Arman mengamati Fandi lagi lalu mengembuskan napas pelan. Walau dia ingin mendisiplinkannya, tapi rekan seprofesinya sudah memperingatkan Arman untuk tidak melakukan hal-hal yang berlebihan demi kebaikannya sendiri.

Pada akhirnya ... Arman memutuskan melepaskan masalah ini. Walau begitu dia tetap harus menjaga wibawanya, "Fandi, kembali ke barisan kamu. Jangan membuat masalah."

Faktanya, Fandi cukup penurut selama dia ditegur. Dia kembali ke barisannya lagi dan berdiri bersebelahan dengan Gugun.

***

Selesai jam olahraga, Gio membawa Diana pergi ke infirmary. Badan Diana terasa hangat, kedua pipi putihnya kemerahan. Dia juga terus berkeringat dingin. Diana duduk di ranjang, Gio memanggil perawat untuk memeriksanya.

Perawat hanya mengatakan Diana mengalami serangan panas dan akan baik-baik saja setelah mendinginkan tubuhnya.

Diana berbaring di ranjang. Dia menoleh, menatap Gio lalu tersenyum kecil, "Gue baik-baik aja. Jangan khawatir."

Gio mengeluh, "Gue jelas khawatir. Cuma kepanasan sebentar aja lo langsung sakit. Lo harus lebih sering olahraga ringan, jangan lupa berjemur walau bentar."

Diana mengangguk setuju.

"Ngomong-ngomong, gue inget kejadian beberapa bulan lalu." Diana tersenyum lagi, "pas gue janjian sama Glenn di Dufan, tapi Nanda ngubah tempat ketemunya, gue nunggu Glenn seharian, ujanan. Tapi yang datang justru elo."

Gio juga mengingat kejadian itu. Saat itu Gio masih sangat bingung. Dia sangat posesif dan ingin memonopoli Diana sepenuhnya, tapi dia tidak tahu kalau dia sebenarnya sudah jatuh cinta padanya.

Gio hanya merasa Diana sudah menjadi hak miliknya dan orang lain tidak boleh merebut. Kalau bukan karena Diana yang pertama kali meminta Gio untuk jatuh cinta padanya, Gio mungkin tidak akan pernah sadar.

Perasaan Gio saat itu begitu rumit.

"Kalo aja waktu itu bukan campur tangan Nanda, gue sekarang pasti udah jadian sama Glenn."

Gio sangat marah, "Lo masih mikirin si kacamata itu?!"

"Bukan itu maksud gue." Diana mendesah, "seolah-olah ... gimana ya gue bilangnya? Udah jadi jalannya bagi gue buat ngeliat lo dengan pandangan yang berbeda. Kek udah takdir gitu."

"Apa yang aneh soal itu?" Gio mencibir. Tersenyum meremehkan, "alasannya simple banget."

"Simple?"

"Ya, karena gue protagonisnya."

Diana tidak bisa berkata-kata. Sebelum akhirnya dia terkekeh dan menjawab, "Ya ya ya. Lo itu protagonisnya. Protagonis yang udah nyelametin keindahan."

"Walau lo nggak ada indah-indahnya." 

Diana memukul kepala Gio dengan bantal, lalu berbalik tidak mau melihatnya lagi. Gio hanya menyeringai, lalu mengusapi kepala kekasihnya pelan.

Gio selalu merasa ... di dalam hidup ini, dia tidak memiliki banyak hal. Sejak awal segalanya seolah bukan miliknya.

Sejak kecil, orang tuanya selalu memprioritaskan Giraka. Tidak peduli apa pun yang Gio lakukan, dia tidak pernah dipandang, dia justru diasingkan, dibuang.

Semua orang selalu membandingkan Gio dengan almarhum kakaknya. Memuji Giraka yang baik dan patuh setinggi langit sementara Gio yang urakan dan berantakan dicela dan dihina.

Seperti hitam dan putih. Kontras mereka terlalu jauh, Gio awalnya tidak mau. Mereka terlahir dari orang tua yang sama, jadi kenapa diperlakukan berbeda?

Hanya karena Raka sakit-sakitan, hanya karena Gio jauh lebih kuat darinya. Segala yang baik selalu diberikan pada Giraka, Gio hanya akan mendapatkan hal-hal yang sisa.

Bahkan ... cinta dan kasih sayang orang tuanya tidak pernah setara. Seolah kelahiran Gio hanyalah kecelakaan yang tidak diharapkan saja.

Bahkan ... Diana pun pada awalnya adalah kekasih Giraka. Gio tidak akan pernah mengenalnya tanpa perantara email-email sang Kakak.

"Di ... gue itu penjahat dalam hidup lo, kan?" Gio berkata pelan.

Diana awalnya tidak mau merespons. Dia masih kesal, tapi pada akhirnya dia menoleh, menatap Gio dengan sorot redup dan menjawab, "Lo itu penjahat dalam hidup semua orang, bukan gue aja."

Gio mengukir sunggingan rendah.

"Tapi nggak pa pa." Diana berpaling lagi, "nggak ada orang yang bakalan disebut baik kalau bukan karena kontras dari orang-orang yang disebut jahat. Di mata gue ... lo yang sekarang baik-baik aja."

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
CandyWhere stories live. Discover now