"Tidurin di kamar Tatiana dulu aja. Nanti sejam lagi kamu baru ajak pulang. Kasihan dia, nungkin kecapean habis renang tadi." Usul Mami.

Risyad berpikir sejenak. Akhirnya Risyad menyetujui usul itu kemudian ia menggendong Abel ke kamar Tatiana yang diikuti oleh Tatiana. Setelah membaringkan Abel ke kasur, kemudian ia mendengar Tatiana berbicara padanya.

"Gak usah bilang yang aneh-aneh ke Papi." Ucap Tatiana ketus.

"Saya gak bilang aneh-aneh. Saya bilang apa adanya aja kok." Ucap Risyad membela diri.

"Yaudah gak usah bicara apa-apa. Aku lagi bujuk Mami sama Papi buat kuliah di Surabaya. Jadi gak usah ikut campur."

"Ngapain sih pake acara kuliah di Surabaya?"

"Suka-suka aku dong mau kuliah dimana."

"Menuh-menuhin Surabaya aja." Setelah mengatakan itu Risyad meninggalkan Tatiana.

Tatiana menghentakkan kakinya dengan kesal mendengar ucapan dari Risyad. Kemudian ia menyusul Risyad dan memastikan laki-laki satu itu tidak mengatakan hal-hal aneh lainnya pada orang tuanya. Yang ada usaha untuk meyakinkan orang tuanya selama ini akan terasa sia-sia.

Mereka melanjutkan mengobrol di ruang tengah dengan teh hangat dan setoples cookies sembari menunggu Abel bangun.

"Di Surabaya emang seseram itu ya?" Tanya Papi membuka obrolan.

"Namanya juga kota besar Om. Sebelas dua belaslah sama Jakarta." Jawab Risyad.

Tatiana yang baru memasuki ruang tengah lantas kesal mendengar itu. Ia mengambil duduk di samping Maminya dan mengambil cookies yang ada di toples.

"Semua juga seram Pi, tergantung kitanya aja gimana." Ucap Tatiana. "Emang Papi kira kalo di Malang aku bakal aman banget?" Lanjutnya.

"Kamu kalo di Malang bisa Papi antar jemput. Papi bisa jadi lebih tenang. Atau kamu bisa diantar jemput sama Mami. Kalo Papi sibuk kerja Mami arisan, nanti Papi hire sopir khusus buat anter jemput kamu." Ucap Papi.

Tatiana menghela nafas lelah.

Selama Tatiana sekolah, dari TK hingga SMA orang tuanya selalu mengantar jemput dirinya. Papinya yang akan mengantar dan Maminya yang akan menjemput. Setelah sekolah ia akan diantar ke tempat bimbingan belajar. Maminya akan menungguinya les hingga selesai kemudian mereka akan pulang. Begitu terus hingga dia mendapat SIM. Setelah ia mendapat SIM, beberapa kali Tatiana pergi ke mall seorang diri tanpa orang tuanya. Tapi tetap saja ada batas jam malamnya. Bahkan karena pulang melebih batas jam malam membuat Papinya memiliki rencana untuk memperkerjakan sopir untuk dirinya. Ia sudah cukup bosan dengan rutinitas yang sama di delapan belas tahun hidupnya. Ia ingin merasakan pengalaman berbeda. Ingin berangkat kuliah sendiri, hangout bareng teman, atau ia ingin merasakan pergi kencan.

"Papi harus percaya dong sama aku. Aku pasti bisa jaga diri baik-baik." Ucap Tatiana meyakinkan.

"Kalo kamu kenapa-napa gimana?" Tanya Papi.

"Makanya Papi jangan mikir aneh-aneh. Kalo pikiran kita positif, pasti yang terjadi juga hal-hal yang positif. Kalo kita mikirnya negatif mulu, nanti malah jadinya hal-hal negatif." Ucap Tatiana.

Papi diam mendengar ucapan Tatiana.

"Nanti Papi bisa cariin Tatiana tempat tinggal yang aman yang dekat sama kampus. Nanti selama Tatiana di Surabaya tiap hari aku bakal video call Mami sama Papi." Ucap Tatiana. "Lagian aku udah belajar lho buat masuk ke universitasnya. Kapan lagi Mami sama Papi lihat aku belajar. Beberapa hari ini juga aku udah sering bantuin Mbok Sari. Ya walaupun masih banyak salah-salahnya. Itu kan udah jadi pembuktian kalo aku bener-bener pingin tinggal mandiri di Surabaya." Lanjut Tatiana.

Mendengar penjelasan Tatiana yang cukup panjang membuat Risyad menahan senyum. Ia menyadari begitu gigihnya perempuan satu ini untuk bisa kuliah di Surabaya demi ingin belajar hidup mandiri.

Papi mengusap wajahnya frustrasi. "Papi tetep gak tega kalo harus ngelepas kamu sendirian di Surabaya."

"Kalo kamu di Surabaya, kita gak bisa minta tolong Risyad atau Tante Ambar buat lihatin kamu terus." Tambah Mami.

Mendengar namanya disebut membuat Risyad menatap Mami.

"Kenapa harus dilihatin sama dia?" Tunjuk Tatiana pada Risyad.

"Yang sopan Tatiana, Risyad itu lebih tua dari kamu." Tegur Mami.

"Maaf Om, Tante kalo saya lancang, apa sebaiknya Tatiana dinikahkan saja sama saya. Nanti selama di Surabaya saya bisa menjaga Tatiana. Tatiana juga sangat menyayangi Abel. Saya rasa, hubungan ini akan berhasil. Walaupun saat ini saya belum mencintai Tatiana, tapi saya yakin lambat laun rasa cinta itu akan hadir karena seringnya kebersamaan kita." Ucap Risyad. "Bagaimana Om dan Tante?" Tanya Risyad.

Mami dan Papi membulatkan matanya tidak percaya. Bahkan mereka juga membuka mulutnya karena saking tidak percayanya dengan ucapan Risyad.

Keadaan Tatiana tidak jauh berbeda. Ia hanya bisa menatap Risyad dengan pandangan tidak percaya. Yang ia inginkan adalah menjedotkan kepala Risyad ke tembok agar tidak mengatakan hal-hal aneh lainnya.

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Selisih 22 [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang