"Selamat pagi," Taylor balas menyapa kikuk. Keduanya saling menyapa canggung sampai akhirnya, Taylor berusaha membuat keadaan normal kembali. Taylor menatap sekelilingnya dan mendapati beberapa pasang mata menatap ke arahnya. Taylor mengernyit dan memeriksa dirinya. Tidak, tidak ada yang salah pada dirinya. Tapi, kenapa semua mata tampak menatap ke arahnya?

Sedetik kemudian, Taylor baru sadar. Sebenarnya, orang-orang itu tidak menatapnya. Tapi, menatap pria yang ada di hadapannya. Pria berambut keriting dengan wajah yang memang sangat memikat kaum Hawa. Taylor berdesis. Semua gadis di hotel ini menatap Harry seakan-akan Harry adalah Christian Grey.

"Apa kau akan tetap berada di hadapanku, melakukan hal yang tidak kumengerti?" Taylor tersadar dari pikiran-pikirannya saat mendengar pertanyaan yang mengalir dari mulut Harry tersebut. Taylor menggeleng.

"Temani aku sarapan," Harry memerintah dan sebelum sempat Taylor memberi balasan atas perintahnya, Harry sudah meraih tangan Taylor tiba-tiba dan menggandeng gadis itu ke luar dari area hotel. Taylor hanya menurut dan sesekali menatap ke arah gadis-gadis yang tadi menatap Harry dengan tatapan penuh kemenangan.

*****

Taylor hanya duduk, memerhatikan Harry yang tengah menyantap menu sarapannya, sup tuna. Harry makan dengan sangat lahap, seakan-akan itu adalah makanan satu-satunya yang tersisa di dunia dan dapat dia makan. Taylor tersenyum, menahan tawa.

"Daripada kau melihatku seperti itu, lebih baik kau memesan sesuatu." Harry bergumam, setelah menelan suapan terakhirnya. Taylor menggelengkan kepala. "Tidak, aku sudah sarapan. Ibuku membuatkanku bacon tadi." Taylor melipat tangan di atas meja. Harry menyingkirkan mangkuk kosong di hadapannya dan ikut melipat tangan di atas meja. Mata hijaunya menatap dalam ke arah Taylor.

Taylor menggigit bibir bawahnya gugup tapi, di lain sisi, dia tidak mau menunjukkan kegugupannya di hadapan Harry. Harry bisa besar kepala. Taylor menarik tangannya dan menyandarkan punggung pada sandaran kursi tempatnya duduk. Matanya melirik tajam ke arah Harry sambil mulai bertanya, "apa yang akan kita lakukan?"

Harry mengedikkan bahu. "Aku tak tahu." Taylor mengernyit. "Jika kau tak tahu apa yang akan kita lakukan, kenapa kita ke Nashville, Bodoh?! Lebih baik kita di London dan kembali bekerja normal daripada berada di Nashville tanpa melakukan apapun."

Harry mengangkat sebelah alisnya. "Taylor, ini Nashville. Aku tak pernah ke sini sebelumnya. Bagaimana jika kau yang mengatur semuanya?" tanya Harry. Taylor mengernyit. "Aku? Mengatur apa?" tanya Taylor bingung.

"Mengatur tentang segala hal yang akan kita lakukan di sini, tentu saja." Harry menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi tempatnya duduk. Taylor mengangkat sebelah alisnya. "Aku tak tahu apa yang akan kita lakukan. Seharusnya, kau tahu apa yang akan kita lakukan, mengingat kau adalah atasanku dan aku menuruti semua perintahmu."

"Kalau begitu, kau harus...." Ucapan Harry terpotong saat tiba-tiba saja, seseorang menghampiri meja mereka dan berkata dengan nada sangat ceria.

"Taylor!" Taylor mendongak dan raut wajahnya berubah dengan sangat cepat. Taylor bangkit berdiri dengan sedikit gugup sambil melambaikan tangan dan menyapa, "ehm, well, hai, James. Apa kabar?" Taylor menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal. Harry memperhatikan tingkah Taylor. Gadis itu terlihat sangat salah tingkah di hadapan pria berambut kecokelatan ini.

Harry masih duduk di kursinya, memerhatikan Taylor dan pria yang sudah diketahui bernama James itu dengan tatapan dingin. James terlihat sangat berbeda dengan Harry. James hampir sama seperti Taylor, pria yang sangat ceria dan punya senyuman yang mampu membuat siapapun gadis yang melihatnya menjadi bersemangat. Iris matanya berwarna cokelat cerah.

"Aku baik, Taylor. Aku tak tahu jika kau kembali ke Nashville. Tungguh sampai aku memberitahu Emily tentang kepulanganmu. Dia pasti sangat senang." Seketika, raut wajah Taylor yang semula gugup bercampur kebahagiaan berubah menjadi murung namun, gadis itu berusaha menyembunyikan perasaannya dengan sebuah senyuman.

"Kau dan Emily...apa kalian baik-baik saja?" tanya Taylor ragu-ragu. Sepertinya, Taylor dan James lupa jika Harry berada di sana. Harry pun hanya diam saja, mendengarkan pembicaraan Taylor dan James.

James mengulas senyuman. "Kapan kau kembali ke London?" James bertanya balik. Taylor mengedikkan bahu. "Tak tahu. Mungkin sekitar dua minggu." Taylor melirik sekilas ke arah Harry yang masih menatapnya dingin. Taylor mengabaikan Harry dan kembali menatap James yang kali ini tersenyum lebih lebar.

"Kalau begitu, kau harus datang ke pesta pertunanganku dan Emily tiga hari lagi! Aku mencoba menghubungimu, Taylor tapi, sangat sulit menjangkaumu. Orangtuamu juga terlihat sangat sibuk. Begitupula dengan Austin." James menjelaskan. Taylor terkekeh, palsu.

"Aku akan datang nanti. Senang bisa bertemu denganmu lagi, James."

"Begitupun aku, Taylor. Maaf jika aku menganggu waktumu. Aku akan pergi. Sampai bertemu secepatnya, Taylor!" Harry menyatukan alis saat pria bernama James itu mengecup singkat pipi Taylor sebelum berjalan menjauhi meja tempat Harry dan Taylor berada. Taylor menyentuh pipinya yang tadi dicium oleh James dengan senyuman lebar di bibirnya.

No ControlWhere stories live. Discover now