Bocah Sinting [Seulrene]

267 35 68
                                    

Lokal AU!



Pintu diketuk dari luar membuat kegiatannya terhenti sejenak, sedikit menaikan oktaf suara untuk menyuruh orang itu masuk kedalam ruangan.

Seorang siswi melangkah masuk, tersenyum tengil menyebabkan matanya tinggal segaris tipis.

Tanpa sadar helaan napas lolos setelah tau siapa yang masuk kedalam ruangannya. Memijat kecil pelipis, bikin ulah apa lagi bocah ini?

“Jadi, kali ini masalah apa lagi yang kamu buat Seulgi?!” intonasi terdengar rendah, sejujurnya dia sudah bosan melihat Seulgi yang selalu bolak balik masuk ruangannya.

Yang ditanya masih menunjukan cengirannya, tengkuk tak gatal digaruknya pelan lalu menggeleng kecil, “Engga ada kok bu.”

“Kalo ga ada, kenapa kamu kesini?”

“Saya mau ketemu jodoh saya bu.” Dahinya mengernyit, kepalanya bergerak kesana-kemari—mencari seseorang di ruangan ini. Namun tak ada siapapun selain dirinya.

“Pak Yesung ga ada disini, cari aja di ruang guru sana.” Karena biasanya, jika para siswi datang ke ruang konseling sudah dipastikan mereka selalu mencari guru satu itu, Pak Yesung.

Mendengar kalimat yang terlontar dari bibir guru cantik dihadapannya membuat Seulgi cemberut.

“Ga bu, ngapain saya nyariin Pak Yesung?! Toh, jodoh saya udah ada dihadapan saya.” Sanggah si monolid dengan polosnya.

‘Apa katanya?!’

Ck, jangan ngada-ngada kamu. Udah, kalo ga ada kepentingan mending kamu balik ke kelas, saya masih banyak urusan.” Usirnya, dia kembali sibuk dengan pekerjaannya yang sempat terganggu.

Bukannya pergi ke kelas, Seulgi malah duduk di atas kursi. Bertopang dagu menatap sang guru, tak lupa senyum manis melekat jelas di bibirnya.

“Bu, kok ibu bisa jadi guru konseling sih? Kenapa ga jadi model aja gitu? Kan ibu cantik, pake banget malah.” Dilirik sekilas anak didiknya itu.

“Ya suka-suka saya. Mau saya jadi guru kek, jadi kepala sekolah kek, jadi model kek, jadi tukang seblak kek, ya itu urusan saya.” Jawabnya sinis tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.

Mendengar itu membuat Seulgi terkekeh pelan, “Bu Irene kalo lagi serius cantik banget deh. Aww makin suka kan jadinya.”

‘Sinting emang bocah satu ini.’ pikir Irene.

Tatapanya nyalang, bocah di hadapannya sepertinya telah kehilangan akal akibat persiapan ujian nasional.

.
.
.

Ini terbilang masih siang, namun suasana sekolah sudah tak berpenghuni—para murid dibubarkan karena guru mengadakan rapat mendadak. Suara ujung sepatu runcing terdengar nyaring kala menghantam lantai koridor yang sepi.

Melewati parkiran, hanya ada mobil Kepala Sekolah dan Wakasek Kesiswaan. Dia mempercepat langkah agar segera sampai di halte dekat sekolah.

Tapi langkahnya harus terhenti di depan gerbang utama setelah sebuah motor matik memelankan lajunya tepat di hadapannya.

“Eh, Bu Irene. Mau pulang bu? Ayo Seulgi antarkan.” Ternyata itu Seulgi, lagi.

Irena menghela napas lelah, ‘Kenapa harus ketemu bocah tengil ini terus, sih?’

“Ga usah, saya naik bus aja.” Irene kembali berjalan, pergi meninggalkan Seulgi yang masih terdiam di atas motornya.

Seulgi mengekori sang guru dari belakang. Irene sampai di halte, lantas Seulgi menghentikan motornya di depan halte, tepat dimana biasanya bus berhenti.

Gotta!!! OS SeriesNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