Siji

210 32 17
                                    

"Nice to meet you, Human."

--

Maniknya perlahan terbuka, menampilkan iris [E/C] yang tersamarkan oleh kegelapan. Di tempat ini penglihatannya tidak dapat digunakan karena kegelapan secara keseluruhan membungkus tempat ini. Dia jadi tidak dapat membedakan apakah dirinya buta atau tidak.

Tubuh yang awalnya terasa melayang mulai turun, menapak pada pijakan di bawahnya. Tubuh yang sejak tadi tidak dapat dirasa olehnya mulai bisa digerakkan seperti sediakala.

Membuatnya berpikir satu hal.

Apa dia sudah mati?

Suara-suara yang beberapa saat lalu berdenging dikepalanya memang telah hilang. Namun, setiap bait kalimat itu terus melekat dikepalanya.

Grak.

Suara derikan memasuki pendengarannya dengan mulus. Tidak terlalu besar, tapi dengan cepat menggema di dalam ruang tanpa pencahayaan ini.

Suara bagai didalam rumah hantu itu biasanya mampu membuat orang sedikit menegang ataupun sekedar berwaspada. Berbeda dengan [Name] yang tetap kalem.

Sepercik cahaya secara tiba-tiba muncul dihadapannya. Lingkaran kecil itu perlahan-lahan membesar, ukurannya sekarang seperti kepalan tangan orang dewasa.

Cahaya putih tersebut berpendar lembut, menyiram apapun yang berada disekitarnya. Menyinari wilayah teritori yang memiliki luas lima meter tersebut.

Ah, bahkan sekarang [Name] dapat melihat lantai batu yang tengah dipijak nya, dilengkapi dengan ukiran-ukiran rumit tertera disana.

Cahaya dihadapannya semakin berpendar, dan perlahan bergerak kedepan. Menjauhi dirinya, memberi jarak sejauh 3 meter.

Hal tersebut membuat bagian yang tidak mendapat penerangan sekarang tampak dengan jelas. Namun bukannya mengobservasi bagian tersebut, atensi [Name] jatuh pada sesuatu dihadapannya.

Sesuatu yang tadinya tidak mendapat penyinaran cahaya kecil itu hingga ia bergerak dengan sendirinya. Sosok besar, dengan perawakan mengerikan.

Kilatan merah berpendar dari bagian matanya, disertai gigi besar nan runcing layaknya hewan buas. Tidak jauh beda dengan dua buah tanduk diatas kepalanya. Tubuh besarnya tertutup oleh jubah hitam, yang menambah kesan kelam. Tangan kirinya memegang sebuah tombak dengan ujung lancip dan hiasan tengkorak.

Benar, Iblis.

Mereka sejenak hanya saling memandang. Tidak seperti orang pada biasanya yang memberi raut ketakutan ataupun bergerak menjauh, gadis itu hanya diam ditempat. Memandang datar iblis dihadapan dengan manik kosong.

Seringai tertarik, menampilkan sebagian gigi runcing miliknya, "Sepertinya kau tidak takut padaku, manusia."

"Para makhluk didunia sana takut dengan kehadiran iblis, tapi kau terlihat tenang-tenang saja. Apa kau pernah melihat sesuatu yang lebih menakutkan?" Tombak ditangan kiri dihentakkan pelan, membuat gema ringan.

"Tidak juga." Jawaban singkat keluar begitu saja, tampak tidak gentar meski berhadapan dengan makhluk yang biasanya diceritakan hidup di dunia bawah.

"Angkuh sekali. Tapi, manusia tetaplah manusia. Jika bukan karena dia, aku tidak akan sudi membiarkan benalu sepertimu menjejak tempat ini." Ujarnya hina. Nada merendahkan mengalun dengan jelas tanpa hambatan. "Ada pertanyaan yang ingin kau keluarkan, kan?"

[Name] mengangguk singkat, membuat iblis itu mendengus geli. Namun belum sempat dia berkata, si gadis lebih dulu menyela nya. "Kau tampak tidak menyukai keberadaanku, jadi aku tidak akan menanyakan padamu."

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : May 19, 2022 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

𝐒𝐜𝐡𝐢𝐜𝐤𝐬𝐚𝐥 [Hunter x Hunter]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant