2. Jangan Ceroboh!

1 0 0
                                    

 Saat itu aku tidak tahu harus berkata apa. Jadi aku hanya terdiam menatap mata tua Pak Yashino.

 "Jadi begini, sepertinya kau salah baca informasi. Pertukaran pelajar tidak menerima kamar di asrama Universitas." Jelas Pak Yashino sekalil lagi. Dan tentu saja aku tidak menjadi puas dengan jawaban itu.

 "Tapi saya tidak bisa tinggal di rumah anda-"

 "Mau pergi home stay? Menyewa apartement? Atau mencari asrama lain yang harganya lebih mahal dan tidak terpantau kami? Apa kau punya uangnya?"

 Aku mundur selangkah. Melihat reaksinya yang seperti ini, sepertinya Pak Yashino bersikeras agar aku pergi ke rumahnya saja. Dia terus saja menegaskan semua kenyataan yang membuatku berpikir ulang. Uh, bagaimana bisa aku salah baca? 

 "Kalau begitu, Arsel biar tinggal di kamar saya saja, Pak," sahut Kei yang mendukungku. Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan, tapi dia tahu jika aku sedang ragu dan bingung. 

 "Dilarang menggunakan kamar bermuatan satu orang untuk ditinggali dua orang."

 Ugh, situasi ini benar benar membingungkan. Bahkan Pak Yashino terlihat tidak mau mengalah. Aku tidak ingin membuat keributan dan menimbulkan masalah. Lagipula, salahku juga yang tidak membaca dengan benar. Aku tidak mau orang lain jadi ikut repot dengan kecerobohanku. Dan kuharap orang tuaku tidak mengetahui ini.

 "Baiklah, saya akan tinggal di rumah anda, Pak Yoshino. Mohon bantuannya." Kataku akhirnya sembari membungkukkan badan. Kei protes dengan tindakanku karena mengikuti saran orang asing, dan akan tinggal di rumahnya.

 Tapi aku mau tidak mau mencoba ini terlebih dahulu. Walau aku juga sebenarnya orang yang penuh kecurigaan, tapi mencurigai orang yang bermaksud baik sepertinya juga tidak baik. Siapa tahu Pak Yashino memang menyewakan kamarnya untuk murid murid. Siapa tahu rumah yang Pak Yashino maksud adalah bedengan. 

 Jadi aku meyakinkan Kei untuk jangan khawatir dan akan pergi ke tempat Kei setelah urusanku selesai. Aku berjanji akan membantunya beres beres. Namun hidup itu terkadang tidak sesuai ekspetasi. Karena yang sedang kuhadapi adalah rumah sederhana di sebuah kompleks perkotaan. Aku harap Kei ada di sini.

 "Mari masuk, nak Arsel," ajak Pak Yashino sambil membopong koper besarku. 

 Sekali lagi, di depan gerbang rumah Pak yashino aku berdiri sambil menatapi rumah miliknya. Bersama satu tas besar dan sebuah kotak kardus. Benar benar, yang namanya hidup itu ada saja lika likunya. Dan karena meyakinkan kata kata itu, aku pun melangkah berat-karena barang bawaanku, munuju rumah Pak Yashino ini.

 Aku melewati gerbang rumahnya dan mendapati halaman luas yang rapi. Aku sedikit kagum dengan ini karena ternyata rumah Pak Yashino lumayan besar. Begitu pula dengan bangunannya yang lebar, yang hanya memiliki satu lantai. Dan siapa sangka rumah milik Pak Yashino adalah rumah idamanku. 

 Akhirnya aku berhasil melewati halaman luasnya dengan cepat dan tiba di depan pintu rumah. Aku meneguk liur pahit sementara tanganku mendorong pelan pelan pintunya. Aku merasa berdebar dan gugup. Tiba tiba saja aku memikirkan dengan siapa Pak Yashino tinggal. Aku jadi penasaran dengan siapa saja yang akan kutemui dibalik pintu ini. Aku jadi tambah berdebar saat membayangkan jika ada cowok tampan yang ada di sana. 

 Ceklek!"

 Pintu pun terbuka. Segera mataku berbinar melihat suasana rumah yang damai. Aku bahkan tertepa angin sepoi dari pintu belakang rumah yang dibuka lebar. Lalu sesuai yang kuharapkan dari rumah di Jepang, yaitu strukturnya yang khas. Walaupun ini adalah rumah modern, tapi melihat pembatas lantai rumah dan alas kaki saja membuatku girang. 

