03

596 66 11
                                    

"Tuan muda, ayo masuk kedalam sudah sore waktunya tuan muda mandi"

Pria kecil yang dipanggil tuan muda tadi membalik tubuhnya melihat kearah pengasuhnya, tak lama kembali mananya menatap pada gerbang tinggi rumahnya, menunggu orang yang dia harapkan membukakan gerbang mewah itu dari luar.

Tangannya menopang dagunya dengan bibir cemberut, ini sudah tiga hari dia lakukan, menunggu didepan gerbang mulai dari dia pulang sekolah sampai petang, tapi yang dia harapkan belum juga terjadi.

"Kenapa tuan muna Na, cemberut begitu?" sapa sang pengasuh yang kini sudah berada disampingnya.

"Appa belum pulang, Nana sudah lelah menunggu" pria kecil itu semakin cemberut saja.

"Kalau begitu, kita tunggu didalam saja yah, sekalian tuan muda mandi dulu, nanti kalau tuan besar sudah pulang dia menemukan tuan muda sudah bersih dan tampan"

"Tapi nana mau mandi sama appa"

"Iya nanti yah kalau appa tuan muda sudah tidak sibuk" bujuknya lagi, hati wanita paruh baya ini merasa kasihan pada sikecil, karena dia selalu sendiri seperti ini menunggu dan merindukan kedua orang tuanya.

"Eomma dan Appa apa tidak sayang Nana?" ucapnya lagi, bibir kecil itu sedikit bergetar sekarang, tadi Temannya Jeno bercerita kalau dia dan hyung akan digendong ketika papanya pulang kerja, kemudian akan mandi bersama sementara bubunya menyiapkan makan malam untuk mereka, Haechan juga bercerita kalau dia sering dibawakan makanan oleh Daddynya ketika pulang kerja, semua terdengar harmonis, tapi kenapa Nana tak bisa merasakan itu juga?

Padahal dia juga ingin pagi-pagi didandani oleh eommanya, diantar oleh appanya kesekolah, lalu ketika siang hari setelah pulang sekolah dia dan eommanya akan datang ke kantor sang appa lalu makan siang malam bersama, malamnya juga Nana berharap akan tidur dipelukan keduanya, dan ditemani oleh dongeng kisah kancil yang cerdik sebagai pengantar tidur, tapi sepertinya semua itu akan selamanya jadi hayalan Nana.

Na Jaemin, atau yang lebih akrab dipanggil Nana adalah putra pertama Na Yuta dari istri pertamanya adalah anak yang manis, ceria dan sangat pandai,anak yang seharusnya hidup seperti di negeri dongen jika mengingat semua yang dia punya lengkap, tapi nyatanya semua tak berjalan seperti kelihatan oleh media.

Memiliki Appa dan Eomma yang sibuk sering kali membuat dia merasa kesepian akan kehadiran kedua orang tuanya, meminta diluangkan waktupun Nana tak berani, karena pasalnya kedua orangtuan tidak terlihat baik satu-sama lain ketika bertemu, yang selama ini terlihat di media tak selamanya benar, senyuman bahagia, pelukan dan kasih sayang keduanya adalah palsu.

"Sayang kok, appa dan eommanya tuan muda tentu sayang pada tuan muda, tuan mudakan anak yang baik. Cah, sekarang ayo mandi dengan bibi Han.

Tak sulit untuk membujuk si Tuan muda, karena pada dasarnya anak ini adalah anak yang lembut tak seperti anak seumurannya yang kadang keras kepala dan suka membantah, Nana bukan anak seperti itu.

Beberapa menit berlalu, ketika Bibi Han masih menggosok tubuh Nana, suara modil tak asing diteliga Nana samar-samar terdengar, senyum yang dipagari gigi susu itu seketika mereka

"Appa, Bibi Han appa pulang setelah tiga hari, ayo cepat bilas aku, Nana mau ketemu Appa" girangnya, tak penuli busa yang memenuhi tubuhnya, Nana langsung minta dibilas begitu saja,

Bibi han seketika ikut tersenyum, wajah murung tuan mudanya seketika hilang entah kemana, hanya dengan mendengar modil ayahnya yang memasuki pekarangan rumah.

"Keringkan dulu tubuh anda tuan muda"

"Tidak sempat, Nana mau ketemu appa" ucapnya kemudian melilit asal handuk biru laut miliknya hingga sebatas dada, air masih menetes dari rambut lebatnya, tapi buru-buru disekah dengan tangannya dan berlari keluar kamarnya.

"APPA...!!!" panggillnya heboh, beruntung kamarnya tidak berada dilantai dua karena dipastikan ketika kaki kecilnya berlari menuruni tangga Nana pasti akan terjatuh.

Benar, Pria dengan setelan jas hitam yang baru saja masuk itu adalah Yuta, Appanya Nana.

"APPA PULANG? AHKK,,, NANA SENANG SEKALI" jeritnya kemudian berdiri tepat didepan Yuta lalu merentangkan tangannnya guna meminta digendong oleh Yuta.

Yuta diam, tak berkutik bahkan tak menjawab sapaan heboh anaknya tadi, sedangkan Nana masih dengan tatapan bahagianya, uluran tangannya juga belum turun sama sekali.

"Appa tak mau menggendong ku?" tanyanya.

Lamunan Yuta buyar, perkataan winwin seketika terngiang, apalagi melihat wajah tulus Nana sekarang rasa bersalahnya tak bisa dia bendung lagi.

Yuta merunduk, mengangkat badan kecil Nana dengan muda " Nana baru mandi yah?"

Nana mengangguk senang" heung, Bibi Han yang memandikan"

"Pantas baunya harum" sekilah Yuta mencium pipi dingin Nana

"Hihiii,Aduh handuknya Nana melorot" tangan Nana melilit asal handuk itu asal, Yuta yang melihat itu semakin tersenyum lebar, Nana begitu menggemaskan kedua anaknya benar-benar menggemaskan.

"Kenapa belum pakai baju?"

"Tadi Nana minta buru-buru minta selesai karena dengar appa datang, Nana ingin cepat menemui appa, Nana rindu appa"

Nana melingkarkan tangannya dileher Yuta, kepalanya bersandar dibahu sang Appa, rasanya dia sudah lama tak memeluk pria ini.

"Tadi Nana terlambat dijemput, paman Kim pergi dengan eomma" adunya pada sang appa.

"Guru Nana menelepon eomma karena sudah tidak ada orang disekolah nana sendiri appa"

"-Tapi eomma malah mengomel dan suruh bu guru untung memesankan Nana taxi saja" kepala Nana mendongak kearah appanya "-appa sesibuk itu yah makanya tak bisa menjemput Nana? Appa pasti lelah yah"

Yuta merasakan belaian halus dari tangan Nana, anaknya ini mengelus kedua belah pipinya dengan sayang.

"Appa sudah bekerja keras, jangan sakit ya appa"

cup..

Nana mengecup pipi appanya sayang, senyum itu terlihat tulus, hati kecil seakan diremas melihat ketulusan Nana, tiga hari ini dia sama sekali tak ada kesibukan, semua waktunya dihabiskan bersama Winwin dan Taro, sampai tak tau kalau anaknya yang satu lagi bagaimana keadaanya.

Yuta berpikir hidup Nana itu sudah sempurna, keturunan sah darinya pasti akan memperoleh perhatian lebih, mustahil jika masih dikatakan kekurangan, tapi nyatanya Nana tidak merasakan itu.

"Nana tak ditemani Bibi Han dan para maid lainnya?" Bodoh sekali Yuta, pertanyaan seperti ini apa perlu ditanyakan.

"Ditemani, tapikan Nana maunya ditemani Appa dan Eomma, tapi kalian selalu sibuk, dan kalau berdua eomma selalu marah pada Nana, Nana jadi sedikit takut hiihihhi" ucapnya, tapi percayalah kikikkan diakhir kalimat ini adalah bentuk kesedihan yang sedah ia sembunyikan.

Hembusan nafas Yuta terdengar berat,dia prihatin dengan anaknya, tapi namanya manusia pasti tidak lepas dari penyakit lupa, begitu juga Yuta, ketika dia berada diantara Winwin dan Taro, semua hal seakan dilupakan, Nana selalu diletakkan pada prioritas "Nanti" perkataan Winwin yang sering didengarnya bahkan dia anggap sebagai usiran untuknya.

"Nana, keringkan dulu badannya, lalu ganti baju yah, appa ingin membersikan diri dulu" ucapnya kemudian

"Tapi nanti kita akan makan bersamakan appa?" tanya Nana sudah lama mereka tak makan malam bersama, walau kali ini hanya berdua tak apa, setidaknya salah satu orangtuanya ada.

"Ya tentu saja"

Yuta menurunkan Nana dari gendongannya, dipandanginya Nana yang berlari heboh kekamarnya meminta dipakaikan baju oleh pengasuhnya.

Yuta merasakan pening sekarang, semua keegoisan yang ia dan orangtuanya lakukan kini berdampak pada anak-anaknya, apa yang harus Yuta lakukan sekarang?

[Segini dulu ;) ]


To My One and Only You [YuWin]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin