9. Don't Watch it

304 129 78
                                    

Hari sudah semakin sore. Namun seorang pemuda bersurai putih masih saja nampak berdiri di depan sekolahan, sesekali ia juga handstand untuk relaksasi. Mafu, semenjak insiden penikaman yang menyerangnya, ia tidak diperbolehkan berkendara sendirian sehingga harus diantar-jemput.

"Iya nggak apa-apa. Masih saya tunggu," jawab Mafu pada panggilan di ponselnya. Ia menghela napas panjangnya. Barusan adalah telepon supirnya yang mengatakan akan telat menjemput karena mobilnya tak sengaja nyemplung di waduk Jati Luhur sehingga Mafu harus menunggu.

Bulan sudah mulai meminta pergantian shift kepada matahari, namun Mafu masih berdiri mondar-mandir di depan gerbang. Berkali-kali ia melirik jam tangannya.

Ia tidak berani melirik ke sekolahan di belakangnya karena nampak sepi dan gelap.

Di tengah keheningan sore itu, tiba-tiba dari belakangnya ada sesosok yang memegang kedua bahunya.

"HWAA!" Mafu terkejut sampai salto dan hampir menabrak mamang jualan putu yang kebetulan lewat.

"Maaf, sensei. Lon nggak bermaksud ngangetin," kata Lon sembari membantu membersihkan baju Mafu yang kotor.

"Lon?! Kok lo masih disini?!"

Lon tersenyum kikuk, "Aku ketiduran di atap sekolah. Eh, pas bangun tau-tau dah sore. Sensei kenapa masih disini?"

"Ng... gue nunggu dijemput. Tapi ada insiden. Jadi mesti nunggu dah."

"Oh begitu. Baiklah, aku pergi duluan, Mafu-sensei!" Gadis bersurai blonde itu melambaikan tangannya ke Mafu lalu segera berlari pulang.

"Jangan-jangan tadi sebenarnya bukan Mafu sensei, tapi malah hantu penjaga sekolahan!!!" batin Lon sembari berlari sekuat tenaganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan-jangan tadi sebenarnya bukan Mafu sensei, tapi malah hantu penjaga sekolahan!!!" batin Lon sembari berlari sekuat tenaganya.

Saat Lon berhenti berlari sejenak untuk mengambil nafasnya, tiba-tiba seseorang menarik tangannya dari belakang.

Saat Lon berhenti berlari sejenak untuk mengambil nafasnya, tiba-tiba seseorang menarik tangannya dari belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tunggu, Lon!" kata pemuda itu dengan napas memburu. Ia nampak keletihan mengejar gadis yang larinya laju banget, kayak orang yang mau lari dari kenyataan.

Lon agak lega, karena yang ia lihat tadi memang bukan hantu. "Ada apa? Mafu... sensei?"





.
.
.
🌼

"Syukurlah, gue terselamatkan...." Mafu bernapas lega saat dia mendapat colokan untuk men-charge ponselnya dan lanjut main Apex Legend. Ia sekarang berada di kosan Lon.

"Silahkan diminum sensei." Lon menyodorkan air teh dalam gelas berukuran besar kepada Mafu. "Aku nggak punya gelas bagus. Kebetulan adanya yang ini. Gelas favorit nenek."

"Ini gayung apa gelas njim?" batin Mafu. "Tengkies ya Lon," kata Mafu sambil mengangkat gelas itu dan hendak meminumnya. "Nenek lo disini?"

Lon menggeleng, "Sudah meninggal... kena TBC."

Pupil Mafu membulat. Ia menatap gelas yang dipegangnya, "Untung belum gue minum." Mafu memutar gelas itu dan minum pada posisi didekat gagang gelasnya. Menghindari kemungkinan bekas minum neneknya Lon yang kena TBC.

"Wah, Mafu sensei punya selera yang sama kek nenek. Minumnya dekat gagangnya," puji Lon sambil menepuk bahu Mafu.

"Bajinguk...," umpat Mafu dalam hati.

Di tengah drama gelas teh, terdengar seseorang mengetuk pintu kamar kos Lon.

"Bang Araki? Perasaan belum waktunya bayar kos. Malah angsul 200 ribu belum dikasih," gumam Lon sembari membuka pintunya.

"EH?! KAM-Ngapain kamu kesini?!" tanya Lon saat melihat Soraru terpejam sambil berdiri di depan pintunya.

Pemuda bermanik blue saphire itu mendekatkan wajahnya, menatap dalam iris mata gadis manis itu. Tiba-tiba Lon teringat kejadian malam itu di atap apartemennya, ia pun segera menutup bibirnya dengan telapak tangannya.

Soraru menatap Lon sendu, "Gue, cuma mau memastikan Mafu nggak diapa-apain sama lo," kata Soraru lalu nyelonong masuk padahal belum dipersilahkan oleh Lon.

Lon mengepalkan tangannya dan bernapas gusar. "Ha?! Pernyataan macam itu?!" Gadis itu menutup pintu dan kembali ke ruangannya. Namun ia tidak melihat Mafu disana.

"Sensei kemana?" tanya Lon.

"Disini aja gue," jawab Soraru.

"Bukan kamu! Maksudnya Mafu sensei!"

"Wese," jawab Soraru singkat sembari mengotak-atik cd/dvd player milik Lon.

"Nggak sopan banget, suer," gumam Lon dengan tatapan datar. Ia tidak menggubris Soraru dan berusaha fokus menjahit sepatunya yang sedikit robek.

"Ini kok nggak bisa sih," kata Soraru sambil memukul-mukul televisinya Lon.

Lon segera beranjak dari duduknya lalu mendorong Soraru. "Rusak tipiku nanti tu nah...."

"Nggak mau idup tipinya."

"Makanya dicolokin dulu, Sorarun! Ish!" Lon meraih kabel televisinya lalu menyolokkan pada stopkontak. "Lagian ngapain sih kamu kesini!"

"Jemput Mafu. Tapi dia mau mandi dulu katanya. Dah lah, pinjem tipi lo bentar." Soraru mengamati tempat CD (Compact Disk) berwarna hitam yang ia ambil dari tas Mafu. "Ini kah film Innocent Blood yang waktu itu Mafu pinjem dari ShounenT?" gumamnya.

Lon mencoba tidak mengabaikan Soraru dan memilih berkutat dengan benang dan jarumnya.

"Apaan nih njir! Mana hitam putih doang!" umpat Soraru sambil memukul televisi Lon lagi.

Mafu baru saja keluar dari wese. Wajahnya menegang saat melihat Soraru menyalakan rekaman dari kasetnya.

Lon berdecak kesal, "Nonton apasih Sor! Nanti tipiku-"

Saat Lon hendak menatap layar televisinya, tiba-tiba Mafu menutup mata Lon dengan telapak tangannya, sedangkan tangan satunya lagi meraih remot yang dipegang Soraru lalu mematikan televisinya.

Tangan Mafu nampak sedikit gemetaran, ia tertunduk dengan wajah menegang, "Lon... b-belum s-sempat lihat itu kan?"

To be Continued
14/6/21

➌ 『𝕿𝖍𝖊 𝕮𝖍𝖔𝖎𝖈𝖊』 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang