Bab 2

3.5K 204 5
                                    

Hari demi hari terasa menjemukan, tak ada gairah sedikit pun yang bisa Arga rasakan, kalau saja rumah jaya itu dekat, bisa-bisa tiap hari Arga mampir sekedar untuk ditemani dengan sahabatnya itu, walau terkadang jaya lah yang lebih mendominasi topik pembicaraan sedangkan dia diam dengan pikiran yang melayang-layang.

Tapi kini rutinitas Arga setelah sekolah bukan langsung pulang melainkan singgah ke gedung kosong yang berada tak jauh dari rumahnya, disana dia merasakan keheningan dengan ditemani beberapa batang rokok, andai saja umurnya cukup dewasa pasti ada ruang untuk alkohol disetiap harinya.

"Makanya pindah rumah, banyak ni kontrakan murah disekitar tempat gue mah!" Seru jaya dari seberang sana, sangking sepinya, Arga sampai menghubungi jaya.

Arga diam dan memilih menghisap rokoknya yang sudah habis setengah, membiarkan jaya mengoceh panjang lebar sampai satu batang rokok habis, lalu bergegas cabut dan mematikan sepihak telponnya.

Arga sempat terkekeh kecil membayangi raut kesal jaya karena hal itu,
Gue lagi asik ngomong, lu matiin, anak dakjal!
Bahkan ia hapal kalimat apa yang akan ia terima besok.

Tungkainya terhenti sebelum melangkah masuk kedalam rumah, Ia menarik nafas dalam, kata orang-orang, home sweet home nyatanya, bagi Arga, rumah lah tempat paling seram setelah sekolah, bukan karena makhluk tak kasat mata melainkan sifat manusia yang melebihi setan didalamnya.

Satu mobil berlalu dari perkarangan rumahnya, kini berganti oleh motor satria Fu, dengan dua orang pengendaranya, mereka melenggang masuk sembari melempar senyum kearah Arga, anak berseragam yang dibelakang pria baya itu cukup menyita perhatian Arga.

Ia mendengus kesal dan memilih masuk dengan membanting pintu utama sekuat-kuatnya, dua orang pelanggan ibunya itu terkesiap dan langsung menoleh kearah Arga.

Arga membalas mereka dengan tatapan nyalang dan penuh intimidasi, lalu membuang asal ludahnya kearah dua manusia dewasa dan satu remaja sepertinya, kemudian, membuka paksa kenop pintu kamarnya dan kembali membanting pintu.

Di dalam kamar mandi- kamarnya, Arga mengacak rambutnya frustasi, apalagi membayangi pelanggan ibunya merupakan seorang siswa SMA yang sama sepertinya.

Iya, pelanggan.

Layla ibu Arga adalah seorang pelacur, dengan kasta ter-high di antara pelacur, jika diluar sana mereka yang mendatangi para pelanggannya, disini ibunya menyediakan tempat untuk para pelanggannya itu, bukan dia yang mencari tapi dialah yang dicari.

Sependengaran Arga servisan ibunya begitu enak lalu membuat para pelanggan ketagihan lalu memilih datang lagi dan lagi, tak heran Arga disekolahkan di SMA swasta yang mayoritas anak anak dari pria berdasi, toh, rekening ibunya selalu terisi setiap minggunya.

Tapi yang paling menjijikkan sekarang, pelanggan ibunya mulai kebanyakan anak sekolahan seperti dirinya.

Murahan! Ga tau malu! Gue yang nanggung malu! Jijik! Gue berharap ga lahir dari induk kayak Lo!
Tiap malam ia mengisi kolom pesan itu dan mengirimkannya langsung ke nomor yang tertera di layar ponselnya.

Kontak yang diberi nama, MAMA itu, tak pernah menanggapi ocehan sang anak, selagi perut mereka berdua terpenuhi, selama tak serba kekurangan, pendapat orang lain bahkan anaknya sendiripun tak begitu penting bagi ibunya.

****

Alarm alami di pagi hari Arga adalah suara kokokan ayam, hal itu ampuh untuk membangunkannya, hanya bangun, tapi malas untuk bangkit dan bergegas ke sekolah.

Kata orang-orang sekolah adalah rumah kedua untuk kita, rindu keluarga bisa tersalurkan dengan teman sekelas, saling melatih kekompakan, tempat saling curhat, dan beribu kenyamanan lainnya yang sulit terucapkan yang menjadikan kita pribadi yang baik dan sejahtera, begitu kiranya image setiap sekolah.

Lagi dan lagi itu tak berlaku untuk Arga, jika ia disekolah, tak ada satupun yang betah menanggapinya, mereka bilang dia itu,

Jahil
Freak
Fucking stupid
Si mulut pedas
Ga sekasta.

Percayalah sekolah manapun apalagi menyandang predikat SMA swasta terbaik pasti ga luput dari sistem kasta antar siswa, yang terpenting menurutnya, selagi tak mengganggu ketenangannya, ocehan dari mulut mereka sampai berbusa pun, Arga tak akan peduli.

Jarum jam berdetak cepat, dan mulai mendekati pukul 07.30, Arga sadar kalau ia telah terlambat 15 menit, namun raut wajah itu masih saja datar, merapikan kembali dasinya yang miring dan mematut diri didepan cermin.

Perfect gumamnya memuji.

Lalu bergegas kesekolah tanpa pamit ke sang Mama, padahal, saat itu sang mama hendak memberikannya bekal makan siang tapi Arga melewatinya begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Ia menarik nafas berat, Sampai kapan kamu giniin mama, Ga.

STEP FATHERWhere stories live. Discover now