Bab 12 ~ Mata Hijau

Start from the beginning
                                    

Ia melirik ke sekelilingnya. "Oh, tentu, di dalam sini pasti tidak ada makanan enak. Aku ... tidak tahu apa yang kamu makan. Tetapi di luar aku bisa memberimu buah allumint, atau tuirrint. Dua-duanya lezat. Mmm ... akan kuberikan nanti, setuju?"

Makhluk itu mengangguk.

"Bagus. Kamu bisa membantuku. Kalau begitu kita bisa pergi ke tempat teman-temanku," kata Piri riang. "Kamu ikut saja."

Tetapi jalan kembali tidak mudah untuk ditempuh. Lorong yang harus dilalui menanjak serta licin. Piri tahu si makhluk tidak akan mau membantunya dengan cara mendorong tubuhnya ke atas, karena makhluk itu lebih memilih mengambil jarak di belakang, tidak mau dekat-dekat selama Piri masih memegang batu merah.

Namun Piri tidak mau melepaskan batu itu. ia masih mengacungkannya ke depan sebagai penerang. Jadi apa boleh buat, ia harus berjuang naik dengan kekuatannya sendiri. Bukan masalah, pikirnya. Toh ia sudah pernah menghadapi jalan yang lebih sulit.

Ia terus memanjat. Beberapa kali terpeleset, namun akhirnya ia sampai di jalan yang lebih mendatar. Yakin bahwa si makhluk masih mengikutinya, Piri berjalan terus.

Lorong mengecil di beberapa sudut. Piri tahu makhluk itu mungkin harus menunduk atau bahkan merangkak untuk melewatinya, tetapi Piri pun yakin makhluk itu tak akan mengalami kesulitan. Gua ini tempat hidupnya sehari-hari, jadi mestinya dia sudah sering melewati lorong ini.

Tak lama ia lalu melewati batu besar tempat ia menemukan batu merah, kemudian berhenti di lubang tempat sebelumnya ia menghilang dari pandangan Yara dan Tero.

Piri tersenyum lebar pada mereka sambil melambaikan tangan.

"Aku sudah kembali!" serunya. "Lihat apa yang kubawa!"

Kemilau batu merah yang ia bawa berpendar menandingi cahaya keemasan yang terpancar dari sayap kupu-kupu bintang.

Jeritan Yara terdengar. "Kenapa lama sekali? Kamu membuat kami takut! Dan apa itu yang kamu bawa?"

"Indah, bukan?"

"Ya!" Senyuman Yara terbentang. "Indah sekali! Apa itu?"

"Batu merah. Batu ini membantuku melihat di dalam lorong. Ini benar jalan keluar kita! Katanya di ujung lorong ini ada sungai, yang akan membawa kita keluar!"

"Kata ... kata siapa?" tanya Yara heran.

"Kata ..." Piri menoleh ke dalam lorong. Awalnya ia tak melihat apa pun, tetapi lalu tampaklah sepasang mata hijau itu.

"Kemarilah. Mari kenalan dengan teman-temanku, Yara dan Tero. Ah, aku lupa, kita juga belum berkenalan. Namaku Piri. Siapa namamu?"

Tak ada jawaban. Hanya desisan lembut.

"Mmm ... baiklah, mungkin nanti. Kamu bisa kemari? Kita turun di sini dan membawa teman-temanku naik."

"Piri!" seruan Tero terdengar. "Kamu bicara dengan siapa?"

"Makhluk yang akan menolong kita!" jawab Piri. "Yang akan menolongmu naik!"

Yara dan Tero terdiam. Keduanya tampak gelisah.

Piri menarik tangannya lalu menyembunyikan batu merah di balik tubuhnya. Ia berkata pada si makhluk, "Kamu bisa keluar."

Makhluk itu diam saja. Sepasang mata hijaunya tak tampak.

Beberapa saat kemudian barulah Piri tahu, makhluk itu tidak sedang memejamkan mata, melainkan menunduk dan menutupi wajahnya dengan kedua lengan.

Piri menoleh kembali ke luar dan mengerti. "Kamu tidak suka melihat tempat yang terang ya?"

"Piri!" Yara berseru. "Kenapa belum turun?"

"Makhluk ini tidak suka berada di tempat terang."

"Lalu?" Tero mengangkat kedua tangannya tak mengerti.

"Itu berarti kita harus mengusir semua kupu-kupu ini dari sini."

"Tidak!" Tero menolak. "Aku suka mereka ada di sini! Aku tidak mau mengusir mereka!"

"Tapi, Tero, mungkin ini satu-satunya cara," kata Yara. "Hanya makhluk yang dibilang Piri itu yang bisa membantu kita. Benar, Piri? Jadi ... kita harus mengikuti kemauannya."

"Kamu suka kita berada di tempat gelap?" tanya Tero.

"Kalau hanya dengan cara itu kita bisa keluar ... ya, aku harus suka!"

Yara dan Tero saling melotot.

Yara lalu mendongak. "Piri! Kamu yakin?"

"Ya. Jangan khawatir, aku masih punya batu ini. Batu ini terang."

"Semoga kamu benar," Yara menukas. "Dan mudah-mudahan makhluk itu ... tidak membuat kami takut."

Untuk kalimat Yara yang pertama, Piri juga berharap sama. Semoga mereka bisa menemukan jalan keluar nanti. Bisa saja ia salah, tentu saja. Dan bisa saja makhluk itu salah, atau bahkan berbohong padanya. Tetapi tetap lebih baik mempunyai harapan daripada tidak ada sama sekali.

Sedangkan untuk kalimat kedua, Piri hampir sepenuhnya yakin, Yara dan Tero akan takut, atau paling tidak ... kaget.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now