Dare ka?

7 0 0
                                    

"Hmpf-"

"Ak- kh-"

"Ahahahaha! Ya! Raut wajah itu! Heh, hmf- HAHAHAHA! AYOLAH! EKSPESIMU KURANG MEMUASKAN!"

Asmr yang terdengar nikmat. Diiringi cipratan cairan merah yang mengental dan hangat. Tawa lepas itu perlahan memudar. Meraup cairan yang berserakan di lantai kotor itu, lantas menjilatnya dengan tatapan datar.

"Cuih! Apa-apaan? Padahal ekspresinya cukup. Kenapa rasanya tidak?"

"Menyebalkan."

***

Berhembus, seakan membisikkan pesan penting pada gadis bersurai putih pucat sedagu yang sedang menatap birunya langit. Pesan penting? Ya, teramat. Tapi siapa yang paham bahwa embusan angin dapat menyampaikan pesan sepenting itu? Sudahlah. Siapa pula yang mau membahas pesan dari angin yang tak terlihat wujudnya?

"Oi! Sendirian aja nih, mau gue temenin ga?" seru seseorang dari arah kanan jembatan penyeberangan.

"Ga perlu. Gue sendiri aja. Makasih kak." Kata gadis bernama Kao itu. Pemuda dengan kancing baju atas terbuka itu terus mendekat dan merangkulnya. Mulai meraba tubuh gadis itu.

"Kenapa sendiri?" 

"Gapapa."

Hening, menyisakan tangan pemuda itu yang terus meraba tubuh Kao. Gadis itu hanya diam, tak merespon. Hingga kesiur angin mendadak berhenti. Waktu seakan menghentikan jalannya semua yang ada disana. Seorang gadis berjalan mendekat, merobek keheningan yang disebabkan waktu yang berhenti. Seorang gadis, bersurai hitam, dengan mata biru menyala terang. 

"Sate, kita pakai garpu atau pisau roti?" ucapnya seraya mengeluarkan benda tajam dari sakunya. Ia menyeringai lebar. Persis saat tangan satunya mengeluarkan gunting, angin mendadak berhembus, membuat waktu kembali berjalan. Gadis itu segera menarik kerah dua orang di sebelahnya untuk terjun ke bawah jembatan.

"Siapa lu?!" bentak pemuda yang sedang mendekap Kao. Gadis yang didekapnya hanya diam tak bergerak.

"Ya, dagingmu banyak. Oh astaga, aku merindukan reaksi seperti itu. Heh," gadis itu melangkahkan tungkainya mendekat. Gadis itu mengacungkan tiga senjatanya, "kau pilih yang mana? Garpu? Pisau roti? Atau gunting kertas ini? Ah, apapun pasti akan kupotong rapi dagingmu itu." Katanya dengan suara desahan umum para masokis.

"Kau ingin apa heh? Bunuh saja bocah ini! Aku tak peduli dengan dia!" seru pemuda itu seraya melempar tubuh Kao yang sekarang terlihat tak berdaya. Kao hanya diam, tak bergerak. Membiarkan tubuhnya tergeletak di tanah. Gadis bernetra biru menyala itu hanya menatap datar tubuh Kao yang tak bereaksi sedikit pun.

"Aku tidak tertarik dengannya. Darahnya terlihat busuk." Kata gadis itu seraya menendang perut Kao dengan sepatu kulitnya. Melangkah mendekati pemuda itu, menarik pisau rotinya.

Tertusuk, perlahan, tapi pasti. Suara terengah-engah, teriakan kesakitan, darah yang bercipratan, oh astaga. Mata gadis itu membulat, mengeluarkan garpunya dan menusukkannya ke mata pemuda itu. Teriakan kembali terdengar beserta darah yang bercucuran. Gadis itu tertawa, tertawa puas. Mencungkil matanya, lantas memakannya. Gadis itu kembali menyunggingkan senyumnya. Bergumam kecil, lantas mencungkil mata sebelahnya. Memakannya. Tertawa, ia memotong rapi salah satu tangan pemuda itu, memakannya. Begumam kecil, kembali memotongnya.

Tangannya juga dengan cepat menggunting perut pemuda itu, mengeluarkan isinya. Terutama bagian itu. Ya. JANTUNGNYA. 

Tertawa.

Mengangkat jantung pemuda itu.

Merobeknya.

Meneguk darahnya.

Tersenyum puas.

Berdesis pelan.

----------------------------------------------------------------

Sekian. Gw cuma ngelampiasin kesel gw. Sumpah pen nangis rasanya. Tadi gw hampir banting laptop gw. Untung gajadi. Gw bunuh aja tu karakter. Maap chapter kali ini cuma sedikit. Sekian Bye.





Quote:

"Jangan lampiaskan kemarahanmu pada orang yang tak bersalah. Mereka bisa saja melampiaskannya pada orang lain yang berakhir pada sesuatu yang tak kita inginkan."

-Hoesaeg

Story about all chara [Hιατυs]Where stories live. Discover now