❝Kamu di mana? Aku ingin mendengar suaramu lagi di hatiku.❞
Sebuah buku catatan kecil yang kunamakan Diary Sakura. Di waktu luang, aku suka menuangkan isi hatiku melalui tulisan.
Aku ingat. Di mana aku dulu pernah menangis di bawah pohon sakura. Mer...
"Kalau ada orang yang bisa kucintai, meski hanya satu orang, masih ada harapan untuk hidup. Walaupun tidak bisa bersatu dengan orang itu."
Sesekali aku sempat mengintip dan membaca dalam hati sebuah kutipan dari secarik kertas yang tengah di baca oleh lelaki tersebut. Tunggu. Bukankah itu buku novel yang berjudul 1Q84? Karya Haruki Murakami dengan segala kutipan-kutipan indahnya? Hei, aku pernah membacanya sebelumnya. Itu adalah novel favoritku.
Selang beberapa jam perjalanan. Akhirnya kereta tiba di stasiun Tokyo, hampir saja aku ketiduran karena air conditioner di dalam kereta ini menyejukkan tubuh. Tepat saat aku bangkit berdiri, sorot mataku tertuju pada sebuah buku novel yang tergeletak di tempat duduk yang telah disinggahi oleh lelaki itu tadi. Bukunya tertinggal?!
Aku langsung mengambil buku novel milik lelaki itu, dan cepat-cepat keluar dari pintu kereta. Ah, ke mana laki-laki itu pergi? Orang-orang di sekitar stasiun tampak berkerumunan. Kepalaku celangak-celinguk kebingungan untuk mencari postur tubuh sosok lelaki itu.
Berdecak kesal, aku terus berjalan cepat dan tak henti mengedarkan pandanganku di sekeliling area stasiun Tokyo. Hei, ke mana dia? Dirinya begitu ceroboh meninggalkan buku novelnya di kereta. Untung saja bukan barang berharga.
Lalu, samar-samar pandanganku mengarah ke depan, mengamati lamat-lamat siluet tubuh seseorang yang berjalan cepat. Itu diaㅡakhirnya ketemu.
"Hei, tunggu!" teriakku sambil berlari. Menerobos orang-orang yang berjalan ke sana kemari. Sial, lelaki itu cepat sekali jalannya.
Sampai akhirnya keluar dari stasiun. Aku terus mempercepat langkah menghampiri lelaki itu, hampir saja aku menabrak orang kalau saja aku tak berhati-hati.
"Tunggu! Tunggu!!" teriakku dari belakang, dan terus berlariㅡhampir dari jarak 10 meter ke arahnya.
Lelaki muda itu tercekat saat langsungku tarik tas hitamnya hingga membuat badannya berbalik cepat ke arahku dengan tatapan heran.
"Bukumu ketinggalan di kereta tadi." Aku menyodorkan buku novel itu.
Dia mengerjap seketika, lalu mengambil alih bukunya. "Oh, terima kasih."
Aku mengangguk kecil. "Lain kali hati-hati." Lantas aku mengayunkan kakiku berjalan pergi meninggalkan lelaki itu.
"Tunggu."
Lelaki itu berjalan menghampiriku hingga membuat langkah kakiku mendadak berhenti dan menatap dia. "Ya?"
"Tau alamat ini, tidak?" Dia menunjukkan secarik kertas kecil itu padaku. "Maaf, sebenarnya aku enggak tahu jalan di kota ini."
Menatap tulisan bolpoin hitam di kertas putih polos itu. Aku mengangguk paham. " Tahu. Ayo, aku antarkan kamu ke sana."
Lelaki itu tercengang takjub. "Sungguh?"
Aku mengangguk senyum. Ya, sepertinya, aku harus membantu lelaki muda itu yang tak tahu jalan di Kota Tokyo ini. Alangkah baiknya aku memandu dia untuk pergi ke tempat yang ia tuju. Lelaki itu berterima kasih padaku dengan memasang seulas senyum yang tulus, meski wajahnya tertutup masker. Kemudian, kami berdua berjalan beriringan untuk segera naik bus.
***
Berjalan menapaki trotoar yang dipenuhi oleh beberapa kelopak sakura yang berjatuhan dari sepanjang pohon ditepi jalan. Menjajarkan langkah kaki kami berdua, sembari memandang sakura yang berguguran dari rantingnya. Detiknya, kulihat wajah laki-laki itu di sampingku. Begitu lekat aku menatapnya, hingga perlahan senyumku tersungging tipis di wajah. Entah kenapa.
Setelah beberapa menit berjalan kaki. Akhirnya aku telah sampai mengantarkan lelaki ini ke alamat rumah yang dituju. Berhenti di depan rumah yang berminimalis modern, sorot mataku sempat memandang rumah tersebut. Menarik.
"Sekali lagi terima kasih."
Pemuda itu membungkuk ramah dengan rasa terima kasih. Aku hanya tersenyum semringah menatapnya. Kemudian, lelaki itu menegakkan badannya kembali, seraya menurunkan masker putihnya karena gerah. Memandang wajah lelaki itu yang telah membuka masker, aku jadi cengo.
Sungguh, dia tampak sangat tampan bagaikan pangeran.
Lalu, lelaki itu mengusung senyuman lebar hingga deretan giginya tampak. "Namamu... siapa?"
Apa? Dia menanyakan namaku?
Katakan ini hanya sebuah khayalan.
"Sakura. Haruka Sakura." Aku mengulas senyuman tipis.
Dia manggut-manggut saja dan masih tak memudarkan senyumnya, lantas tangan lelaki itu terulur ke arahku. "Aku Na Jaemin."
Deg!
Na Jaemin?!
To be continued...
Nana tetap di hati ❤️✨
[Oh, jika suka. Tambahkan ke reading list, biar ada notif muncul saat update]
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.