33. Dia Yang Egois

Mulai dari awal
                                    

Felicia mengernyit. "Gak usah sok baik," katanya galak kepada Nabastala.

Nabastala sebagai satu-satunya pengunjung setia Felicia pun mengabaikan, ia justru ikut berbaring di samping Felicia.

"Lagi mikirin apa?" Suaranya yang begitu dekat bertanya kepada Felicia.

Felicia menggeser sedikit tubuhnya agar berjauhan dengan Nabastala. Ia tidak seberapa suka Nabastala berada di dekatnya, tapi Felicia juga tak menolak untuk menjawab pertanyaan pria itu. Sudah dibilang kan, jika pikiran Felicia ini plin-plan.

"Aku lagi berpikir, manfaatnya aku tetap hidup itu apa," gumam Felicia, jujur.

"Untuk membenciku?" Nabastala memilihkan jawaban yang penuh dengan keraguan itu.

Felicia melejitkan bahu. "Separuh dari diriku tidak membencimu," balasnya. Felicia mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap Nabastala. Tangan Felicia hendak menyentuh paras Nabastala, namun berhenti begitu saja. "Sebagian dari diriku itu tidak membencimu, tapi bukan berarti aku akan menyukaimu," lanjutnya sambil tersenyum lebar seolah tidak memaafkan Nabastala adalah suatu pencapaian terbesar dalam hidupnya.

Nabastala mengabaikan perkataan Felicia, ia tahu konsekuensinya dan dirinya tidak ingin protes akan hal tersebut. Felicia berkenan berbaring di sampingnya saja sudah termasuk pencapaian yang besar.

Well, dua orang ini punya pencapaian besarnya satu sama lain.

Nabastala tak sengaja menunjukkan senyumnya karena merasa konyol. Kenapa ia bisa begitu bangga dapat berada di sisi Felicia tanpa penolakan si gadis? Bukan kah itu hal yang biasa? Memangnya, siapa Felicia hingga dapat membuatnya jatuh bangun?

"Idih, senyum kamu jelek banget," Felicia meledeknya. Ia bahkan memberikan ekspresi jijik yang membuat Nabastala mengatupkan bibir.

"Memangnya, kamu secantik apa sampai mengejek aku jelek?" Nabastala membalas.

Felicia justru tertawa. "Apa enggak salah kamu tanya begitu?" Felicia bangun dari posisi berbaring menjadi duduk. "Coba tanyakan sama diri kamu sendiri, seberapa cantiknya aku sampai kamu dulu berani mengkhianati keluargamu demi aku―"

"―Bukan demi kamu, tapi demi diriku sendiri," potong Nabastala yang ikut duduk. Nabastala melipat tangan di depan dada. "Kesepakatan dengan Sambara jauh lebih menguntungkan," sambungnya.

Felicia menendang kaki Nabastala sampai pria itu mengeluh kesakitan. "Berengsek, aku sungguhan tidak waras karena pernah menyukai kalian," ucapnya.

Nabastala sedikit tertarik dengan ucapannya, "Kalau sekarang bagaimana?"

"Bagaimana apanya?"

Nabastala melipat kakinya, tangannya menyangga dagu. "Seberapa banyak rasa sukamu yang masih tertinggal?"

Felicia mendengus. "Apa kamu pikir aku masih sangat menyukaimu setelah ingatanku kembali?"

Nabastala tertawa mengejek, "Ingatanmu tidak kembali secara utuh." Ia mendekati Felicia untuk berbisik. "Karena kalau itu yang terjadi, kamu tidak akan membiarkan aku masih bernafas," katanya dengan percaya diri sekaligus membongkar sedikit rahasia

Felicia yang jengkel pun dengan tangkas bergerak dengan menerjang Tala, membuat pria itu jatuh tertidur di lantai sementara Felicia berada di atasnya. Felicia mencekiknya.

"Kamu mau mati sekarang?" Ancam Felicia.

Lebih menjengkelkannya lagi, Nabastala justru tertawa. Dia kelihatan senang, meskipun kepalanya terbentur lantai cukup keras. Ditambah lagi tangan Felicia lumayan kuat menekan lehernya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Oh My Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang