Aleta memutar kedua bola matanya "Lab kebakaran." Ilham terkejut mendengar perkataan Aleta.

"Gak baca line angkatan?" Ilham menggeleng "Oh iya, aku lupa, kamu kan alergi sama sosial media."

"Terus?" tanya Ilham penasaran. Namun sama sekali tidak dapat jawaban.

"Mau kemana?" tanya ilham masih dengan polos, wajah polosnya sama sekali tidak mengurangi itikat Ilham sebagai manusia paling tampan di kampus.

"Aku sih mau menyelamatkan diri, lagian kamu ngapain sih ke lantai lima? Bukannya kelas fakultas seni di depan?"

"Aku mau ambil buku absen dulu, di tata usaha." ruang tata usaha yang berada di lantai lima membuat Ilham harus mengambil absen sebelum ia memasuki kelas.

"Emang kebakarannya separah itu?" Ilham melepas genggaman tangan Al, kemudian menuju koridor A yang sama sekali tidak beratap, kepalanya ia dengakkan ke atas untuk melihat apakah ada asap kebakaran seperti yang Aleta bilang.

Tidak ada.

"Ham, mendingan anter aku makan di kantin, mau gak?" ajak Aleta.

Aleta satu satunya teman yang Ilham punya, bukan berarti Ilham tidak punya teman, namun dirinya sangat tertutup dengan yang lain, saat berteman dengan Aleta, Ilham merasa hanya Aleta yang mampu memahami sifat dinginnya itu. Belum lagi ketika Aleta tahu bahwa Ilham adalah manusia serba berkecukupan, ia bukan seperti teman teman wanita yang lainnya, mengharapkan sesuatu ketika berteman dengan Ilham, berharap Ilham membalas cintanya. misalnya. Ahhh.. sungguh menyebalkan Ilham harus setiap hari melihat teman teman wanitanya yang berpoles wajah palsu dengan dempul bedak di wajahnya.

"Aku ada kelas."

"Ya Tuhan.. Gak percaya banget sama aku, gitu? Yaudah sana ke lantai lima! Aku mau ke kantin lapar! Bersyukur hari ini gak jadi praktikum."

Ucapan Aleta yang menurutnya begitu panjang membuat Ilham tetap melangkahkan kakinya ke arah lift.

"Ham!!" Aleta berhasil kembali meraih lengan tangan ilham "Gak usah ke lantai lima, di bilangin gak percaya banget sih!"

Mata tajam Ilham mengintimidasi Aleta, bukan sekali ia berbohong agar Ilham tidak masuk kelas hanya karena untuk menemaninya makan di kantin. Setelah Pintu lift terbuka pria dengan kulit putih dengan batang hidung yang mancung itu tetap masuk ke dalam meninggalkan Aleta sendirian di luar lift.

Pintu lift kembali tertutup membawa Ilham naik ke lantai lima.

"Sebenarnya Ilham itu manusia apa mumi sih? Kok gak ngerti sama bahasa manusia," oceh Aleta sendirian.

***

"Sayang, aku hamil." wajah Saga begitu kaget mendengar perkataan yang keluar dari kekasih cantiknya Erina.

"Hahaha." Gadis dengan rok jeans selutut yang sekarang tengah merangkul Saga penuh mesra itu merasa senang melihat wajah pacarnya hampir pucat pasi . Saga menghembuskan nafas beratnya, tahu bahwa ia sedang di goda.

"Bukan sama aku kan?" tanyanya dengan polos, lagi lagi Erin tertawa

"Ya sama kamu lah sayang, kita melakukan itu, di hotel kan?" Lama lama Saga menjadi pusat perhatian beberapa mahasiswa kampus yang sedang membaca buku di sudut taman perpustakaan, di situ lah mereka sekarang.

Saga melepas rangkulan Erin, ia mulai risih.

"Ya ampun, kan bercanda sayang." wajah Erin mulai ia tekuk, wajahnya yang muram sama sekali tidak menghapus fakta bahwa Erin adalah primadona di Kampus Indesco.

"Aku pusing, mau rapat. Ke kantin yuk!" ajak Saga tanpa menanggapi candaan Erin.

"Ke Cafe kopi depan kampus aja gimana?" tawar Erin. baginya kantin kampus sama sekali tidak membuatnya nyaman. Belum lagi banyak mahasiswa kalangan bawah yang di anggap Erin sungguh mengganggu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 28, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MemoriesWhere stories live. Discover now