The Punishment

37 10 7
                                    

Dua hari yang lalu, seluruh sekolah dihebohkan dengan kasus kematian seorang siswi bernama Saras Laveta yang diduga mati bunuh diri di rooftop.

Keiza yang mendengar berita itu cukup terkejut. Pasalnya, dua hari izin tak masuk sekolah ia malah mendapat berita semengerikan itu.

Saras yang merupakan seniornya itu, juga pernah merundungnya.

Keiza amat menyayangkan kematian Saras yang harus berakhir tragis. Walau Keiza menyimpan dendam pada Saras, ia tetap kasian padanya.

Perangai Saras yang suka menindas dan mengintimidasi murid-murid memang sudah sangat meresahkan seantero sekolah.

Mungkin kematiannya adalah karma.

Keiza merapatkan cardigannya, lalu melangkahkan kaki menuju kelas.

***

"Kei," panggil Leon dari bangkunya seraya melambaikan tangan.

Keiza membalasnya dengan senyum tipis. "Hay." Lalu melanjutkan langkah dan berhenti di samping sahabatnya.

"Kok lo tiba-tiba cuti? Ke mana aja?" tanya Leon, menatap Keiza yang sedang menyampirkan ranselnya di punggung kursi.

"Em, aku dua hari ini ke Bandung jenguk nenek aku yang sakit," jawab Keiza sembari menduduki bangku.

"Kenapa nggak bilang?"

"Kemarin hpku ngeheng, jadinya harus diservis dulu."

Keiza menatap Leon heran. Tidak biasanya ia menyendiri. Padahal Leon sering bergabung dengan murid laki-laki lainnya di kelas.

Keiza mengalihkan pandangannya pada murid-murid perempuan yang tengah bergerumul. Pembahasan mereka pasti tidak jauh-jauh dari kasus Saras yang sedang gempar.

Sementara murid laki-laki lainnya memilih sibuk bermain game di sudut ruangan. Mereka seakan tak acuh dengan keadaan sekitar.

"Soal kasus Kak Saras, ngeri banget yah." Keiza kembali menyorot Leon.

"Hm."

“Aku masih penasaran. Penyebab  Kak Saras bunuh diri, apa ya?" kata Keiza.

“Dia nggak bunuh diri!” bantah Leon tegas tanpa menoleh pada Keiza. Ia masih setia menatap buku novel dengan sorot mata tak seramah biasanya.

“Tapi dari yang aku baca di website, ditambah lagi omongan anak-anak dikoridor katanya Kak Saras terjun sendiri di rooftop?"

"Maksud aku, bisa jadi Kak Saras dibunuh sama cowok yang naksir dia karena ditolak," terang Leon.

Keiza menelengkan kepalanya, lalu manggut-manggut kurang yakin. "Iya sih. Agak nggak masuk akal juga."

"Tapi, bukannya waktu itu kamu  naksir sama Kak Saras, yah?" lanjut Keiza yang kini menarik bangkunya agak merapat pada Leon.

"Kamu lupa? Kak Saras yang ngejar-ngejar aku, tau!" ketus Leon, menatap jengkel pada Keiza. Suasana hatinya benar-benar kacau hari ini.

"Kasian banget-"

"Bisa nggak sih, berhenti bahas soal itu? Lagian orang yang kamu kasianin itu pantas mati. Apalagi dia pernah bully kamu 'kan. Tapi kamu nggak pernah bilang ke aku." Nada bicara Leon naik dua oktaf. Wajahnya ia palingan ke arah jendela.

Keiza yang terkejut langsung bungkam kala mendengar bentakan sang sahabat.

"Le, aku nggak bermaksud," ucapnya hati-hati sambil memilin jemarinya, gelisah.

Leon menghela napas, menatap Keiza, maklum. "Iya. Maaf udah ngebentak."

Keiza mengangguk, lantas menunduk sungkan. Sementara Leon berpura-pura fokus pada buku bacannya.  Hal itu justru memicu kecanggungan di antara mereka.

"Kei." Leon menyampirkan lengannya di pundak Keiza. "Duh, jangan diem aja dong. Aku minta maaf."

"Dimaafin kok, kamu kayak sama siapa aja."

"Em." Senyum terpatri di wajah Leon.

"Btw, nanti aku mau ajakin kamu ke suatu tempat," sambungnya, membawa novel yang ia baca di hadapan Keiza untuk dibaca bersama.

"Kapan?" tanya Keiza. Sesaat  mengalihkan pandangannya dari novel.

"Pulang sekolah nanti."

Keiza mengacungkan jempolnya dengan mata mengerling. "Ok."

"Kei, bahagia terus ya."

Keiza mengulum senyum, menyandarkan kepalanya di bahu Leon dengan nyaman. "Makasih, Le."

F.I.N

The Punishment Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang