| 28 |

7.2K 638 3
                                    

Tidak terasa waktu berlalu dengan cepat. Hari ini akhirnya tiba, dimana gue menunggu hasil ujian masuk perguruan tinggi diumumkan, gue berharap semoga hasilnya sesuai dengan apa yang gue ekspetasikan. Di samping kanan gue saat ini ada Ben yang senantiasa menggenggam tangan gue, lucunya gue yang nunggu hasil tes tapi malah Ben yang gugup. Di kiri gue ada ayah sama ibu yang juga harap-harap cemas. Tinggal menunggu sedikit lagi, gue berharap bisa masuk di universitas yang sama dengan Ben. Berbicara tentang Ben seperti yang pernah gue jelasin, kalau dia udah keterima di salah satu jurusan di universitas yang sama seperti yang gue pilih lewat jalur undangan. Karena itu, selama gue mempersiapkan diri, Ben selalu ada disamping gue buat bimbing dan bantu gue pelajarin materi ujian masuk.

Tanpa sadar, Ben genggam tangan gue erat banget lengkap dengan tangan dia yang berkeringat dingin. "Kamu coba tenang dulu, lama-lama tangan aku sakit juga kamu remas begitu".

"Gak bisa, aku deg-degan banget. Walaupun ini hasil ujianmu, tetep aja aku khawatir."

"Sama ibu dan ayah juga ini deg-degan banget. Kamu kok malah santai begitu?", tanya ibu ke gue.

"Aku bakalan terima hasilnya apapun itu bu, kalau semisalnya emang tidak lolos ya, masih bisa coba lewat jalur mandiri kan? Atau kampus lain". Mendengar jawaban gue itu, ibu, ayah, dan Ben langsung peluk gue, disaat yang bersamaan web menunjukkan kalau gue udah bisa akses buat lihat hasil ujian.

Dengan hati yang berdebar, gue mulai mengetikkan username dan password untuk masuk ke laman akun gue. Saat web itu loading, gue pejamin mata dan baru membuka mata gue saat gue mendapatkan kecupan hangat di pipi dan kepala, tak lupa dengan pelukan erat dari ayah, ibu, dan Ben.

"SAYANG KAMU KE TERIMA! KAMU SATU KAMPUS SAMA AKU! YA AMPUN AKU SENENG BANGET!!!"

"Pak, anak kita keterima pak!", "Iya bu, anak kita lolos! Aku seneng banget ini loh bu!"

Euphoria kesenangan itu terus berlanjut sampai malam. Keluarga Ben datang berkunjung, setelah Ben memberitahu Bunda bahwa gue lolos ujian masuk perguruan tinggi. Seluruh sudut ruang keluarga gue penuh dengan bingkisan yang dibawa sama keluarga Ben. Sejujurnya gue masih gak nyangka kalau gue bisa lolos masuk ujian masuk itu, karena presentasenya cukup banyak peminat.

"Sebagai perayaan bagaimana, saat akhir pekan nanti kita berlibur bersama, sekaligus mencoba penginapan baru kita yang baru selesai dibangun?", Papa berceletuk yang langsung disetujui oleh seluruh anggota keluarga yang ada disini.

"Ide bagus itu pa, sebagai tamu pertama keluarga Galang bisa memberikan kita feedback sebagai bahan evaluasi penginapan kita".

"Baiklah, sudah diputuskan. Berhubung ini sudah larut, kami izin berpamitan. Lagipula Leo juga sudah tertidur nyenyak di pelukan Galang."

"Sini Lang, biar Leo kakak bawa."

"Tidak perlu kak, ayo ku antar sampai mobil dahulu baru aku memberikan Leo ke kakak. Lagipula Leo semakin berisi sekarang."

"Baiklah, kakak ikut saja".

"Ayah, Ibu kami sekeluarga izin pamit pulang ya. Besok Ben akan kembali berkunjung, Ben mau bawa Galang jalan-jalan menikmati waktu mencari jajanan pasar".

"Boleh. Hati-hati ya dijalan jeng. Sampai berjumpa di akhir pekan nanti."

"Iya jeng, kami pulang dulu ya", ucap Bunda sambil melambaikan tangannya.

Memastikan bahwa mobil keluarga Ben sudah tidak terlihat, gue berjalan masuk ke dalam rumah untuk membereskan ruang keluarga. Selesai membersihkan ruang keluarga, gue berjalan ke kamar untuk merebahkan diri di tempat tidur.
.
.
.
.
.
.
.
Hari ini, sesuai dengan ucapan Ben kemarin dia ngajak gue buat pergi jalan nyari jajanan. Dan selama perjalanan sampai selesai parkir motor dia, tangan gue selalu digenggam erat sama dia. Alasan yang cukup klise seperti -aku takut kamu hilang kalau gak dipegangin sama aku- cukup buat debaran jantung gue gak bisa berdetak dengan normal.

"Nah kamu mau beli apa sayang? Aku traktir, hari ini misi aku mau nyenengin kamu karena kamu berhasil lolos ujian masuk perguruan tinggi kemarin". Gue menggelengkan kepala tanda gak setuju sama apa yang Ben bilang

"Gak mau kalau begitu. Bayarnya patungan aja, kamu selalu yang bayar setiap kita jalan, nanti aku kebiasaan begitu, jadi gak mandiri. Aku gak mau", sekarang gantian Ben yang menggelengkan kepala tanda gak setuju. Kemudian tangan Ben menangkup wajah gue, menghadap ke dia.

"Sayang denger ya, aku gak keberatan selalu bayarin kamu. Walaupun sekarang kita masih pacaran, aku juga bertanggung jawab sama kamu oke?"

"Tapi..."

"Gak ada tapi-tapi. Aku lebih dari sanggup buat bayar dan menuhin kebutuhan kamu. Hasil dari usahaku lebih dari cukup, jadi kamu tenang aja ya" (ch.12, Ben pemilik restoran), akhirnya gue mengangguk pelan dan dihadiahi kecupan singkat di dahi.

Punya pacar macem Ben ini kadang suka gak lihat tempat dimana, main cium-cium aja. Untung gue sayang.

"Kalau begitu, mau beli sate padang ya. Dari kemarin BM banget mau makan itu".

"Ayo, pegangan yang erat ya rame soalnya di sini", ucap Ben sambil narik gue jalan ke tukang sate padang.

"Pak sate padangnya 2 porsi ya", "Siap mas, ditunggu ya".

Sambil menunggu pesanan sate padang kita, Ben dan gue ngobrol mengenai kuliah kita nanti dan mau dimana kita tinggal, karena lokasi kampus yang cukup jauh dari rumah.

"Kamu nanti mau tinggal bareng sama aku di apart atau mau ngekos?"

Mata gue memincing tajam, "Kamu dari kemarin ngebet banget ngajak aku tinggal di apart kamu, kenapa?"

"Gak kenapa-kenapa kok, cuma ya biar lebih deket ke kampus aja. Lagian ibu sama ayah udah ngasih ijin kalau semisal kamu tinggal bareng sama aku di apart."

"Kok ayah sama ibu gak ada bilang ke aku. Padahal aku yang mau kuliah".

"Jangan marah ke ayah atau ibu, itu semua inisiatif aku sendiri kok. Sekalian lebih mudah buat jagain kamu juga karena kita satu apart".

"Sebenernya aku gak masalah sih kalau tinggal satu apart sama kamu", "BENERAN?"

Mata gue memincing lagi, ini bukan akal-akalannya si Ben aja kan, "Kamu kenapa seneng banget?" malah dibalas cengengesan sama Ben.

"Misi mas, ini sate padangnya ya. Minumnya mau apa ya mas?"

"Es teh manis sama air mineral botol satu ya mas", "Baik mas".

Setelah lengkap makanan dan minuman yang dipesen, gue dan Ben langsung menyantap makanan yang ada karena rasa lapar.

Selesai makan sate padang, dan muter-muter beli jajanan yang lain, gue aja Ben buat pulang karena kekenyangan dan gue pengen buru-buru rebahan dikasur empuk kesayangan.

"Makasih ya udah ajak aku muter-muter dan penuhin BM aku", "Sama-sama sayang."

"Kalau gitu aku masuk dulu ya, kamu hati-hati dijalannya. Jangan ngebut, aku gak mau kamu ada lecet", sebelum gue berhasil buka pagar, Ben tarik pinggang gue ke dalam pelukannya.

"Kenapa hm?", tanya gue setelah melihat tingkat Ben yang malah ndusel dileher gue.

"Kamu lupa sesuatu...", "Lupa apa?"

"Cium selamat malamnya mana?"

"Ya ampun, sini-sini aku kasih kith", gue mengecup seluruh wajah Ben dari dahi, mata, hidung, pipi, dan yang terakhir bibirnya.

"Dah. Sekarang pulang. Ketemu lagi di akhir pekan".

"Masih lama.."

"Tinggal 2 hari lagi, sebentar itu."

"Oke. Aku pulang dulu ya, kamu langsung cuci muka, sikat gigi terus bobo".

"Siap kapten, dah sana. Hati-hati", setelah itu Ben melajukan motornya pulang.
.
.
.
.
.
.
Selesai ganti baju dan siap-siap mau tidur, gue merenung sejenak. Hari ini menjadi salah satu hari-hari terindah yang pernah gue rasain. Selain berhasil kekenyangan, tapi berhasil juga melihat Ben yang muncul sikap manjanya. Jarang banget bisa lihat sikap Ben yang satu itu, karena orang-orang hanya tau Ben yang dingin dan -sebenernya sok kalem aja sih- beruang kesayangan.

Besok mulai untuk packing apa aja yang mau dibawa buat liburan akhir pekan nanti. Sebenernya gak sabar, karena itu bakalan jadi liburan bersama keluarga besar gue dan Ben. Semoga menyenangkan.

T.B.C

Amor Caesus Est [✓]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant