2. Salah Paham

4 0 0
                                    

"You're not okay."

Entah sudah berapa kali lelaki yang kini di depanku ini mengatakan itu. Dan aku masih saja, tak merespon. Ah, bukan. Lebih tepatnya aku tak berekspresi.

"You're not okay."

Kini aku memutar bola mataku ke atas. Aku benar-benar di titik muak dengan kalimat itu.

"I told you i'm─."

"No. You're not okay."

"Whatever!"

Aku beranjak dari dudukku, melenggang pergi meninggalkannya. Kulangkahkan kakiku perlahan menapaki pesisir pantai. Membiarkan kaki telanjangku bertemu dengan kasarnya pasir putih tepian laut ini.

Aku memang sedang tidak baik. Tapi aku tak ingin terlihat seperti itu di depannya. Aku tak ingin terlihat lemah di depan dia yang diam-diam kupuja.

S*it! Lupakan anganmu itu, Dee. Ingat! Dia sudah memiliki permata hatinya. Aku tahu dan hatiku selalu saja nyeri ketika mengingat hal itu.

Pertemanan murni antara laki-laki dan perempuan itu tidak ada. Mustahil tampaknya jika di dalamnya tak ada bumbu romansa. Kenapa harus dia, Tuhan?

Langkahku terhenti, tanganku kini dicekal erat olehnya. Masih sama, aku malas merespon. Kubiarkan tubuhku tetap pada tempatnya. Lelaki itu memegang pundak dan memutar tubuhku. Tatapan lembutnya tak lagi kutemukan, berganti dengan tatapan intimidasi yang menuntut inginnya dituruti.

"Apa?" Aku membalas tatapannya tak kalah sengit.

"Bisakah kau turunkan egomu sekali saja, Dee?"

"Untuk apa?"

Dia mengusap kasar surai hitamnya. Sepertinya lelaki ini sudah habis kesabaran menghadapiku. Baguslah. Mungkin dengan membuatnya jengah denganku, bisa lebih mudah bagiku melupakannya.

"Kamu marah sama aku apa gimana sih, Dee?"

"Ngapain aku marah sama kamu?"

"Lalu sikapmu ini? Kenapa kamu tiba-tiba dingin gini ke aku?"

"Menurutmu?"

"Argh. Ayolah, Dee. Aku ini bukan cenayang yang bisa menerawang."

Sebenarnya aku sangat malas membahas masalah ini. Karena mau tak mau aku harus merasakan sakit itu lagi.

"Tak seharusnya seorang laki-laki berteman dengan wanita, jika dia sudah menemukan pasangannya."

Pemilik nama Hanung itu terdiam. See? Dia pasti tak mengelaknya, karena itu faktanya.

Tapi sedetik kemudian aku terlonjak karena mendengar gelak tawa Hanung yang tiba-tiba pecah.

"Kenapa kamu tertawa? Ada yang lucu?"

"Ya lucu lah. Kamu pasti mengira aku dan Naz sedang berkencan."

"Ya memang begitu 'kan kenyataannya?"

"Ehem. Kamu cemburu Dee."

Aku melihat sudut bibir Hanung tertarik ke atas ketika mengatakannya.

"HAH?! Siapa yang─."

Belum selesai aku melontarkan kalimat pembelaanku ketika kurasakan tangan besar itu sudah merengkuhku. Degup jantungku saat ini sudah tak beraturan. Di dalam sana sudah sangat ramai bak tabuhan genderang perang. Otakku tiba-tiba tersendat tak bisa memberi instruksi pada anggota tubuh lainnya.

"I'm all yours, Dee."

Dan ketika rangkaian kata itu terucap dari mulut manis Hanung, akal ini sudah tak lagi tahu dimana seharusnya tempatnya.

SE. MI. SI (Sekumpulan Mikro Fiksi)Where stories live. Discover now