Dua Sisi Yang Berbeda

2 0 0
                                    


"Apapun yang dia bilang, meski ngeselin, aku masih tahan diri, Kak, tapi tadi dia benar-benar kelewatan, aku nggak terima."

"Iya, Kakak mengerti, apa yang kamu lakukan sudah benar kok. Kakak nggak marah." tanggap Mikha diiringi senyum.

Lala menghela nafas lega, sebenarnya sempat cemas bagaimana reaksi kakaknya karena harus datang ke sekolah, gegara dia habis berantem dengan siswa dan harus dipanggil BK.

"Siapa sih yang mau ada di keadaan kita—nggak punya ibu ayah sekarang—tapi dia pake nyolot kayak gitu padahal kan aku cuma protes ke dia karena dia alasan mulu nggak bisa ikut kerja kelompok,"

Langkah Lala terhenti di depan pintu mobil lalu menyeka setetes airmatanya di pipi.

"Ejekan kalimat 'yatim piatu' itu menyakitkan..." ujar Lala, adiknya yang sporty itu melow, itu tandanya hatinya benar-benar terluka.

Mikha merangkul adiknya. "Kak Mikha akan melakukan hal yang sama kalau di posisi kamu...."

Awalnya Lala hanya ingin menegur Iwan karena sikapnya yang malas dan 'parasit' dalam tugas kelompok, lalu terjadi cekcok, Iwan melontarkan kata yang menyakitkan, lalu Lala menamparnya. Iwan tidak terima dan mendorong tubuh Lala hingga terjatuh. Adik Mikha yang jago beladiri itu bangkit dan malah berani berkelahi. Hampir saja, keburu dilerai teman-teman.

Akhirnya Lala dan Iwan diskors 1 hari.

"Kita makan di Resto Pak Haji Danu, yuk?"

"Beneran, Kak?!"

"Iya, makan siang, makan enak yukkk!" hibur Mikha.

***

Mobil Alphard warna putih melaju, tapi hati si empunya sedang tak menentu.

"Bos," panggil Sam, lalu menepuk ringan paha atasannya agar mendengar suaranya. Dia sedang mengenakan headset mendengarkan musik. Raut wajahnya tidak seceria biasanya. Kemudian dia melepas headset sebelah kiri.

"Kenapa Bos sakit?" tanya Sam.

"Nggak, cuman masih capek aja," ungkap si bos, "kurang semangat,"

"Vitamin C sudah diminum?"

"Sudah."

"Bentar lagi sampai lokasi, mau aku pijitin dulu pundaknya?"

"Nggak usah,"

"Ya udah." Sam kembali duduk menghadap ke depan.

"Kasih gue wejangan orangtua yang—"

"Emang saya orang tua? enak aja,"

Si bos tersenyum. "Yaaa agak tua kan?" godanya.

Pria itu terpaut usia 10 tahun dengan asistennya. Sam sudah bekerja selama 6 tahun, sejak pemuda itu masih menjadi mahasiswa dan imut-imut hingga sekarang sudah menjadi pria dewasa.

"Kasih wejangan, quote of the day, kalau gue terkesan—1 juta,"

"Ah, beneran, Bos?"

"Iya,"

Sam agak kaget karena biasanya 300 ribu, 500 ribu, lumayan cuma ngomong beberapa kalimat dapet uang tips.

"Hmm," Sam memutar otak.

"Kalau 20 detik lagi nggak dapet ide, hangus,"

"Ya bentar dong, Bos, kan bikin kata-kata berkesan,"

"Hahaha,"

Tawa ganteng itu sudah mulai muncul.

Beberapa saat kemudian, ide Sam muncul. "Hidup itu memang lelah, Bos, kadang terasa hambar, kehilangan energi, cuma ngikuti arus, tapi karena kebaikan Tuhan, Dia akan memberi satu petunjuk tentang semangat hidup karena banyak orang yang kurang beruntung di luar sana Bos."

Bos terdiam.

Sam menunggu tanggapan.

"Gimana Bos, bagus nggak?"

"Lumayan,"

Mobil sudah sampai lokasi. Sudah banyak kamera menunggu dan disambut kru. Taken action akan dimulai.

"Hmm, saya gagal ya quote of the day?"

Si ganteng memasang jaketnya, lalu bersiap keluar mobil.

"Nanti 1 juta-nya habis acara." jawabnya.

Sorotan kamera kini hanya tertuju padanya tepat pintu tengan mobil mewah itu terbuka.

"Jeff Ibrahim! Tamu kita hari ini!" sambut salah satu pembawa acara pria bertubuh agak tambun.

Penonton bayaran berteriak dan bertepuk tangan.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Why You? I Hate YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang