01. Hantu Ampas

74 12 9
                                    

"Ampas!"

Ponsel melayang ke arah bantal. Bukannya mendarat, benda itu malah mental dan jatuh. Prak! Maresha lebih yakin suara itu berasal dari hatinya alih-alih ponsel yang mencium lantai.

Dia memungut benda persegi panjang itu. Masih mulus. Tidak adil! Harusnya ada garis retakan menjalari foto yang terpampang di layar ponselnya. Biar jelek sedikit. Bagaimanapun ... itu terlalu cantik! Rambut merahnya---katanya sih alami---dicepol, kayak ribuan cacing kepanasan dengan ekor yang diikat pakai tali kesengsaraan. Beberapa cacing terbebas dan menjuntai. Di atas matanya yang menawan, alisnya membingkai indah seperti disulam, yang katanya alami juga. Atau mungkin kulit mulus tanpa jerawat yang katanya lagi tanpa skincare.

Peran se-alami apa pun dalam drama Korea saja diketahui penonton merupakan rekayasa. Apalagi macam FTV receh yang kalau ketawa dibuat-buat banget. Seperti itulah. Sulit dipercaya. Kecuali jika dia adalah penyihir. Opsi itu juga tidak mungkin. Namun, berhubungan semua "katanya" itu diucapkan oleh Faresh, Maresha cuma "iya-iya" saja. Dia sangat bucin pada cowok satu itu.

Seandainya foto itu dalam keadaan biasa, tidak masalah, sih. Bukan kecantikan yang bikin iri dengki menelisik seratus ribu lobulus yang ada di hati Maresha. Namun, foto itu diunggah Fares di story WhatsApp-nya! Ampas!

Fares, cowok tulen pakai banget. Orangnya manis, apalagi kalau sudah senyum ... satu dekik di pipi kiri cukup bikin mata kinclong. Fares sering menasihati Maresha macam bapak-bapak pada anak gadisnya. Sedangkan Maresha, wajahnya cemberut sambil ogah-ogahan menjawab, "Iya, iya."

Kalau saja Fares tahu hatinya sedang joget senang di dalam sana ....

Beberapa tahun berteman, entah sejak kapan rasa itu muncul. Rasa senang saat Fares memperhatikannya lebih atau rasa tidak nyaman ketika cowok itu terlihat akrab dengan cewek lain. Ia ingin memonopoli Fares. Hanya untuknya.

Maresha menyandarkan dagu pada bantal yang dipangku dengan kaki tertekuk. Ia memperhatikan foto Xya. Murid baru yang famous dan aneh. Pacar kesekian Fares. Sumber sakit hati kesekian Maresha. Ia menghela napas. Suka sama Fares cuma bikin sakit, tapi kenapa masih dilakoni? Padahal bisa saja ditendang jauh ke Antartika sana. Maresha perlu mencari seseorang yang memiliki tendangan super.

Ah, menyebalkan!

"Hai, Es!"

Matanya melotot. Maresha melempar ponsel ke kasur. Ia yakin tidak sedang bertelepon dengan seseorang. Tidak ada penyusup yang masuk ke kamarnya diam-diam, 'kan? Atau mungkin .... Tanpa aba-aba, jantungnya berdampung-dampung. Mulai merapatkan tubuh ke kepala ranjang dan memeluk sebuah bantal hijau bermotif Keroppi. Meringkuk. Jari-jari kaki dan tangan mengalami penurunan suhu.

Suara itu seperti yang kemarin. Macam suara cowok yang belum pubertas, halus.

"Kamu takut?"

Bantal dilempar sembarangan seiring dengan sensasi aneh dalam perut. Maresha menyambar ponsel dan berniat kabur dari kamar. Namun, nahas. Kakinya tergulung selimut dan berakhir jatuh ke lantai.

Ampas! Lutut dan sikunya nyeri bukan main. Ia membalikkan tubuh menjadi telentang, menyingkirkan selimut yang mengganggu napasnya. Ringisan keluar. "Sakit banget."

"Jangan lupain fungsi hati sebagai alat ekskresi, menyaring racun. Bodoh. Cinta penuh toxic masih aja dirasain. Sakit, 'kan?"

Suara yang sejak kemarin menerornya. Ternyata benar-benar bukan halusinasi! Maresha menahan rasa nyeri dan mulai ngesot ke arah pintu. Tidak sanggup berdiri, tepatnya belum. Ponselnya itu ... mungkin sudah ada di surga.

Tahu, 'kan, bagaimana sensasi lutut yang berserobok keras dengan lantai? Belum tahu? Ayo rasakan!

Seperti akan tewas seketika karena sengatan yang berpusat di lutut dan menjalar ke kaki. Atau mungkin lututnya terlalu manja dan membujuk notiseptor agar melebih-lebihkan rangsangan bahaya saat melapor pada sang otak.

Walau bagaimanapun, patah hati jauh lebih sakit.

"Es, udah kubilang sejak kemarin, aku ini temanmu. Teman ilusi. Kamu yang menciptakanku."

Omong kosong! Maresha bukan Tuhan yang mampu menciptakan sesuatu. Bukan juga penulis yang tiba-tiba didatangi tokoh novelnya karena penokohan yang sangat menjiwai. Apalagi penghayal dengan cap kronis yang mampu memvisualisasikan isi kepala seolah nyata. Dia hanya Maresha, bucinnya Fares!

Apa itu tadi? Teman ilusi? Lebih terdengar seperti hantu. Korban bunuh diri karena cinta ditolak dan gagal pakai jasa dukun akibat keterbatasan biaya? Atau hantu perjaka yang belum siap mati muda dan mencari mangsa?

Hantu apa pun itu, semuanya seram. Maresha harus melarikan diri.

"Aku hanya tahu kamu. Semua tentangmu."

Maresha berhenti dari usahanya. Hantu penguntitkah? Ia mengedarkan pandangan. Tidak ada penampakan apa pun. Suara itu terdengar dari samping kirinya. Terasa dekat. Dalam posisi duduk, maresha merasakan jari-jari tangan dan kakinya makin dingin. "Apa pun?"

"Apa pun. Bahkan warna dalamanmu juga."

Hantu ampas!

"Sekarang kamu sedang memakai warna--"

"Diam!" Maresha menutup wajah. Perutnya mulai bergejolak. Antara malu dan takut. Suaranya bergetar. "Jelas kamu tahu. Kemarin kamu datang saat aku sedang menjemur pakaian. Hantu mesum!"

Maresha ingat momen itu. Jelas. Bukan karena penting, tapi baru terjadi kemarin. Bukankah sesuatu yang baru mendapat tempat lebih di otak? Macam si Xya itu. Maresha yang lama mulai tersingkir.

Si hantu terbahak. Ketawanya ngakak banget, Maresha tidak habis pikir. Ia menyingkirkan tangan dari wajah. "Pergi sebelum aku panggil orang pintar buat ngusir kamu."

"Aku pangeran yang tersesat dari negeri dongeng."

Terus aku harus bilang "wow" gitu?! Maresha frustrasi. Makin melantur.

"Pangeran dengan sejuta putri yang menggilainya."

Maresha mendengkus saat tawa kembali terdengar. Ia takut, tentu saja. Namun, pelan-pelan rasa takut mulai meng-ghosting-nya karena si hantu. Menyebalkan. Rasanya seperti berbicara via telepon dengan orang asing, walau ia merasa diperhatikan. "Pasti hidupmu menyedihkan sebelumnya sampai berhalu jauh. Turut berdukacita."

Tawa itu hilang. Maresha waswas. Apakah ucapannya tadi berhasil menyentil relung hati si hantu? Bagaimana jika dia dendam karena kehidupannya yang busuk dan berulat kembali dikorek?

"Orang yang terus berkata jujur, tapi enggak dipercaya, bakal coba bohong agar dipercaya. Lalu menertawakan orang bodoh yang memercayai kebohongannya. Yah, tapi aku enggak dapat kepercayaan di keduanya."

"Cosplay jadi orang bijak?" Maresha merinding setelah mengatakan itu. Si hantu pasti sedang memelototinya.

"Baiklah, sampai jumpa besok. Aku akan membuatmu menggigil kedinginan, Es."

Ampas! Maresha dibuat ngos-ngosan karena lama menahan napas. Hantu menyebalkan. Memang siapa dia? Maresha sudah puyeng memikirkan cintanya yang tidak terbalas. Terlebih dengan Xya yang nyaris sempurna. Walaupun aneh, menurut Maresha. Sekarang, hantu itu mau menambah beban otaknya? Terus senewen tidak jelas karena waswas?

Hening. Maresha bangkit dan memungut selimut, lalu mencari keberadaan ponselnya. Ternyata terpelanting jauh macam terkena dampak gempa. Ia memungutnya, lalu mendengar suara itu lagi.

"Namaku D."

Maresha berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Udang saus tiram buatan nenek .... "Dasar Hantu Ampas!"

***

(;ŏ﹏ŏ)

DilusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang