☁️19: Di Balik Unit 307☁️

Start from the beginning
                                    

"Didi sama gue udah di minimarket deket apartemen. Kita mampir ke unit lo ya?" sambung Angkasa mengambil alih.

"Gausah!" Aku spontan menengok karena tiba-tiba Awan meninggikan suara, kenapa ia tiba-tiba panik begitu?

"Duluan aja ke lapangan, gue nyusul." Putus Awan kemudian.

Aku menarik lagi tangan Angkasa sebelum bicara, "Tapi nggak lama kan?"

"Iya Di. Ga pake mandi dulu, deh..." Suara Awan terdengar normal kembali, cowok itu bahkan terkekeh di ujung kalimatnya.

"Ish, jorok!" aku memutus sambungan dalam sekali tekan agar Awan bergegas meninggalkan kasur dan buru-buru menyusul kami.

Matahari baru saja terbit. Kupikir kami harus menunggu giliran untuk pakai lapangan tapi ternyata tidak ada siapapun yang memakai fasilitas umum yang kami datangi ini. Hanya beberapa pesepeda yang wara-wiri melintasi jalan berpaving di samping lapangan, juga orang-orang tua yang berolahraga sekenanya dengan berjalan kaki. Mungkin kebanyakan orang sedang ikut Car Free Day? Entahlah, tapi aku senang karena jadi bisa memakai lapangan dengan leluasa.

Setelah 15 menit, Awan akhirnya datang. Aku menghentikan streching dan langsung melompat ke punggung cowok itu. Kasih hadiah kecil karena sudah bikin aku dan Angkasa menunggu. Tadinya aku berniat ngomel atau cubit-cubit Awan sebentar tapi fokusku lebih dulu tersita pada ponsel digenggaman Awan yang masih menampilkan beranda sebuah aplikasi, "Ngapain buka gojek?"

"Engga." Ia menggeleng tanpa menengok padaku, "Lihat-lihat sarapan aja." Ditekannya tombol power sehingga dalam satu kejap screen ponsel berubah gelap.

"Sini hpnya aku bawain."

"Gapapa, Di. Aku kantongin aja." Awan berjongkok menurunkanku dari gendongannya. Sempat mengencangkan tali sepatu, Awan berlari ringan menyusul Angkasa dan mulai berebut bola.

Aku merasa gelagat Awan sedikit aneh, tapi untuk kali ini aku putuskan tidak mencari tahu. Pagi ini wajah Awan terlihat berseri-seri dan lebih cerah dari biasa, kupikir pasti karena ia sangat antusias untuk berduel dengan Angkasa setelah sekian lama. Hari ini adalah hari kami bertiga. Kami akan main seharian untuk merayakan Awan yang kembali berlari di lapangan. Jadi aku menepikan hal-hal lain dari pikiranku agar tidak mengacaukan kesenangan yang ada.

🌬☁️🌬☁️

Di Balik: Bintang⭐

"Jangan lupa bintang lima ya, Kak!"

Aku sekedar menyunggingkan senyum pada Mas Ojol yang habis mengantarku. Masalahnya Awan yang orderkan ojek buatku tadi, jadi aku tidak tahu cowok itu bakal kasih bintang berapa di aplikasi.

Sambil sesekali menguap, aku melangkah gontai menjemput gerbang kost. Dari kejauhan aku bisa menangkap dua orang yang duduk di atas motor tepat di depan kamar kostku yang bertanda nomor 9. Aku bisa langsung tahu kalau sepasang cowok dan cewek itu adalah Anfal dan Andari. Tapi mereka ngapain ya? Tidak biasanya dua manusia itu muncul sepagi ini di kostku ketika hari minggu.

"Lah, nih orangnya, Dar. Kita kira lo mati suri di dalem, Bi."

Aku cuma mengangkat sudut bibir, tidak punya minat menggubris ledekan Anfal. Satu tanganku sibuk merogoh tas untuk mencari kunci.

Diam-diam aku meneguk ludah merasakan mata Andari yang memindaiku dari bawah sampai atas. "Jangan bilang lo baru pulang!" tudingnya tak berselang lama. Refleks Anfal mendelik.

Aku sudah mengira kalau aku bakal ketahuan. Pasalnya aku masih bawa-bawa tas ditambah belum berganti pakaian dari kemarin. Karena tidak punya celah buat mengelak, aku putuskan diam saja.

"Bi, lo beneran baru pulang?!"

Klek. Aku memutar kenop pintu. "Kalian habis dari mana?" tanyaku sengaja tidak merespon hal yang ingin Anfal pastikan.

"Lah, lo tuh yang dari mana?" Andari membalik pertanyaan. Tapi tanpa jawabanku sekalipun, ia sudah bisa tahu, "Anjir lo nginep di tempat Awan?"

"Terpaksa, Dar." Decakku, lantas duduk sembarangan di ambang pintu, pasrah menghadapi sesi interogasiku yang sudah dimulai.

"Terpaksa apa terlena?"

"Sumpah. Gue ke kunci nggak bisa masuk kost."

"Kenapa nggak ke rumah gue aja?"

"Hah jauh banget, please???"

"Rumah Anfal? Well, Anfal cowok. Tapi di rumah Anfal ada orang tua sama adeknya."

"Ya-ya nggak enak aja soalnya-"

"Soalnya lebih enak sama Awan?"

Sepenggal adegan yang membuatku hampir tidak tidur semalam suntuk terputar begitu saja di otakku. Langsung kurapatkan mata agar terbayang lebih jauh.

"Kita engga ngapa-ngapain ya, Dari!" bantahku dengan tegas. Meski aku tetap tidak berani mengadu tatapan dengan mata Andari.

"Bintang lo beneran ada apa-apa sama Awan?" dedas Andari belum mau melepaskanku.

Aku menghela. Jujur saja, aku juga tidak tahu. Semalam terlalu tiba-tiba dan aku belum bisa mengartikan semuanya. "Bukan urusan lo."

Andari mendengkus tidak habis pikir, "Pas seneng-senengnya gini emang bukan urusan gue, Bi." Perlahan namun pasti, tatapan sengitnya berubah nanar, "Tapi kalau sampai kejadian yang engga-engga, emang lo mau lari kemana lagi?"

Aku terhenyak. Tapi terlalu keras kepala untuk memahami kekhawatirannya.





I want you forever
Even when we're not together

Di Balik AwanWhere stories live. Discover now