 Buru buru aku duduk dan membuka sepatu. Yang setelahnya aku susun dengan rapi di samping sepatu sepatu yang lainnya. Dan aku merasa bangga, tentu saja. Walau sekejap, aku juga berhasil mengatasi gugupku dan segera memasuki bagian rumah lebih dalam.

 Tunggu, aku hampir melupakan satu kata yang biasanya diucapkan. Yaitu, "maaf menganggu."

 Seorang wanita dengan garis tua di wajahnyalah yang menyambutku. "Oh, kamu nak Arsel, Kan? Masuk masuk," katanya dengan girang sementara aku hanya mengiyakan juga mengangguk.

 "Nah, ayo masuk," ajaknya melambaikan tangan. Lalu karena melihatku kesusahan dia segera membantu membawa tasku. Yah, tapi tentu saja aku tolak karena tidak mau merepotkan.

 Aku dibawa ke sebuah kamar sederhana yang cukup luas. Cat dindingnya terlihat berbeda dengan warna pastel yang cerah. Adapun perabotan seperti single spring bed, lemari pakaian yang besar, meja belajar, dan jendela yang langsung mengarah lapangannya yang tadi. Lantainya pun merupakan lantai parket yang cantik dan elegan.

 "Kamar ini boleh digunakan sesukamu, ya Nak Arsel," kata orang yang merupakan Nyonya Yashino dengan ramah. Senyumannya saja sangat ramah. Maka dari itu aku membungkuk beeberapa kali untuk menunjukkan rasa terima kasihku yang teramat sangat.

 "Sudah, sudah. Ayo kita makan malam," tanganku ditariknya dengan lembut ke arah meja makan. Yang di atasnya sudah banyak makanan tersaji.

 "Terima kasih, Bibi Yashino," gumamku pelan sembari menyelipkan poniku yang sudah mulai panjang. Seharusnya  kujepit saja tadi.

 Tiba tiba bahuku ditepuk tepuk oleh bibi Yoshino. Dia memintaku memanggilnya dengan sebutan ibu saja. Padahal kami baru kenal sudah mau panggil ibu. "Ayo, coba bilang. Ibu."

 "Eh?" Ya ampun. Segitunya sampai bahuku ditahan. 

 Dan karena bukan permintaan yang sulit, dengan cepat aku menyebut kata ibu dari mulutku. Lalu setelah itu, aku menduduki salah satu kursi meja makan bersama Pak Yashino, dan ibu? Yah, apapun itu. Makanannya kelihatan lezat.

 "Ayo makan, nak Arsel," kata ibu mengambilkan semangkuk kecil sup yang kupikir itu adalah sup miso. Yang katanya enak dan biasa menjadi sesuatu gratisan tanpa limit di restorant Jepang. Dan benar saja rasanya sedap dan gurih. Kira kira ibu membuat sup miso dari bahan serealia yang mana, ya?

 "Karena Nak Arsel baru di Jepang, jadi ibu memilihkan makanan yang biasanya disukai semua orang. Atau yang biasa dipilih turist luar. Nah, jadi hari ini ibu masakkan mie soba dan ebifura." Oceh ibu yang masih belum berhenti memilihkan makanan dan meletakkannya di depanku. 

 Apa ini? Jadi mereka sudah tahu kedatanganku ke rumah ini? Apa Pak Yashino sudah menebak aku akan kesulitan mencari tempat tinggal?

 Kemudian sampailah banyak jenis makanan di depanku yang asap panasnya kelihatan. Aku memperhatikan semuanya, satu satu dengan perasaan bahagia. Aku mempertanyakan makanan apa yang akan kumakan pertama. Karena semuanya benar benar menggugah selera. Baunya pun mampu membuat perutku berteriak berkali kali.

 Karena aku pernah makan mie soba instan di negara asalku, jadi itulah yang aku pilih. Sumpit kayuku pun mendekat ke arah hidangan itu. Lalu sebelum menyuap, tidak lupa aku menyucapkan 'selamat makan'. Namun saat mienya sedikit lagi sampai ke mulutku yang sudah melebar, terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan.

 Taburan bubuk putih yang wangi menghujani tubuhku dari samping. Aku yang terkejut pun terdiam sebentar sebelum mencari siapa pelakunya.

 Siapa?!

Elks : Me And My IdolWhere stories live. Discover now