A

6 0 0
                                    

"Anjir?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anjir?"

This message was deleted
This message was deleted
Alamat rumah dimana?

Ini gue yang kelamaan buka chat atau dia yang memang sengaja ngehapus dua chat sebelumnya?

Heran sih, kenapa cewek-cewek suka begitu, padahal pesan kedua udah gue baca.

Gue Raran
Jl. Pinang Raya No. 1

Utaa
Wih, deket.
OTW!

WHAT THE HECK?

Cepet banget balesnya.

Gue Raran
Gue lagi ga di rumah.

Anak gila.

Gue menghela nafas ketika sosok manusia dengan pakaian serba item melihat ke arah gue, lalu membungkuk sekilas.

"Silakan, tuan."

Mata gue memutar malas. Dovi dan segala keterlebihannya.

"Kita ke Tiglye, 'kan?" tanya gue saat selesai memasang seat belt.

"Tuan memberi pesan agar kita ke pusat perbelanjaan terlebih dahulu."

Gue mengangguk dengan kening yang berkerut. "Kenapa kesana?"

"Nanti anda akan tahu."

Sok misterius lo!

Pengen bilang gitu, tapi meskipun dia supir. Dia adalah orang yang lebih tua, dan gue punya sopan santun. Tidak seperti bos dari supir ini.

Lima belas menit sampai di mall super gede. Gue digeret masuk dengan langkah ekstra besar yang bikin gue ngos-ngosan.

Masuk ke salah satu toko yang menjual baju rapian kayak supir ini.

"Pesanan no. 3!" Seru salah satu karyawan setelah berbicara dengan supir.

Karyawan tadi memberikan baju ke gue, lalu menunjuk ke tirai. "Ganti baju di sebelah sana ya, Say...."


Otomatis gue telfon Dovi dalam perjalanan masuk ruang ganti. Beruntung, langsung di jawab.

"Naon?" sahut dia, khas Sunda banget.

"LO NYURUH GUE KE MALL NGAPAIN? EMANG GUE KELIHATAN KAYAK GEMBEL KALAU PAKE BAJU SEKOLAH?!!" Semprot gue.

"Di ruang ganti ada cermin, 'kan?" tanya Dovi.

"Ada, emangnya kenapa?"

Duh, kebawa suasana penasaran.

"Bercerminlah, nak. Bye."

Telfon dimatiin, dan gue menatap diri pada cermin. Iya juga, ya ....

Tapi nggak kayak gembel juga! Cuma ... Lecek aja baju gue.

"Tuan? Apakah perlu dibantu?"

Suara si supir nih.

"Nanti saya bilang kalau perlu bantuan."

💒

Gak banyak bacot.

Begitu sampe Tiglye, gue langsung di kawal. Meanwhile gue ini cuma mau magang. Kenape musti di kawal?

Selesai ketemu Dovi bentaran, gue diajak sekretaris anak setan ini buat ketemu Divisi IT. Langsung dijelasin dan gue dapet job.

Biarpun anak setan, si Dovi ini sumber duit.

Tapi gue ga paham kenapa dia kalau istirahat demen banget minta makan ke anak cewek.

Tidak bermodal!

Jam empat sore gue selesai tugas pertama. Katanya, itung-itung pemanasan dan gue menyelesaikan dengan baik.

Sebelum pulang, gue ketemu bokap Dovi, say hi dan lain-lain, lalu dianter supir Dovi menuju rumah. Lumayanlah, irit ongkos.

Gue merasa ada yang janggal disini. Entah kenapa suasana rumah sepi banget. Nggak ada sama sekali yang nangkring di luar.

"I— WAAA!!" Teriak gue ketika Ibu yang mungkin tadinya lagi bungkuk, tiba-tiba berdiri deket pagar.

"Ran!" Tegur Ibu.

Gue sama Ibu sama-sama kaget dan ngelus dada.

"Ibu ngapain disitu?" tanya gue sembari buka gerbang.

"Kamu darimana? Mau ada tamu kok gak bilang Ibu? Malah keluyuran dulu ...."

Gue mengerutkan kening. Tamu? Siapa?

"Siapa, Bu?"

"Lah? Kamu yang punya tamu kok tanya Ibu?" Ibu jalan di samping gue sambil nenteng keranjang yang isinya alat cocok tanam. "Dia udah dari jam satu siang disini. Ibu saranin buat pulang dulu nggak mau. Mana masih pakai seragam. Itu pacarmu ya, Ran?"

Gue baru pulang, dan ada tamu lalu Ibu bilang PACAR?

Panik ga?

Panik ga?

Panik ga?

Nggaklah, njing. Gue buat makan aja jarang sempet, apalagi buat punya pacar.

"Bu, Raran—"

"Bu, aku—"

Bareng banget. Pintu kebuka dan kayaknya tamu yang dimaksud Ibu keluar.

"Uta?"

"Lo ngapain disini?"




💒

U R
21th of July 2021

KatanaAzzura

KatanaAzzura

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
U RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang