2. Du Hast

276 65 5
                                    

Emosiku ketika melakukan berbagai aktivitas belum kembali seperti semula. Makan, mandi, bahkan hingga berkendara, menuju kampus untuk mengajar di dalam kelas, semuanya tak pernah lepas dari bayangan bagaimana kepala seorang wanita yang terputus melotot ke arahku. Semua gambaran itu seolah terperangkap dalam memori dan tak pernah dapat kulepaskan.

Berkali-kali aku berasumsi. Mungkin, laki-laki itu hanya ingin bermain-main denganku, membuat sebuah maneken yang begitu sempurna, memperlihatkan kejeniusan tangan yang tak dapat dimiliki semua orang. Tautan yang dikirimkannya mungkin memang berasal dari video pembunuhan asli. Mungkin telah berumur belasan tahun, dan lelaki itu hanya membuat replika wajah sang wanita untuk menakut-nakuti orang asing. Namun, aku tak pernah bisa melepaskan pemikiran gila mengenai pertanyaan: bagaimana jika orang yang mengobrol denganku itu merupakan pembunuhnya?

Sebenarnya, Aku tetap bisa menganggap, meyakinkan diriku sendiri, bahwa tangkapan kamera lawan bicaraku itu sebenarnya hanyalah hasil rekaman yang telah disiapkan sebelumnya. Akan lebih masuk akal. Tipuan-tipuan bodoh memang banyak menyeruak di dalam internet. Namun, tetap saja. Apakah potongan kepala itu benar-benar potongan kepala manusia?

Setiap hari, kunyalakan televisi di pagi hari sebelum berangkat kerja, maupun di malam hari setelah seluruh kegiatan yang melelahkan berhasil kutempuh. Aku ingin tahu, apakah berita mengenai penemuan mayat tanpa kepala, secara tiba-tiba, akan muncul atau tidak. Namun, setelah sekitar dua minggu aku menunggu, tak ada berita menghebohkan mengenai penemuan mayat tanpa kepala.

Dia hanya orang iseng. Bisa jadi, kan? Namun, bagaimana aku menjelaskan pakaian yang sama—persis—antara orang yang ada dalam video dan orang yang berkomunikasi denganku di chat roullete? Memang, tidak menutup kemungkinan jika mereka berdua memiliki pakaian yang sama. Sialnya, aku tak dapat memastikan kebenarannya.

Aku tak bisa mengetahui dengan persis apakah hal tersebut hanyalah kebetulan atau bukan. Sehingga, setelah dua minggu berlalu, kupaksakan diriku untuk kembali menonton video yang lelaki itu berikan padaku. Tentu sembari menyiapkan satu lembar plastik, berjaga-jaga seandainya aku muntah di tengah sesi.

Sialnya, aku malah menemukan hal lain yang jelas tak ingin kulihat jika aku dapat memilih.

Kesabaranku, menunggu tiga belas menit dalam kekosongan dan hanya dapat memperhatikan sepotong kursi dengan jam dinding, ketika menunggu si lelaki itu menghilang setelah berkata ingin menunjukkan sesuatu padaku, membuatku tak dapat melupakan tata letak ruangan itu—kamar itu—dengan mudah.

Aku bisa melihat seperangkat komputer yang disimpan di atas meja belajar. Bukan komputer mahal yang sangat mencolok, sepadan dengan isi ruangan yang lain. Komputer itu komputer yang bisa didapatkan oleh siapa saja. Namun, di sudut yang lain, tepat di dinding yang berseberangan dengan komputer itu, sebuah jam dinding, terbuat dari piring terbuka dengan motif batik yang memenuhi hampir seluruh permukaan jam, terpampang dengan jelas.

Jika aku mengambil sudut pandang dari arah komputer, maka jam dinding itu sudah jelas dapat kulihat, membuktikan lokasi yang sama, di mana pembunuhan dan si orang yang memamerkan potongan kepala itu ada di tempat yang sama. Sialannya, aku yakin jam dinding itu unik, mungkin hanya ada satu di dunia, dan jelas bukan jenis-jenis produk yang biasa diproduksi secara massal. Artinya? Peluang mereka orang yang sama semakin besar.

Mungkin harta warisan? Aku tidak tahu. Yang jelas, begitu aku mencoba mencari tahu, berselancar di bagian dunia maya yang lain, di mana etalase-etalase toko jam dinding memenuhi halaman browser-ku, tak dapat kutemukan jam dinding dengan jenis yang sama.

Aku berkesimpulan: ruangan yang lelaki itu—si orang yang berkomunikasi denganku melalui chat roullete—sama dengan ruangan yang digunakan sebagai tempat mutilasi seorang wanita malang yang bahkan tak sempat melawan ketika lelaki dalam video itu, dengan keji, memotong kepalanya. Jika aku tak dapat menemukan jam dinding yang sama di internet, berarti barang itu, kemungkinan besar, memang tidak bisa didapatkan dengan mudah. Jika memang lelaki yang berkomunikasi denganku pada chat roullete itu hanya seorang copycat, berhalusinasi untuk menjadi seorang pembunuh, padahal dia sendiri tidak berani buang air kecil sendirian, kurasa detail semacam jam dinding akan luput dari salah satu bagian rencananya.

Kalau begitu, apa yang harus kulakukan sekarang?

Aku tahu di luar sana ada video pembunuhan yang beredar. Aku tahu di luar sana ada orang gila yang memamerkan potongan kepala manusia—tanpa kuketahui kebenaran dari pernyataan manusia itu. Lalu? Apakah aku bisa melaporkan hal tersebut pada pihak kepolisian? Apa yang akan kukatakan pada mereka? Apakah aku harus bilang menemukan video pembunuhan sadis di internet dari seseorang yang memamerkan potongan kepala ke orang asing yang belum pernah dikenalnya sama sekali? Lelucon tolol macam apa itu?

Kuputuskan untuk menutup laptop. Rasa penasaran yang kembali mencuat di dalam otakku berhasil menyita banyak waktu, hingga tak kusadari bahwa hari telah berganti.

Aku masih memiliki tanggung jawab yang besar, menyalurkan berbagai ilmu yang kumiliki pada banyak orang. Jadi, kuputuskan untuk segera tidur.

Beranjak dari meja tempat biasa aku bekerja menuju kasur, kusarungi diriku dengan selimut tebal berbulu halus.

Tanpa sadar, aku mulai meringkuk. Namun, tak berselang lama hingga notifikasi pada ponsel—yang juga kusimpan di atas meja—berbunyi. Lenganku yang panjang berhasil meraih benda kecil itu tanpa susah payah, setelah sengaja kugeserkan sedikit demi sedikit beban tubuhku hingga berada di tepi kasur.

Aku masih malas-malasan, apalagi karena notifikasi itu memberitahuku, bukan orang yang kukenal, melainkan orang asing mengirimkan sebuah pesan ke dalam akun salah satu media sosial yang kumiliki. Otakku langsung membayangkan seorang mahasiswa—menurutku tak sopan untuk mengirimkan pesan padaku malam-malam begini—yang berupaya memohon keringanan nilai padaku, menaikkan nilai kuis agar peluang mendapatkan nilai A menjadi lebih besar. Namun, mataku langsung terbelalak begitu pesan itu kubuka.

Bukan dari salah satu mahasiswaku. Sangat jelas dan aku sangat yakin.

Pesan itu berisi rekaman wajahku. Hanya wajahku. Namun, aku tahu bagaimana video itu diambil: dari caraku melambaikan tangan, pertanyaan-pertanyaan yang kuajukan, bagaimana aku mengetuk-ngetuk meja ketika bosan menunggu, dan yang jelas adalah ekspresi terakhir sebelum video itu benar-benar berakhir.

Seseorang merekam komunikasi yang kulakukan dengan si lelaki itu. Tidak, bahkan aku sangat yakin jika lelaki itu sendiri lah yang merekamnya, kemudian mengirimkan video itu padaku. Bukan orang lain.

Pertanyaannya, bagaimana caranya dia mengetahui identitas diriku? Kenapa dia tahu akun pribadi media sosialku? Apa maksudnya mengirimkan video ini?

Ketika aku berpikir semuanya akan selesai, menemukan jalan buntu, dan berpikir bahwa aku hanya harus melupakan semuanya, lelaki itu malah mendekatiku, mendatangiku secara tiba-tiba. Tanpa perkenalan, tanpa diundang, dan tentu tanpa kuinginkan kehadirannya, mengganggu kehidupanku.

Ponsel itu segera kukunci, kulemparkan sejauh mungkin, tetapi masih tetap berada di area kasur. Aku kembali menarik selimut, lebih tinggi, bahkan hampir menutupi wajahku.

Aku ingin segera tidur, melupakan semuanya, membiarkan alam bawah sadarku bekerja dan membuat tubuhku melayang-layang di dalam lautan mimpi. Namun, aku tak dapat melakukannya.

Lelaki itu sudah pasti tahu namaku, tahu akun pribadi media sosialku. Jadi, bagaimana caranya aku tak dapat yakin jika dia sudah mengetahui alamat rumahku?

Candaannya benar-benar sudah keterlaluan. Bahkan, karena ulahnya, aku sampai bulak-balik, keluar masuk kamar hanya untuk mengecek keadaan rumah, memastikan bahwa seluruh pintu telah terkunci rapat, begitu pula dengan jendela-jendela berteralis yang hampir tak pernah kubuka.

Aku tahu, aku sudah mengunci semuanya, untuk pertama, kedua, bahkan ketiga kali. Namun, hatiku tetap gelisah. Aku tak benar-benar tahu apa yang sedang lelaki itu lakukan, apa yang akan ia lakukan.

Sebagai balasannya? Aku tak dapat tidur semalaman.

Tanda Tanya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang