1

93 10 0
                                    


"Laras?"

"Mega?"

Keduanya tak sadar saling berpelukan hingga orang-orang yang ada di sekitar mereka kaget karena tahu Laras sudah menikah tapi dengan enteng memeluk laki-laki yang baru satu hari hadir di kantor baru itu. Saat sadar barulah Laras melepas pelukan Mega dan dengan wajah malu ia berusaha menjelaskan pada teman-temannya.

"Dia ini teman masa kecil aku, terbiasa bermain bersama, kami kayak kakak adik hingga akhirnya saat SMA kami berpisah, papanya pindah tugas dan setelah hampir 11 tahun baru kali ini kami dipertemukan kembali, makanya reflek aku kayak tadi, maaf semuanya ...."

"Kaget aja Laras, kamu loh biasanya dieeem banget eh kok tiba-tiba aja meluk laki orang." Gaby teman Laras berusaha menjelaskan kekagetannya dan yang lain kembali ke kubikel masing-masing, namun tiba-tiba suara bariton Mega terdengar.

"Saya belum menikah."

Dan para wanita menoleh pada Mega.

"Waaaah masa sih, ganteng kok nggak laku."

Mega tersenyum sambil melangkah menuju kubikel yang ditunjukkan oleh rekan kerjanya.

"Males aja, belum mikir ke sana." Lagi-lagi Mega hanya tersenyum.

"Waaah bisa jadi calon mantu nih." Staf yang lain nyeletuk.

Mega tersenyum lebar menanggapi gurauan teman-teman barunya.

.
.
.

"Mas Hendra mau makan malam?"

"Nggak, sudah tadi di kantor."

Suami Laras yang baru saja selesai mandi hanya menoleh, merebahkan badannya ke kasur, Hendra baru datang dari kantor saat hari telah larut dan langsung ke kamar mandi.

"Mas, kita ini berlebih dalam urusan harta tapi kita kayak gak ada usaha buat periksa gimana caranya agar kita punya anak, sudah lima tahun loh Mas kita kayak gini aja, gak ada perkembangan."

"Tidurlah Laras, sudah malam, kita akan semakin lelah kalo ngomong masalah anak, aku loh bersyukur ada kamu di sisiku, lagian aku sudah nggak punya mama papa, nggak akan ada yang tanya kamu kenapa nggak hamil."

"Tapi semua orang seolah menyalahkan aku."

"Semua orang? Dan orang-orang itu nggak ada hubungannya sama kita, biar aja, aku nggak papa, lagian nggak ngafek juga ke kita kan?"

"Aku yang apa-apa Mas."

Hendra berusaha sabar, ia menarik tangan Laras untuk rebah lalu menarik bahu Laras agar wajah mereka berhadapan.

"Sejak awal aku menikahi kamu, bukan cuma untuk jadi mesin anak, kita hidup berdua sudah cukup, mama yang memilihmu untukku dan aku mau, kau pun mau saat kita dikenalkan oleh orang tua kita, lalu apa masalahnya?"

"Aku pingin kita punya anak."

"Anak itu titipan Tuhan, jika sampai saat ini kita belum punya anak artinya Allah belum mau menitipkannya pada kita."

"Tapi kita tak ada usaha untuk periksa atau apa."

"Kita sehat, kualitas hubungan kita baik, setidaknya seminggu sekali atau bahkan lebih kita berhubungan suami istri, lalu apa lagi?"

"Tapi ..."

"Sudahlah, kita tidur, besok aku ke Singapura."

"Lagi?"

"Yah perusahaan yang di sana butuh pimpinan baru jadi aku perlu tahu siapa saja calonnya, mau ikut?"

"Nggak ah, aku banyak kerjaan, mana akan ada tugas reportase lagi."

Plung! (dan kenangan itu tak kan pernah kembali)Where stories live. Discover now