I Feel Like I'm Drowning

1K 141 6
                                    

Menurut Katrina, si penyihir yang disekap Bulbo—pemilik Devil's Cry—membuatkan rantai tak kasat mata. 

Bulbo berburu siren ke pantai Glen Beag, sekitar delapan jam perjalanan dari Bree. Menghabiskan waktu sepuluh hari mengawasi bebatuan di pinggir pantai, mencatat keberadaan bintang acap kali makhluk buruannya menampakkan diri, dan mulai beraksi di hari kesebelas. Bulbo pulang dengan kereta kayu tanpa atap yang diikatkan ke pelana. Di dalamnya, sang siren diletakkan dengan kondisi terikat; rapuh, acak-acakan, dan hampir mati. Bulbo berkata, begitulah cara dia akan memperlakukannya nanti apabila mencoba kabur, walaupun rantai buatan si penyihir sebenarnya sudah cukup.

Katrina berkata, Bulbo membuatkan kamar untuk sanderanya di bagian belakang bar. Kadang, jika sedang berbaik hati, Bulbo mengizinkan pengunjung dengan keping emas paling banyak untuk menghabiskan waktu bersama sang siren; selama satu jam, tak lebih.

Benar-benar mempergunakan makhluk lain untuk mendatangkan uang. Jeongguk berjengit jijik.

Rafael si Kuda sangat mengantuk saat Jeongguk menghampirinya. 

Sang siren menghilang ke belakang panggung, dan pada saat itulah, Jeongguk memutuskan akan tinggal lebih lama di kota ini. Dia menuntun Rafael sembari mencari losmen—yang dia temukan tak jauh dari Devil's Cry.

Namanya Serpent's Inn. Dengan ukiran antik wajah ular di atas tulisan.

Adalah seorang wanita pengguna turban yang menyambutnya di meja resepsionis. Bicaranya ramah dan sopan. Namanya Gwen, dan dia berharap Jeongguk tidak keberatan dengan wewangian rempah di seluruh penjuru losmen. Ah. Dan lilitan kain hitam menerawang di sekitar matanya.

Kala menunggu kunci diberikan dan suasana di sekitar mereka hening, Jeongguk tahu alasan Gwen mengenakan turban. Haha. Tak heran ada dua buah patung diletakkan di kanan dan kiri pintu masuk, dan ada pula di sudut belakang resepsionis, juga di sebelah tangga. 

Medusa. Yang bisa menyihirmu jadi batu tiap kali kau berkontak mata dengannya.

Kamar sewaan Jeongguk berada di ujung selasar lantai dua. Gwen bilang seseorang akan mengantar sarapan besok pagi, dan berpesan untuk tidak menakutinya. "Dia bocah manusia. Aku mempekerjakannya di sini karena dia sebatang kara."

Dengan persetujuan Jeongguk, si pemilik undur diri, meninggalkan tamunya beristirahat. 

Jeongguk tidur pulas malam itu. Dengan bayangan sosok tinggi dan lantunan suara mengisi kepala.

Sang demon terbangun saat matahari sudah tinggi. Dia berguling di kasur dan pikiran pertamanya adalah bagaimana cara menemui siren itu sendirian.

Oh, demi Neptunus.

Ini seharusnya perjalanan tanpa tujuan, dan tiba-tiba, Jeongguk memiliki sebuah misi. Yang awalnya dia singgah di bar itu untuk bir dan makan malam, dengan telak berubah. 

Dan tiba-tiba, Jeongguk sudah berdiri di depan bangunan kumuh Devil's Cry. Lapisan lumut, papan nama dari kayu reyot, dan cat mengelupas. Orang akan berpikir dua kali jika hendak memasuki bar ini. Secara total berbeda 180 derajat dengan penampilan dan daya tariknya kala malam datang. Jangan lupakan … demi Lucifer, bau jamur di sekitar pintu.

Pada saat-saat seperti ini, Jeongguk benci memiliki kemampuan indra di atas manusia.

Memutuskan tidak mengetuk ataupun menggunakan pintu; satu langkah diambil, dan kini Jeongguk sudah berhadapan dengan ruangan kosong. Kursi-kursi diangkat ke meja, area bar lebih terlihat seperti meja panjang menyedihkan yang ditinggalkan. Panggung yang begitu menarik perhatian kini tak lebih dari sebuah area kosong tak berarti.

Jeongguk ingat kata-kata Katrina.

Ruangan khusus di bagian belakang bar. Ada sihir yang memagarinya. Hanya si siren dan Bulbo yang bisa ke sana. Bahkan ada vampir mati tercekik lantaran terlalu angkuh untuk mengaku kalah.

Area antar meja, pada waktu ini, sedikit lebih lebar dibanding kemarin malam. Sisa tumpahan alkohol dan makanan masih sedikit tercium, meskipun lantai kayu dan meja bersih dari noda.

Sang demon melewati sisi panggung, menuju lorong agak sempit yang gelap. Jeongguk ingat saat figur siren itu melewati area ini kemarin malam. 

Dan setelahnya, dia dihadapkan pada selasar gelap berkarpet merah marun. Ukiran kuno menjadi hiasan; di antara dua dinding kusam dan cat yang mulai mengelupas di beberapa titik. Semakin ke dalam, semakin kuat aroma lavender, dan semakin jelas pula deham nada tanpa lirik.

Jeongguk bergerak atas tuntutan insting sekarang. Hingga kakinya salah menapak dan menimbulkan derit kayu melengking.

Deham nada itu berhenti. Dan tiba-tiba, suhu ruangan menjadi dingin.

Namanya Kim Taehyung.

Walaupun Jeongguk tengah diancam menggunakan penggorengan telur sekarang, sang siren tetap memberitahu namanya. 

Dan benar-benar menyesal kemudian.

"Siapa kau, dan kenapa kau bisa mematahkan jampi-jampi Bulbo? Aku lihat seorang vampir mati kering, were tercekik sampai mati, dan manusia dengan luka bakar berat. Kenapa kau bahkan tidak mendapat goresan sedikit pun?!"

Sungguh. 

Dibanding penampilannya tadi malam, siren ini benar-benar tak bisa mengontrol diri. Keringat sebesar biji jagung bercucuran, tangan gemetaran, dan hela napas pendek serta kasar. 

"Kim Taehyung." Jeongguk mencicipi nama itu lewat lidahnya. Terasa asing namun juga menghangatkan. Tak keberatan melafalkannya berkali-kali selama sisa hidupnya. "Pernah mendengar tentang demon?"

"Tentu saja aku per—tunggu!" Makhluk laut itu menarik kembali senjatanya. Kesadaran tergambar jelas di manik hazel miliknya. Satu per satu tegangan otot mengendur di sekujur tubuh. "Kau … demon? Dikirim dari neraka?"

"Dijatuhkan dari neraka ke bumi untuk lebih jelasnya, Tuan Siren." Jeongguk tersenyum sopan. Dia bisa saja membalikkan keadaan, namun duduk di bangku kayu ini, dan sepenuhnya berada dalam belas kasihan lawan bicaranya—ah. Itu satu sisi yang belum dia sentuh; setelah beribu-ribu tahun menjadi orang yang justru memegang kendali.

"Dan? Kau dijatuhkan ke bumi untuk membunuh Bulbo? Tolong bilang iya, tolong."

Kalimat itu begitu jujur. Setiap inci tubuh sang siren memohon kepadanya.

Orang bilang, meminta ataupun membuat perjanjian dengan iblis adalah dosa besar. Haha. Lihat bagaimana keadaan berbalik sekarang. Ingin sekali Jeongguk menengadah dan menantang mereka yang dulu mematahkan sayapnya dan menendang dirinya ke muka bumi.

"Itu bisa diatur, Kim Taehyung."

Seringai Jeongguk melebar seraya kilat merah melintasi oniks gelap. Karena pada dasarnya, bangsa demon senang sekali membuat perjanjian.

"Asalkan kau mau bekerja sama denganku."

Dan Jeongguk adalah satu dari mereka.

          #.

[✓] Love is a Bitch • KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang