1O

1.1K 179 15
                                    

"Kenapa, sih, kakak yang lucu ini?"

Taehyung balas dengan raut cemberut yang tidak berubah sejak tadi, mendecak kesal ketika jari telunjuk Jeongguk usil cari celah untuk menusul main-main pipinya.

Singkatnya begini, sudah bel pulang sejak sepuluh menit yang lalu, namun yang dipanggil kakak manis itu masih bermuram durja di kelas. Ia menolak melirik apalagi berbicara sejak Jeongguk menemuinya. Taehyung sibuk jatuhkan kepalanya di lipatan tangannya sendiri di atas meja, dahinya berkerut dan alisnya menukik sebal, bibirnya pula tak lupa manyun. Jeongguk gemas ingin cubit, tapi sekali lagi didorong.

Lantas, Jeongguk hanya menarik kursi, duduk mendekat sambil tak selesai ukir senyum sebab kakak kelas di hadapannya ini terlihat lucu sekali.

"Lo masih manis kalo sebel loh, kak."

Taehyung tak hiraukan.

"Mau cerita nggak, kakak gemes?"

Taehyung tambah menukik.

Terkekeh akhirnya, Jeongguk raih tasnya. Merogoh sesuatu dari dalamnya. Lalu, cokelat batangan tersodor di hadapan Taehyung.

"Masalah OSIS, ya?"

Jeongguk buat senyum simpul, sementara Taehyung masih dengan alis yang menukik, namun kali ini terselip tanda tanya atas tindakan Jeongguk barusan.

"Kayaknya mau sendiri dulu, ya?" Jeongguk ucap, Taehyung berkedip, kerut di dahinya pelan-pelan lenyap. "Gue tinggalin kalo gitu."

Lalu Jeongguk berlalu, setelah meninggalkan cokelat tanpa maksud dan setelah tertawa halus terhadapnya, meninggalkan Taehyung seorang diri seperti sebelumnya.

Oh.

Dahi Taehyung berkerut lagi. Tumben, pikirnya. Tumben sekali Jeon Jeongguk tidak bebal dan bersikap menyebalkan. Dalam pikirnya tadi Jeongguk akan tetap batu seperti biasanya, bersih keras duduk di sampingnya, tak mau tinggalkan tempat walau Taehyung cibir, pula mulai menjahilinya tanpa peduli Taehyung sedang tidak dalam mood yang baik (Walau, mood-nya tidak pernah baik jika sedang berhadapan dengan Jeongguk, sih).

Huh, kenapa juga Taehyung peduli?

Alisnya menukik lagi, cokelat di atas meja diambil dengan gerakan kasar, lalu diraup dengan gigi bergemeretuk tak bersahabat. Urat kesal muncul lagi di dahi, lampiaskan sebalnya ke sebatang cokelat gratis yang malang.

Taehyung beranjak keluar dari kelas kira-kira setengah jam meraup kasar cokelat pemberian Jeongguk.

Pipi kelas dihempas kasar. Pipinya ditoel.

"Udah? Nggak sebel lagi?"

Ternyata Jeongguk - Well, tentu saja, siapa lagi?

Pemuda Jeon terkikik melihat wajah Taehyung. Pasalnya ia masih terlonjak ketika jari telunjuk Jeongguk menyentuh pipinya, kunyahnya berhenti, tampilkan pipi sebelah kiri yang membulat. Cokelat di tangan hampir jatuh, matanya membola lucu.

Reka adegan selanjutnya? Oh, tentu saja Jeongguk dapat satu cubitan telak lengannya.

Kembali, bibir Taehyung manyun dengan alis menukik tak bersahabat. Barangkali sekali ini ia buat tak bersahabat sebisa mungkin, sebuah kalimat benci bisu untuk Jeongguk.

Ternyata, Taehyung yang sedang dongkol itu tidak suka berbicara. Terlihat bagaimana si kakak kelas buat sejuta kerut kesal dengan tangan mengepal, bibir yang gatal ingin bersumpah serapah, namun tertahan sebab keinginan berbicara kalah dengan rasa sebalnya.

Jeongguk sudah rindukan omelannya.

"Dah, yuk sini pulang sama gue aja."

Bibir Taehyung makin manyun. Tentu saja, ia menolak, namun kali ini tak bersuara.

"Aduh," Jeongguk mengaduh, jarinya gatal menyubit. "Lo lucu banget, gue gigit boleh?"

Cubitan kedua, Jeongguk tergelak disela mengaduh sakitnya.

Tak mau ambil pusing, tarik lengan Taehyung lalu ia bawa berlari, yang dibawa lantas terkejut dan refleks memukul bahu Jeongguk, namun tak jua lontarkan barang satu kata.

Sampai, terkutuklah Jeon Jeongguk dan semua ototnya, kini Taehyung berada di jok belakang motor.

"Untung gue selalu sedia helm dua. Coba tebak kenapa?"

Taehyung diam.

"Siapa tau suatu saat bakal nganterin kakak manis pulang. Yang artinya, hari ini salah satu mimpi gue jadi nyata." Terkikik dirinya. "Mau gue pasangin helmnya?"

Bungkamnya Taehyung adalah keuntungan Jeongguk. Maka, sebelum sempat Taehyung menggeleng, pemuda Jeon lebih dulu memakaikan helm warna merah di kepala Taehyung.

Taehyung hanya bungkam. Cubitan ketiga dielak.

"Gue mau cerita deh, kak." Jeongguk berucap di jok depan.

Taehyung masih, seperti setengah jam yang lalu, setia bungkam. Jeongguk hanya mengulas senyum tipis tatkala melihat spion, bagaimana Taehyung tak jua selesaikan manyun di bibirnya.

"Tadi gue ketemu Jimin, dia mau pulang, tapi gue bingung soalnya lo nggak ada." Jeongguk bercerita. "Terus katanya kakak lagi dongkol, masalah OSIS dan semacamnya. Harusnya gue samperin lo langsung, tapi gue ke warung dulu cari cokelat buat pujaan hati. Manatau sebelnya meleleh sedikit."

Taehyung tak merespons, Jeongguk tak apa. Sebab si kakak kelas duduk di jok belakang motornya saja sudah syukur.

"Eh, terus cokelatnya dimakan. Walau masih sebel, ya? Gue juga nggak paham kenapa lo mau masuk OSIS, bukannya mau protes, sih, soalnya - "

Jeongguk bercerita panjang lebar. Taehyung di belakang tak habis pikir. Tapi Taehyung suka. Suka bagaimana pemuda Jeon berbicara tanpa jeda tanpa mendesak Taehyung untuk melakukan hal yang sama, tanpa meminta Taehyung untuk bersuara, tanpa memohon Taehyung agar menjawab.

Sebalnya meleleh, sedikit.

Kalau pelan-pelan kepalanya bersender di punggung Jeongguk, anggap saja tidak lihat.

Kalau tiba-tiba Jeongguk lupa bernafas, anggap pula tidak lihat.

"Makasih," Taehyung berucap, pada akhirnya.

"Buat apa?" Jeongguk menggoda, kurva bibirnya tertarik.

Bola mata Taehyung memutar, jengah. "Nganterin gue pulang. Walau maksa."

Jeongguk terkekeh konyol. "Lo lucu kalo sebel, kak. Gue gigit boleh, nggak?"

Helm merah ditaruh di spion kuat-kuat. "Gak!" Lalu pemilik rambut cokelat kelam itu berlalu masuk ke dalam rumah setelah membanting pintu di hadapan Jeongguk.

Oh, betapa Jeongguk rindu omelan kakak manisnya. []

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MELTING. / KVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang