Part 2

79.7K 3.2K 52
                                    

Disana dirinya berdiri.

Di antara ramainya para pelayat dan diantara beberapa teman yang berusaha memberikan ucapan bela sungkawa.

Rekan kerja ayahnya begitu banyak, sehingga Abby harus tetap berada disitu hingga para tamu satu-persatu pergi.

Kecelakaan itu merenggut segalanya. Kedua orang tuanya dan calon tunangannya, Nathan. Abby tampak tegar, hanya genangan airmata yang selalu ia tahan selama dua hari ini. Dan ini adalah hari ketiga, rumah itu masih dipenuhi para pelayat.

Abby hanya diam, sampai para pelayat itu satu persatu meninggalkan rumah besar keluarganya. Hanya Diandra yang ada disana, sejak kemarin sahabatnya itu selalu menemani Abby. Masih memaksanya untuk makan walaupun sedikit.

Terlalu terluka untuk menerima kenyataan, rasanya perut pun tidak lapar. Semuanya ini sulit untuk diterima.

Rasanya baru kemarin Nathan membuatnya begitu bahagia, membuatnya menjadi satu-satunya wanita yang palung beruntung didunia namun semuanya sudah tidak ada lagi.

Bagaikan petir di siang bolong, semuanya direnggut sekaligus dari Abby.

**

Suara ketukan pintu membuat Abby beranjak dari tempat duduknya, tidak ada yang dilakukannya karena ia belum mendapatkan kekuatan untuk beranjak dari rumah bahkan untuk menengoki kantor ayahnya. Ia melangkah, membuka pintu rumah itu dan berdirilah dua orang pria mengenakan jas resmi.

"Selamat siang... nona Abigail ?" sapa salah satu pria itu dengan sopan, Abby mengangguk "Ya, saya Abby. Ada apa mencari saya ?"

"Kami dari pihak bank ingin memberitahukan pada anda bahwa ayah anda memiliki hutang perusahaaan, dan rumah ini adalah salah satu jaminan karena beberapa gedung perusahaan beserta asset lainnya sudah kami sita... Ayah anda sudah menyerahkan semua asset sebagai jaminannya pada bank" Abby membuka mulutnya.

Sungguh ia tidak pernah menyangka bahwa cobaan demi cobaan datang bertubi-tubi.

Abby belum sempat menjawab, "Anda hanya harus meninggalkan rumah ini, sebelum jatuh tempo dalam 3 hari..." lanjut pria itu.
Abby merasakan dadanya terasa sesak.

Ya Tuhan, apakah harus seperti ini ? aku harus tinggal dimana ? tanya Abby dalam hati.

"Apa tidak ada yang tersisa ?" tanya Abby dengan lemas. Sungguh ia berharap rumah ini bisa diselamatkan. Namun pria itu menggeleng dengan wajah menyesal "Maaf nona, ayah anda sudah menyerahkan semuanya pada bank, seseorang sudah membelinya dan kami hanya bertugas memberitahu anda"

"Saya akan pergi dari rumah ini, secepatnya..."

**

Abby menatap sekali lagi rumahnya, rumah bercat putih yang begitu menyimpan banyak kenangan itu harus ditinggalkan karena disita oleh bank.

Tidak bisa disalahkan, ayahnya membangun perusahaan itu sendiri dan hutang pada bank mungkin menjadi salah satu pertolongan dengan harapan Abby bisa memperbaiki semuanya suatu saat.

Namun tidak, bahkan Abby tidak dapat mempertahankan rumahnya. Tabungannya pun tidak akan cukup untuk menutupi hutang-hutang ayahnya apalagi harus menebus rumah itu kembali. Abby menunduk dan Diandra menyetir mobilnya, meninggalkan rumah itu.

"Diandra, terima kasih kau banyak membantuku..." gumam Abby pelan. Diandra tersenyum "Sudahlah, kita sahabat dan sudah seharusnya aku membantumu bukan ?"

Abby menghela nafas "Terima kasih, mungkin aku akan sendiri jika tidak ada kau menolongku" kenangnya lagi. Membayangkan dirinya kini sendirian membuat dadanya terasa sesak. "Sama-sama, aku senang membantu"

MAP 2 (The Second Journey Of 'My Adult Partner')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang