"Udah gak usah lo ladein," Savita beralih menatap Vano. "Kamu juga," Savita mencolek lengan Vano pelan yang dibalas tatapan dan senyum lebar cowok itu. Sungguh pasangan yang menyakiti mata Rea.

Rea menoleh menatap Vanya lagi yang kali ini tersenyum lebar, senang karena melihat interaksi sepasang kekasih yang baru ia ketahui kemarin. Keduanya memang tidak terlalu terlihat ketika berada di umum, tapi ketika sudah berdekatan dan tidak berada di tempat ramai, keduanya terlihat serasi dan menggemaskan untuk ukuran Savita yang orangnya sedikit ketus.

"Katanya besok senin Agam bakal ngajak aku nyari kostum-nya," Vanya menjawab dengan tersenyum. Kemudian memalingkan wajah menatap kaca depan mobil dengan wajah ragu dan khawatir bercampur, membuat Rea yang melihatnya sedikit mengerutkan kening.

"Kenapa muka lo gitu?" 

"Apa?" Vanya menoleh lagi ke arah Rea dengan kedua kening terangkat bingung.

"Muka lo kayak lagi kepikiran sesuatu," Rea menatap Vanya meneliti. Savita menoleh ke belakang saat mendengar perkataan Rea, menatap gadis itu sebentar sebelum ikut mengamati wajah Vanya.

"Eh?" Vanya mengerut kaget, kemudian segera menetralkan wajahnya. "Enggak apa-apa kok. Cuma agak kepikiran kalo diajak ke tempat sewa mahal. Aku gak punya uang," Rea tersenyum lega mendengar balasan Vanya. Ia kira soal apa.

"Udah tenang aja. Kalo Agam ngajak di tempat sewa mahal, gak mungkin gak dibayarin. Kalo emang gak dibayarin, nanti gue bilang ke anak kelas supaya ditanggung bareng," Vanya yang mendengar perkataan Rea lega karena bisa sedikit tenang. 

Untuk masalah biaya sewa kostum, Vanya tidak perlu khawatir. Meski pada akhirnya Kiranti yang menjadi pasangan fashion show Agam dalam novel karena kaki Vanya cedera sewaktu tanding futsal, tetapi Rea yakin bahwa sewa kostum itu akan dibayar seluruhnya oleh Agam jika kali ini ia berhasil menghalangi Kiranti menyelakai Vanya.

Ia yakin itu terjadi karena sewaktu hari pemilihan perwakilan lomba fashion show, Agam mengajukan dirinya dan Vanya sebagai perwakilan lomba itu tanpa ada paksaan siapapun, persis seperti di dalam novel.

Awalnya ia memang berpikir bahwa alur novel ini sudah berantakan, tapi sejak saat itu ia sadar bahwa beberapa adegan tetap berjalan sebagaimana yang diceritakan dalam novel kecuali tentang hubungannya dengan Nathan yang sudah berakhir. 

Ia memang lega bahwa dengan dirinya yang menjadi Rea, kemungkinan besar ia tidak melakukan hal yang dapat membuatnya dianiaya Agam hingga tewas. Kecuali...

Sikap kurang ajarnya saat memaki cowok itu.

Tubuh Rea tiba-tiba merinding mengingat mulutnya tak hanya sekali dua kali pernah memaki Agam. Ia tidak akan diapa-apakan hanya karena memaki cowok itu kan?

"Haha," Rea tertawa hambar sendirian. "Iya, gak mungkin gue diapa-apain cuma gegara maki dia doang," gadis itu tertawa hambar lagi sambil mengangguk-angguk setelah bergumam pelan sendirian.

Vanya yang mendengar Rea tertawa sendirian menatap gadis itu bingung. "Re, kamu kenapa?" tanyanya sambil memegang tangan Rea pelan. 

Rea berjengit pelan, menatap tangannya yang dipegang Vanya dan menoleh ke arah gadis itu. "Eh, kenapa, Van?" tanyanya dengan kedua alis terangkat bingung.

"Kamu kenapa ketawa-ketawa sendiri?"

"Oh, enggak apa-apa kok. Cuma keinget kemarin aku hampir kepleset," Rea kemudian tertawa pelan, membuat Vanya ikut terkekeh meski sedikit ragu. 

"Makasih ya, Re," Rea menatap bingung ke arah Vanya ketika mendengar gadis itu tiba-tiba mengucapkan terima kasih tanpa alasan. 

"Buat?"

Am I Antagonist? Where stories live. Discover now