04. New Student Arrival

102 102 71
                                    

"Sup miso lagi!! Aku bosan!!"

Brakk!!

"Makanya kerja! Biar bisa makan enak!!"

Prang!!


Suara melengking dari bawah, merusak bunga tidurku. Aku membuka mata secara perlahan, mengerjap berulang kali guna memperjelas penglihatanku. Menatap kosong langit-langit kamarku. Aku dengan piama dan selimut kumbang yang masih membalut tubuhku, kini mengubah posisiku menjadi bangun dari ranjang.

Secercah cahaya mentari sedikit menyingsing melalui ventilasi udara. Ternyata peristiwa kemarin bukanlah mimpi. Itu benar-benar nyata.

Merentangkan kedua tangan ke samping kanan-kiri sambil menguap lebar-lebar. Aku masih mengantuk, namun kedua orang tuaku sudah membuat berisik di pagi hari.

Sudah terbiasa dengan pertengkaran mereka. Aku tak terlalu memikirkan hal itu lebih lama. Mengambil gelas yang berisi air putih di sebelah nakas, kemudian meneguknya hingga tandas. Lalu aku bergegas pergi ke kamar mandi yang berada di sudut bilik kamar.

Beberapa menit kemudian, aku sudah siap memakai seragam berwarna biru dan putih, lengkap dengan dasi merah. Beranjak keluar dari kamar, sambil menenteng tas cokelat dan turun dari anak tangga. Suara-suara nyaring dari dapur sungguh mengusik keadaan.

Prangg!!

"Terserah! Urus diri kamu sendiri!! Dasar pemabuk!!"

Kulihat mamaku meninggalkan ruang makan dengan ekspresi gusar, ia bergegas pergi keluar rumah dengan pakaian bebas dan rapi. Mama pergi berangkat kerja pagi-pagi sekali. Sudah terbiasa.

Membanting pintu utama cukup keras hingga membuatku berjengit. Detiknya, sorot mataku tertuju ke arah dapur, melihat meja makan tampak berantakan tak karuan, serpihan beling berceceran ke lantai dengan sup miso yang sungguh enak itu jadi tumpah. Sayang sekali makanannya.

Ayah yang mengusap-usap kepalanya frustrasi, masih duduk di kursi kayu dengan air mukanya yang mengeluh. Melihat itu, aku menghela resah, lalu berjalan mendekati pria itu.

"Ayahㅡ"

"PERGI SANA!!"

Belum sempat melanjutkan kalimat, aku tersentak setengah mati saat ayah   mengusirku dengan nada kerasnya. Sejujurnya, aku sudah terbiasa dibentak kasar oleh ayah dan mamaku sendiri, tapi... kalimat itu cukup menyakitkan sampai ke ulu hatiku berulang kali. Ayah dan mama tak pernah memperdulikanku.

***

Memulai lembaran baru, setelah musim dingin berakhir dan berganti dengan tibanya musim semi. Hampir di sepanjang jalan, di Kota MitakaㅡTokyo banyak sekali bunga-bunga sakura yang indah nan cantik bermekaran. Telah tiba waktunya memasuki tahun ajaran baru.

Di luar sana, suasana sudah tampak ramai. Para murid berbondong-bondong memasuki gerbang sekolah dengan seragam rapinya. Na Jaemin yang mengenakan seragam jas sekolah berwarna hitam, lengkap dengan tas hitam yang bertengger di pundaknya. Dia berdiam diri di depan gerbang sekolah. Lalu dengan perlahan, senyum di wajahnya tersungging tipis.

Mendongakkan kepalanya, Na Jaemin memandang cantik kelopak-kelopak sakura yang indah itu berjatuhan dari rantingnya, beterbangan bebas ke sembarang arahㅡ tertiup oleh semilir angin pagi.

Beberapa detik kemudian, tangan Jaemin terangkat, mengulurkan telapak tangannya ke atasㅡtepat di saat satu kelopak sakura mendarat jatuh menyentuh telapak tangannya. Meraih kelopak kecil berwarna merah muda itu, ia menerawang serpihan bunga sakura itu ke atas, hingga pancaran cahaya mentari meneranginya. Melihat bunga sakura yang berguguran di musim semi. Seberkas ingatan Na Jaemin terulang kembali dengan sesosok gadis yang dahulu kala ia jumpai.

Diary Sakura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang