. Walau ia lebih senior dengan jarak empat tahun lebih tua dari Artia yang berusia 28 tahun, tapi rasa bersalah yang menghantuinya membuat ia merasa kecil di depan juniornya itu. "I feel ashamed of myself."

"It's not your fault." Artia mengunyah sandwich di mejanya dengan tenang. Setelah memikirkannya lagi dengan kepala dingin, ia justru merasa kasihan pada Nova. "Gue nggak tahu alasan pastinya, tapi gue merasa lo dipaksa buat resign, Mbak."

Nova tersentak. Tak menyangka Artia bisa sedikit menebak apa yang sebenarnya terjadi. Kesabaran dan pengertian gadis berambut panjang itu membuat Nova semakin dirundung rasa bersalah. Ia tahu seberapa besar keinginan Artia untuk meninggalkan Parade, tapi ia justru merebut kesempatan itu. "Sumpah, gue nggak pernah sekalipun bilang ke Alec tentang niatan lo resign. Gue yakin HRD yang lapor."

Artia mengangguk sekali. Kalau bukan Nova, maka tidak ada orang lain lagi yang bisa dituding selain pihak HRD yang pernah menjadi tempatnya berkonsultasi.

"I know you're his favorite employee, tapi jujur, gue nggak nyangka dia bakal ngegunain kekuasannya sejauh ini supaya lo tetap stay di Parade ...." Nova berhenti sejenak, lalu menoleh ke kanan dan kiri, takut jika ada yang menguping pembicaraannya. Ia kemudian memajukan wajahnya melewati meja, bicara dalam suara yang lebih pelan. "Yang kita hadapi adalah Alec Bastaraja, we're powerless against him."

Nova pun terngiang kejadian minggu lalu, saat Bara, calon suaminya di bagian transportasi tiba-tiba mendapat promosi jabatan sebagai Team Leader. Namun untuk mendapatkan jabatan itu, ada syarat yang harus Bara penuhi. Ia dilarang memiliki hubungan personal dengan karyawan di TC termasuk berpacaran. Alasannya pun tidak masuk akal, mereka ingin menghindari terjadinya conflict of interest.

"Conflict of interest apaan?!" Ketika pertama kali mendengar tentang itu, Nova sampai menggebrak meja. Ia dan Bara belum resmi menikah dan mereka juga berada di departemen yang berbeda, tapi tekanan dari Manajer transportasi membuat keduanya harus cepat-cepat mengambil keputusan.

"Meski merasa ada yang aneh, gue sama sekali nggak berpikir ini ada hubungannya sama Alec." Nova lalu menggelengkan kepala. Bulu kuduknya mendadak berdiri saat ia mengingat satu kejadian yang telah mengubah semuanya. "Di saat gue bingung harus ngapain, Alec tiba-tiba nelpon gue dan berniat bantu Bara dengan ngizinin gue resign tanpa one month notice. Dari situ feeling gue udah nggak enak, Alec nggak mungkin nolongin gue tanpa alasan." Sorot matanya terlihat prihatin saat menatap Artia lagi. "Dia juga minta supaya gue ngerahasiain masalah resign dari lo semua, biar fokus kalian ngurusin event Miss Ayla nggak terganggu."

Nova lalu tertawa jengah, merasa tak berdaya meski ia ingin sekali membantu Artia. "Tapi hari ini akhirnya gue sadar, he was the one who arranged all of this. He kicked me out to keep you here."

Ya, dengan fakta bahwa Alec telah menyetujui surat pengunduran diri Nova, maka akan sulit bagi Artia melakukan hal yang sama dalam waktu dekat. Alec tak akan berhenti mencari cara untuk menolak dan menghalangi niatnya.

"Lo pernah mikir nggak kenapa Alec getol mertahanin lo di sini? Mungkin kalau dia merasa performa lo menurun dikit aja, kesempatan lo buat pindah departemen bakal lebih gampang?"

Saran yang diungkapkan secara hati-hati itu memunculkan senyum tipis di bibir Artia. "Thanks, Mbak, tapi gue nggak bisa ngorbanin kepuasan klien cuma karena kepentingan pribadi."

Nova menghela napas berat. Ia tahu sarannya memang terdengar konyol. Semua orang yang bekerja di The Capital adalah orang-orang terpilih yang memiliki rasa tanggungjawab dan berintegritas tinggi dalam pekerjaan. Dan menurut pengamatannya, Artia berada di level yang sedikit di atas rata-rata.

Paracosm D'arte (TERBIT)Where stories live. Discover now